Mohon tunggu...
Fadhel Fikri
Fadhel Fikri Mohon Tunggu... Penulis - Co-Founder Sophia Institute.

Co-Founder Sophia Institute Palu, serta pegiat filsafat dan sains.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Antara Mitos dan Kepercayaan

3 Agustus 2022   23:14 Diperbarui: 31 Desember 2023   09:58 621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Science and religion sumber: pexels.com

Artikel ini sebelumnya sudah diterbitkan di Sophia Institute dengan judul "Tentang Kepercayaan, Mitos, dan Kebenaran Baru di Masa Depan", yang telah diterbitkan ulang melalui persetujuan penulisan dan penerbitnya.

Kepercayaan adalah anggapan atau keyakinan bahwa sesuatu yang dipercayai itu benar atau nyata. Dalam agama sendiri kepercayaan lebih sering disebut dengan keimanan, yaitu meyakini akan adanya suatu kekuatan adikodrati atau transenden yang dapat menciptakan, mengatur, serta memusnakan seluruh kehidupan.

Namun seiring berkembangnya zaman, kepercayaan tersebut selalu mengalami perubahan dan pergantian. Dimana manusia berganti meyakini hal yang baru dan lalu menganggap bahwa kepercayaannya yang lama tak lebih dari sekadar mitos.

Di Yunani, jauh sebelum masehi, masyarakat sangat kental dengan kepercayaan-kepercayaan terhadap dewa-dewi. Segala sesuatu yang terjadi di dunia selalu dikaitkan dengan dewi-dewi tersebut. Misalnya, terjadinya petir di langit akan dianggap sebagai aktivitas Dewa Zeus, dan/atau tsunami yang dianggap sebagai hasil dari tindakan Poseidon. Hal ini sering terjadi mengingat pada masa itu kemajuan kognitif manusia masih belum mampu menjelaskan secara rasional tentang cara kerja alam tersebut.

Pada masa kekuasaan gereja di Eropa sekitar abad ke-17 dan 18, ilmu pengetahuan menjadi stagnan, sebab semuanya berada di bawah kaki geraja dan kebenaran dimonopoli oleh otoritas keagamaan. Saat itu, kebanyakan orang meyakini Geosentris (bumi sebagai pusat alam semesta) sebagai fakta dan kebenaran karena dianggap sesuai dengan dogma gereja.

Namun setelah kemunculan Copernicus dan Heliosentrisnya, dia menjungkirbalikkan kebenaran agama tersebut. Pengetahuan menyebabkan revolusi besar-besaran dalam sejarah ilmu pengetahuan umat manusia dan juga kenangan pahit bagi umat beragama. Inilah salah satu penyebab runtuhnya otoritas agama saat itu yang mana menginspirasi lahirnya corak berpikir ilmiah yang sampai hari ini masih dapat kita rasakan.

Di Indonesia sendiri, sebelum masuknya agama-agama 'import' terutama yang berasal dari Timteng (Timur Tengah), negeri ini memiliki ciri kepercayaannya tersendiri yaitu Animisme dan Dinamisme. Tak jarang, beragam ritual dilakukan guna mendapatkan perlindungan dari alam itu sendiri yang diyakini memiliki kekuatan transenden atau adikodrati. Seperti halnya di Yunani, masyarakat Indonesia pada zaman itu belum memiliki pengetahuan yang mumpuni jika dibandingkan dengan era sekarang ini.

Dengan pesatnya perkembangan pengetahuan dan teknologi manusia hingga hari ini, berbagai macam kepercayaan di atas pun perlahan memudar dan mulai dianggap sebagai mitos yang tidak perlu lagi untuk dipercayai. Mengingat segala persoalan yang ada pada zaman itu telah mampu dijelaskan oleh fakta-fakta ilmiah yang tak terbantahkan, seperti petir dan tsunami yang dapat dijelaskan proses terjadinya melalui bukti-bukti empiris dan membantah bahwa fenomena alam tersebut terjadi tanpa campur tangan Zeus ataupun Poseidon.

Begitu pula dengan kepercayaan animisme yang dapat di bantahkan oleh sains modern bahwa benda-benda sama sekali tidak memiliki jiwa atau kekuatan transenden yang dapat memberikan perlindungan apalagi mengabulkan permohonan.

Namun demikian, hilangnya kepercayaan-kepercayaan lama tersebut karena sains tidak serta merta menghilangkan kepercayaan-kepercayaan sejenis lainnya. Agama-agama atau kepercayaan-kepercayaan baru selalu hadir untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh kepercayaan-kepercayaan lama yang dianggap gagal bersaing. Dan kepercayaan semacam inilah yang hari ini kita pegang dan imani.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun