Peningkatan kesadaran yang dibangun oleh Pemda DKI Jakarta dirasa kurang menyentuh bahkan menggugah warga Jakarta untuk waspada dan bersiap untuk melakukan pengelolaan bencana alam yaitu banjir 5 tahunan Ciliwung.
Media penyampaian pesan memang dianggap efektif yaitu dengan menggunakan spanduk digital print berukuran kurang lebih sekitar 1m x 5m yang diletakan dibanyak titik maupun di beberapa kelurahan yang terkena dampak banjir 5 tahunan ciliwung.
Namun konten dari pesan tersebut lebih terkesan narsis dan bodoh, pihak Pemda DKI Jakarta tidak serius menanggapi siklus 5 tahunan ciliwung yang tidak dapat dibendung maupun ditolak. Ilustrasi penyampain pesan malah berantakan, pada sudut kanan dan kiri spanduk tersebut terpampang foto gubernur dan wakilnya. Pesan yang disampaikan berupa "WASPADAI BAHAYA BANJIR 5 TAHUNAN, DIPERKIRAKAN DAPAT TERJADI PADA DESEMBER 2011 / JANUARI 2011". Namun komposisi dan konten penulisan pesan malah terlihat sepele. Mari kita bandingkan; foto gubernur fauzi bowo yang berukuran kurang lebih sekitar 1meter dan begitu juga dengan wakilnya terlihat jelas dan tidak boleh salah untuk peletakannya. Padahal semua orang tahu gubernur kita bernama fauzi bowo. Walaupun sempat saya menemuka seorang warga DKI Jakarta yg pernah mendebat saya bahwa "bang foke" adalah gubernurnya, bukan "fauzi bowo" yang menjadi gubernur, tapi "fauzi bowo tuh Wakil gubernur".
Tragis memang, setelah sekian tahun memimpin Jakarta ternyata masih saja ada warganya yg masih membedakan "fauzi bowo versus foke yang berebut tempat menjadi gubernur dan wakil gubernur", Sedih rasanya menjadi warga Jakarta jika tidak mengetahui siapa yang memimpin.
Menurut saya pribadi hal ini terjadi apakah karna warganya yang bodoh dan tidak kenal siapa abang kita yang menjadi gubernur atau karna abang gubernur kita yang kurang merakyat. Sampai-sampai saya harus menegaskan dalam perdebatan kecil bahwa "fauzi bowo dan foke adalah orang yang sama namun berbeda nasib, yang satu jadi gubernur DKI Jakarta dan yang satunya lagi jadi Wakil gubernur". Cukup sudah kita berdebat dengan cara berbicara ataupun menulis siapa yang jadi gubernur DKI Jakarta?
Kembali lagi kepada pesan yang coba disampaikan untuk bahaya banjir 5 tahunan ciliwung, Jika kita melihat secara seksama pesan tersebut maka saya pribadi melihat bahwa pesan ini tak lebih dari sifat narsis manusia yang dianggap bahwa sifat narsis tersebut adalah manusiawi dan mendera gubernur kita dan wakilnya.
Harusnya pesan tentang ancaman tersebut lebih tepat dengan membuat ilustrasi maupun foto yang dengan jelas memaparkan gambaran bahwa banjir 5 tahunan amatlah merugikan. Dengan memvisualisasikan pesan tersebut benar secara komposi & konten maka akan timbul pertanyaan bagi pembaca pesan tersebut yang memicu otak dan mengasah nalurinya untuk bersiap diri bahwa banjir tersebut harus bisa ditanggulangi.
Atau dengan pencapaian lain bahwa warga yang terkena dampak banjir 5 tahunan tidak lagi harus tergantung kepada nasi bungkus yang diberikan oleh perseorangan maupun lembaga swasta dan pemerintah yaitu dengan cara warga secara guyub maupun komunitas membuat dapur umum di tempat pengungsian masing-masing yang kemudian mereka kelola sendiri secara mandiri dalam kondisi darurat yang temporer maupun jangka panjang dalam penanggulangan bencana.
Memang membangun kesiap siagaan masyarakat dalam menanggulangi bencana tidaklah semudah membalik telapak tangan. Namun jika pendekatannya dikembalikan kepada komunitas lokal yang ada di wilayah tersebut maka hal ini tidaklah mustahil. Jika kita ingat-ingat kembali bahwa siklus banjir 5 tahunan ciliwung sudah berulang kali terjadi maka warga setidaknya sedikit banyak akan menyadari bahwa banjir 5 tahunan tersebut tidak dapat dipungkiri.
Namun setidaknya mereka mengalami proses belajar secara alamiah dan kolektif saat banjir melanda, dan hal ini bisa dijadikan bahan dasar Pemda DKI Jakarta untuk melakukan pendekatan kepada warga untuk melakukan program pembelajaran penanggulang bencana banjir secara berkelanjutan sehingga saat banjir melanda pihak Pemda DKI Jakarta tidak perlu memusingkan diri untuk lari dari tanggung jawabnya sebagai pemerintah dan meletakan beban tersebut kepada warga dengan argumentasi "kali semakin kecil", "warga yang tinggal di bantaran sungai tidak mau direlokasi", "banyak sampah yang dibuang ke sungai sehingga menjadi sedimet dan membuat pendangkalan sungai", dan alasan lainnya yang bisa dianggap bahwa ketidak mampuan Pemda berasal dari masyarakatnya sendiri.
Sambil bekata penutup aparatur Pemda DKI Jakarta berkata: ini diluar batas kemampuan Pemda DKI Jakarta, terserah kalian menganggap adil atau tidak? Masalah atau bukan. Yang penting kami sudah melempar kesalahan ini kepada anda warga Jakarta, Depok dan Bogor yang tinggal dan berdampingan dengan kali ciliwung.
Kebon pala tanah rendah
(bantaran kali ciliwung)
23 desember 2011.
Fadhel achmad
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H