HMI tanpa filosofi, gamang, terombang-ambing. Pengkaderan tanpa strategi, berharap keajaiban skill para pengurusnya yang medioker. HMI tanpa ruh, berlindung pada konglomerat mendandani pengurus HMI yang hanya fasih mengejar kekuasaan dan mengolah proyek.
Para aktor HMI sudah saatnya melakukan intropeksi arah gerakan secara serius. Apakah ada yang salah dengan HMI? Apakah sistem kaderisasi HMI tidak lagi kontekstual pada zamannya atau memang orang yang bergabung dalam HMI tidak mempunyai kompetensi? Pertanyaan-pertanyaan tersebut sudah segera ditemukan jawabannya.
HMI harus kembali pada khittah organisasi, yaitu sebagai organisasi kader yang memiliki tujuan yaitu terbinanya insan akademis pencipta, pengabdi, yang bernafaskan islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang di ridhoi Allah.
Dan HMI juga harus kembali mensinergiskan nilai-nilai keislaman dalam lanskap ke-Indonesiaan. Dengan demikian, HMI bisa menjadi solusi bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal itu bisa dilakukan jika para aktor organisasi HMI mampu bersikap independen baik secara etis maupun organisatoris.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H