Mohon tunggu...
Moh. Fadhil
Moh. Fadhil Mohon Tunggu... Dosen - Dosen IAIN Pontianak

Lecturer - Mengaji dan mengkaji hakekat kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Penghinaan terhadap Presiden dalam RKUHP: Antara Inkonstitusional dan Terminologi Simbol Negara

21 Desember 2016   07:01 Diperbarui: 21 Desember 2016   08:33 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Selanjutnya diperluas dalam pasal 264 RKUHP

Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV

Kesimpulan

  1. Pada akhirnya pasal penghinaan terhadap presiden kini telah berlabel inkonstitusional karena tafsiran dari putusan MK tersebut membawa babak baru bagi perkembangan prinsip freedom of opinion and expression, sehingga pengajuan pasal tersebut akan berasa dipaksakan dan seolah-olah mengkerdilkan kewibawaan MK sebagai The Guardian of Constitutiondan The Interpreter of Constitution.
  2. Kehadiran pasal tersebut berpotensi sebagai pasal karet dari sisi ruang lingkup dan komposisi struktur pemaknaan dari penghinaan itu sendiri yang terlalu luas dan tidak kategoris sifatnya sehingga akan berbenturan dan menciptakan dikotomi antara penghinaan Presiden dengan penghinaan umum serta menimbulkan sinonimisasi antara penghinaan Presiden dengan kritikan terhadap Presiden.
  3. Implikasi kehadirannya akan mengebiri hak menyatakan pendapat yang justru dikukuhkan dalam konstitusi sehingga pasal tersebut dapat mengebiri proses demokrasi dan dengan mudah dapat melenggangkan kekuasaaan otoritarian bagi siapapun yang memegang jabatan Presiden. Hasilnya akan berdampak pada terganggunnya tatanan sosial dalam konteks demokrasi pancasila.
  4. Presiden bukanlah Symbol of the State berdasarkan ketentuan BAB XV Pasal 35 sampai 36B UUD NRI Tahun 1945 seperti yang diyakini oleh Presiden Jokowi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun