Mohon tunggu...
Fadhel Fikri
Fadhel Fikri Mohon Tunggu... Penulis - Co-Founder Sophia Institute.

Co-Founder Sophia Institute Palu, serta pegiat filsafat dan sains.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Budaya Pluralis Menurut Asghar Ali Engineer

20 Januari 2022   22:56 Diperbarui: 21 Januari 2022   03:00 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
What is cultural pluralism? (https://eng.agromassidayu.com)

SOPHIAINSTITUTE.ID-Indonesia merupakan salah satu bukti nyata adanya pluralitas. Negara dengan jumlah penduduk lebih dari dua ratus juta, yang menempati urutan ke empat dari jumlah penduduk negara terbanyak di dunia, ini tersebar di 34 provinsi. Dilansir dari kemdikbud.go.id sampai Agustus 2021 Indonesia memiliki 718 bahasa daerah. 

Sedangkan jumlah suku yang ada di Indonesia, dilansir dari Indonesia.go.id, adalah 1.340 suku bangsa. Dan di Indonesia tidak hanya mengakui satu agama, melainkan enam agama. Bhineka Tunggal Ika menjadi semboyan yang diharapkan dapat menjadi jembatan tentang penyatu kerukunan.

Meski sudah terdapat Bhineka Tunggal Ika yang menjadi semboyan negara dengan tujuan kerukunan, akan tetapi masih banyak kasus intoleransi yang terjadi di Indonesia. Seperti tragedi Sampit yang terjadi pada tahun 2001 dan kasus diskriminasi terhadap mahasiswa papua di Surabaya pada tahun 2019. 

Kasus intoleransi yang terjadi di Indonesia didominasi oleh kasus yang berhubungan dengan agama. Pada tahun 2020 terdapat 180 peristiwa pelanggaran KBB (Kondisi Kebebasan Beragama/Berkeyakinan) dengan 422 tindakan dan 24 rumah ibadah mengalami gangguan. Tidak sedikit umat Islam yang menjadi pelaku dari kasus-kasus itu. 

Padahal di dalam Al-Qur'an sudah terdapat penjelasan mengenai pluralitas yang memang telah diciptakan oleh Allah SWT. Pada kesempatan kali ini penulis akan sedikit mengulas mengenai pandangan Asghar Ali Engineer terhadap ayat tentang pluralitas.

Baca Juga: Kritik Santun: Menuju Masyarakat yang Beradab

Sekilas tentang Asghar Ali Engineer

Asghar Ali Engineer adalah seorang mufassir asal India. Beliau dilahirkan di Salumbar Rajashtan, India, pada tanggal 10 Maret 1939. Metode penafsiran yang digunakan oleh Asghar adalah meleburkan teks Al-Qur'an ke dalam konteks. Dengan kata lain, memahami ayat Al-Qur'an sesuai dengan kondisi sosial yang sedang terjadi. 

Dan juga membedakan dua aspek yang ada dalam Al-Qur'an, yaitu aspek normatif dan aspek kontekstual. Aspek normatif adalah aspek Al-Qur'an yang berisi mengenai persamaan, keadilan, dan kesetaraan. Sedangkan aspek kontekstual adalah aspek Al-Qur'an yang berisi mengenai respon terhadap permasalahan sosial pada masa diturunkannya Al-Qur'an.

Asghar Ali Engineer juga memperkenalkan corak teologi baru, yaitu teologi pembebasan. Teologi yang berisi tentang penekanan persamaan hak setiap manusia. 

Teologi yang juga berisi bahwa setiap manusia memiliki kebebasan dan keadilan yang sama serta berisi tentang penolakan terhadap segala bentuk eksploitasi manusi. Perumusan teologi pembebasan ini dilatarbelakangi oleh situasi masa kecilnya yang menghadapi kemelut sosial di daerahnya.

Pandangan Asghar Ali Engineer terhadap Ayat Pluralitas

Surat al Hujurat ayat 13 merupakan salah satu ayat yang sarat akan makna bahwa Allah memang menciptakan manusia dengan berbagai macam perbedaan, baik dari segi jenis kelamin sampai suku. Ayat ini juga berisi bahwa Allah menciptakan manusia berbeda-beda jenis dengan tujuan bisa untuk bersikap toleransi, karena manusia terbaik di sisi Allah diukur melalui ketakwaannya. 

Melalui teologi pembebasannya, Asghar mencoba untuk meminimalisir pertikaian yang ada karena disebabkan oleh ketimpangan, terutama ketimpangan sosial. Tidak akan ada perbedaan perlakuan antara si kaya dan si miskin, si kuat dan si lemah. Teologi pembebasan bisa menjadi sebuah sarana untuk mewujudkan sebuah kondisi yang adil.

Baca Juga: Antara Marxis dan Islam, Apakah Bertentangan?

Untuk persoalan plutaritas agama yang ada, khususnya di Indonesia, sering menjadi salah satu pemicu kasus intoleransi, ayat Al-Qur'an sendiri telah menjelaskan mengenai kebebasan untuk memeluk agama. Hal ini tertuang dalam surat al Baqarah ayat 256. Menurut Asghar, dalam ayat ini menjelaskan bahwa sikap keterbukaan, toleransi, saling menghormati dan tidak adanya paksaan dalam beragama merupakan aspek penting dalam pluralitas. 

Hal ini juga dikuatkan dengan adanya surat al Kafirun ayat 1-6 yang menjelaskan tentang kebebasan setiap manusia untuk menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinannya masing-masing. Karena dengan adanya sikap toleransi, pluralitas agama tidak akan menjadikan umat manusia menjadi terpecah belah.

Selanjutnya pada surat al Maidah ayat 48, dijelaskan mengenai pluralitas agama yang ada memang atas kehendak Allah. Hal ini bertujuan untuk menguji manusia mengenai perbedaan yang dihadapinya. 

Apakah bisa menyikapinya dengan baik sehingga menciptakan lingkungan yang harmonis atau malah sebaliknya. Asghar berpendapat bahwa semua agama yang ada di dunia berasal dari sumber yang sama. Akan tetapi setiap penerimanya mencerminkan dengan cara yang berbeda.

Toleransi Dalam Beragama

Asghar juga berpendapat bahwa surga tidak dimonopoli oleh sekelompok agama tertentu saja. Surga diperuntukan bagi semua orang yang berserah kepada Allah dan melakukan kebaikan. Sikap menganggap surga dimonopoli oleh sekelompok agama tertentu tidak lain karena kesalah pahaman memahami term kafir atau kufr. 

Asghar sendiri memaknai term kafir berbeda dengan pemahaman pada umumnya. Menurutnya, konsep kafir dalam Al-Qur'an tidak hanya diperuntukkan pada orang yang menentang beriman kepada Allah dan Nabi-nya. Asghar menganggap bahwa konsep kafir juga diperuntukkan bagi siapapun yang melakukan tindakan penindasan dan tidak ikut serta mewujudkan keadilan sosial.

Oleh karena itu, sikap toleransi sangat diperlukan untuk mewujudkan kondisi sosial yang harmonis. Tidak ada diskriminasi terhadap ras atau suku tertentu dan tidak ada paksaan terhadap kelompok agama tertentu untuk mengikuti apa yang telah menjadi keyakinan kita. 

Kita memang harus melakukan dakwah pada orang lain untuk masuk atau mengikuti apa yang kita yakini, akan tetapi dengan syarat dilakukan dengan lemah lembut, santun, dan tanpa adanya paksaan. Karena pluralitas adalah suatu hal yang tidak bisa terelakkan. Wallahu a'lam.

Baca Juga: Tentang Kepedulian dan Kepalsuannya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun