Mohon tunggu...
Fadhel Fikri
Fadhel Fikri Mohon Tunggu... Penulis - Co-Founder Sophia Institute.

Co-Founder Sophia Institute Palu, serta pegiat filsafat dan sains.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Problem Kejahatan Menguji Kebaikan dan Kuasa Tuhan?

23 November 2024   22:16 Diperbarui: 23 November 2024   22:56 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

   Sering kali, dalam momen-momen keputusasaan atau tragedi yang mendalam, kita terjebak dalam sebuah pertanyaan besar yang mengganggu pemahaman kita tentang dunia ini: "Jika Tuhan itu Mahabaik dan Mahakuasa, mengapa ada kejahatan di dunia?"

   Bayangkan sebuah bencana alam yang menghancurkan sebuah kota, menyebabkan ribuan nyawa tak berdosa hilang begitu saja. Atau seorang anak yang tak berdosa harus menderita karena penyakit yang tak dapat disembuhkan.

   Ketika kita menyaksikan penderitaan semacam itu, gambaran kita tentang Tuhan yang penuh kasih dan kuasa menjadi terasa rapuh. Problem Kejahatan---sebuah permasalahan yang mengajukan pertanyaan apakah Tuhan yang Maha Baik dan Mahakuasa mungkin membiarkan kejahatan terjadi---menjadi lebih nyata daripada sekadar diskusi filosofis.

Baca Juga: Keadilan Tuhan vs Keadilan Manusia: Adakah Kesenjangan?

   Dalam tradisi agama, Tuhan sering digambarkan sebagai pencipta yang baik hati dan penguasa segalanya. Tetapi, mengingat banyaknya kejahatan yang menguasai dunia ini, bagaimana kita bisa menjelaskan keberadaan Tuhan dalam konteks tersebut? Bukankah ada ketegangan yang tidak bisa kita abaikan antara kepercayaan kepada Tuhan yang baik dan kenyataan adanya kejahatan?

   Jenis-Jenis Kejahatan

   Kejahatan hadir dalam berbagai bentuk dan dampaknya terhadap umat manusia sangatlah beragam. Untuk memahami lebih jauh, kita bisa mengklasifikasikan kejahatan menjadi tiga jenis utama: kejahatan moral, kejahatan alam, dan penderitaan yang tidak dapat dijelaskan.

   Kejahatan Moral

   Kejahatan moral adalah kejahatan yang dilakukan oleh manusia melalui tindakan-tindakan kejam atau tidak adil. Ini termasuk pembunuhan, penyiksaan, penindasan, dan tindakan kriminal lainnya yang didorong oleh kehendak bebas manusia.

   Kejahatan moral menantang gagasan kita tentang Tuhan yang Mahakuasa, karena jika Tuhan memang menginginkan dunia yang lebih baik, mengapa Ia membiarkan manusia memilih untuk melakukan kejahatan? Bukankah seharusnya Tuhan mengintervensi untuk mencegah tindakan jahat ini?

   Penting untuk merenungkan apakah Tuhan seharusnya campur tangan dalam setiap keputusan manusia.

   Jika Tuhan mencegah manusia untuk berbuat jahat, apakah manusia akan tetap memiliki kebebasan untuk memilih antara baik dan buruk? Konsekuensinya adalah, meskipun kehendak bebas memungkinkan manusia memilih, kebebasan tersebut datang dengan harga---penderitaan yang tak terelakkan bagi mereka yang menjadi korban kejahatan.

   Kejahatan Alam

   Sementara kejahatan moral terkait dengan pilihan manusia, kejahatan alam merujuk pada bencana alam yang tidak bisa dikendalikan oleh manusia, seperti gempa bumi, tsunami, dan badai besar. Kejahatan alam ini tampak lebih acak dan tidak memihak, menyebabkan penderitaan bagi siapa saja tanpa memandang latar belakang moral mereka.

   Dengan demikian, bencana alam ini memunculkan keraguan tentang sifat Tuhan yang Mahakuasa. Jika Tuhan memiliki kekuatan untuk mengendalikan segala sesuatu, mengapa ia membiarkan bencana-bencana ini terjadi?

   Ada pandangan yang mengatakan bahwa kejahatan alam ini justru bagian dari dunia yang diciptakan Tuhan untuk tujuan tertentu. Dunia ini, dengan segala keterbatasannya, mungkin masih merupakan dunia terbaik yang bisa Tuhan ciptakan.

   Mungkin, di balik bencana yang merenggut banyak nyawa, ada alasan yang lebih besar yang tidak kita pahami. Namun, meskipun itu bisa menjadi penjelasan teologis, kita tak dapat mengabaikan kenyataan bahwa penderitaan yang dialami oleh para korban sangatlah nyata dan tidak bisa diabaikan begitu saja.

   Ada juga jenis penderitaan yang lebih sulit dijelaskan, seperti penyakit kronis yang tak bisa disembuhkan, kehilangan yang mendalam, atau penderitaan psikologis yang tidak tampak oleh orang lain.

   Penderitaan semacam itu sering kali tidak memiliki alasan yang jelas, dan ini bisa memunculkan kesan bahwa Tuhan tidak peduli atau bahkan tidak ada sama sekali. Jika Tuhan benar-benar penuh kasih, mengapa Ia membiarkan penderitaan yang tidak berdasar seperti ini terjadi?

   Respons Teologis terhadap Kejahatan

   Teologi agama mencoba memberikan berbagai respons terhadap masalah kejahatan ini. Salah satu cara yang paling umum digunakan untuk menjelaskan masalah ini adalah melalui teodisi, yaitu usaha untuk membenarkan Tuhan meskipun kejahatan ada di dunia.

Baca juga: Isaac Newton: Antara Teologi Tauhid vs Trinitas

   Salah satu teodisi klasik yang terkenal adalah Teodisi Kehendak Bebas, yang menyatakan bahwa Tuhan memberi kebebasan kepada manusia untuk memilih antara kebaikan dan kejahatan. Kejahatan muncul sebagai akibat dari penyalahgunaan kebebasan ini.

   Namun, penjelasan itu memunculkan pertanyaan penting: jika kebebasan menyebabkan kejahatan, apakah Tuhan seharusnya memberi kebebasan itu sama sekali, mengingat potensi kehancurannya? Bukankah lebih baik jika Tuhan menciptakan dunia tanpa kejahatan, tanpa kebebasan yang memungkinkan manusia untuk memilih?

   Ada juga Teodisi Soul-Making yang dikemukakan oleh John Hick. Menurutnya, kejahatan dan penderitaan diperlukan untuk pertumbuhan moral dan spiritual manusia. Kehidupan yang penuh tantangan memberikan kesempatan bagi manusia untuk berkembang, menjadi lebih baik, dan belajar kebaikan sejati.

   Meskipun demikian, teodisi ini tidak bisa menjawab mengapa penderitaan yang ekstrem, seperti yang dialami oleh korban bencana alam atau korban kekerasan, harus ada sebagai bagian dari proses pembelajaran. Apakah penderitaan yang begitu besar benar-benar diperlukan untuk perkembangan spiritual?

   Teodisi Greater Good adalah pandangan lain yang mengatakan bahwa kejahatan ada karena, dalam konteks yang lebih besar, ada kebaikan yang lebih besar yang tidak bisa kita lihat. Kejahatan adalah harga yang harus dibayar untuk mencapai sesuatu yang lebih baik di masa depan.

   Tetapi apakah benar kejahatan bisa dibenarkan dengan alasan seperti itu? Bagaimana kita menjelaskan penderitaan yang dialami oleh orang yang tak bersalah jika tidak ada "kebaikan yang lebih besar" yang dapat dibuktikan?

   Perspektif Filsafat tentang Kejahatan

   Filsuf-filsuf besar sepanjang sejarah telah memberikan berbagai pandangan tentang masalah kejahatan. Pemikiran mereka memberi kita cara yang lebih luas untuk melihat masalah ini.

   Augustinus, seorang filsuf Kristen awal, berpendapat bahwa kejahatan adalah kekurangan kebaikan, bukan sesuatu yang ada dengan sendirinya. Menurutnya, Tuhan menciptakan dunia yang baik, tetapi kejahatan muncul karena manusia dengan bebas memilih untuk menyimpang dari kehendak Tuhan.

   Kejahatan adalah ketidaksempurnaan yang muncul ketika ciptaan tidak lagi mengikuti kebaikan sejati. Meskipun ini memberikan penjelasan tentang keberadaan kejahatan, apakah penjelasan ini cukup untuk menjawab semua permasalahan moral yang kita hadapi?

   Leibniz, seorang filsuf Jerman, berargumen bahwa kita hidup dalam "dunia terbaik yang mungkin". Meskipun dunia ini tidak sempurna, kejahatan dan penderitaan adalah bagian dari dunia yang lebih besar yang lebih baik.

   Menurut Libniz, kejahatan adalah hasil dari dunia yang ditentukan untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, meskipun sulit untuk melihatnya dalam jangka pendek.

   David Hume, seorang filsuf Skotlandia, meragukan segala argumen yang berusaha menjelaskan kejahatan dalam konteks Tuhan yang Mahabaik dan Mahakuasa.

Baca juga: Mukjizat, Konspirasi, dan Kecenderungan Manusia terhadap Hal-Hal Luar Biasa: Sebuah Tinjauan Humean

   Hume mengajukan pertanyaan mendalam tentang apakah mungkin ada Tuhan yang benar-benar Mahakuasa dan penuh kasih ketika kejahatan begitu nyata. Pandangannya menggugah kita untuk lebih kritis terhadap klaim-klaim yang tidak dapat dibuktikan.

Kesimpulan

Problem Kejahatan adalah permasalahan yang tidak akan pernah memiliki jawaban yang mudah atau memadai. Teologi dan filsafat telah mencoba memberikan berbagai penjelasan, tetapi tidak ada yang bisa sepenuhnya menyelesaikan permasalahan ini.

 Kejahatan dan penderitaan adalah bagian dari pengalaman manusia yang sangat nyata, dan meskipun kita mencari penjelasan yang lebih besar, kita tetap harus menghadapi kenyataan bahwa tidak semua pertanyaan dapat terjawab dengan pasti.

Namun, dalam pencarian kita akan jawaban, kita mungkin belajar untuk menerima kenyataan bahwa penderitaan adalah bagian dari kehidupan manusia.

Ini bukan untuk menyatakan bahwa penderitaan itu baik, melainkan untuk menyadari bahwa hidup ini adalah tentang bagaimana kita memilih untuk menghadapinya---bagaimana kita bertahan, berempati, dan berjuang untuk kebaikan meskipun dunia ini penuh dengan kejahatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun