Mohon tunggu...
Georgius SegunarPadel
Georgius SegunarPadel Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

berani untuk memulai

Selanjutnya

Tutup

Diary

Kendala dan Kesan-kesan dalam Pastoral Stasioner

16 April 2021   19:10 Diperbarui: 16 April 2021   19:27 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selama menjalani kegiatan Pastoral Stasioner di Stasi St. Ambrosius Semangat Baris, Paroki St. Petrus dan Paulus Batu Lima, Keuskupan Agung Medan, saya menemukan bahwa masih banyak kendala atau hambatan baik yang berasal dari diri saya, dari umat maupun dari situasi lingkungan saat ini. Dari saya dengan penuh kesadaran saya menemukan bahwa saya masih memiliki banyak kekurangan dan kelemahan terutama yang berhubungan dengan kemampuan berpastoral. Dalam pelayanan saya seringkali masih merasa kurang percaya diri. Selain itu, saya juga menyadari bahwa saya tidak memiliki bakat seperti bernyanyi atau bermain musik sehingga kelihatan biasa-biasa saja. Padahal umat sangat mengharapkan kehadiran frater yang bisa bernyanyi dan bermain musik. Akan tetapi untuk mengatasi persoalan ini saya beberapa kali mencoba untuk membawa beberapa teman yang bisa bermain musik dan bernyanyi baik untuk mengiringi perayaan maupun untuk melatih koor. Saya juga sadar bahwa pengetahuan saya masih sangat minim. Sehingga masih banyak penjelasan ataupun pengajaran saya yang masih kurang menyentuh ataupun memuaskan umat.

Berkaitan dengan kendala, saya juga menemukan dalam hal berkomunikasi. Dimana dalam peribadatan, bahasa yang digunakan adalah bahasa Batak Toba. Sedangkan saya sendiri bukanlah berasal dari suku Batak Toba dan belum dapat berbicara bahasa Batak Toba. Situasi umatpun kebanyakan orangtua yang masih kental berbahasa daerah. Saya sangat kesulitan untuk berbicara dan membuat umat benar-benar dapat menerima dengan baik apa yang saya katakan. Perlahan-lahan saya mulai belajar dan dalam setiap katekese ataupun renungan, saya mencoba untuk menyisipkan istilah ataupun kata-kata dalam Bahasa Batak Toba untuk penekanan-penekanan tertentu. Dengan demikian inti ataupun makna dari apa yang diajarkan dapat mereka pahami.

Kendala lain yang saya temui dalam kegiatan pastoral stasioner tahun ini adalah saya tidak dapat menyelesaikan kegiatan pastoral ini sesuai dengan waktu yang ditentukan. Hal ini diakibatkan oleh mewabahnya virus corona atau covid-19 yang cukup berbahaya. Semua kegiatan peribadatan ditiadakan. Hal ini juga membuat kegiatan kerasulan saya terhenti. Akan tetapi saya beberapa kali mencoba untuk menghubungi pihak dewan stasi untuk mengingatkan umat agar tetap melaksanakan peribadatan di rumah masing-masing. Saya juga beberapa kali mengirimkan renungan harian dan renungan hari minggu kepada beberapa umat melalui facebook.

Kendala-kendala ini sebenarnya bukanlah suatu halangan yang dapat saya jadikan untuk membatasi kegiatatan kerasulan saya. Akan tetapi menuntut saya untuk lebih kreatif. Dengan segala kekurangan dan kelemahan saya, saya yakin Tuhan selalu ada dan menyertai saya. Tuhanlah yang menguatkan dan memampukan saya. Sehingga dengan segala keterbatasan, saya mampu berbagi apa yang saya miliki dengan cara saya sendiri. Kehadiran saya tetap dihargai dan diterima. Saya sangat bersyukur karena umat cukup memahami dan menerima saya apa adanya. Dari pengalaman ini, saya menemukan pelajaran berharga untuk menerima orang lain apa adanya.

Kegiatan Pastoral Stasioner yang saya jalani di Stasi St. Ambrosius Semangat Baris, Paroki St. Petrus dan Paulus Batu Lima, Keuskupan Agung Medan menggoreskan kenangan indah bagi saya. Ini merupakan pengalaman pastoral yang pertama dan menjadi pelajaran berharga bagi saya. Banyak hal yang saya temui di sana baik dalam hubungan dengan umat maupun situasi-situasi yang saya alami dalam di sana. Kehadiran saya sungguh dihargai dan diterima dengan baik.  Meskipun saya berasal dari suku yang berbeda. Umatnya ramah dan hospitalitasnya begitu tinggi. Mereka sangat kompak, saling bekerja sama, selalu semangat dan aktif.

Tidak banyak hal memang yang dapat saya lakukan di sana, tetapi begitu berkesan bagi saya. Kekurangan dan kelemahan saya begitu dihargai. Setiap kali saya berangkat ke sana, saya selalu dihidangkan makanan yang luar biasa. Senyum dan sapa mereka yang hangat menguatkan dan memberi motivasi kepada saya untuk melayani mereka dengan lebih semangat dan sepenuh hati. Saya sangat bangga dan bersyukur dapat mengalami kebersamaan bersama dengan mereka. Saya merasa semakin dikuatkan dan termotivsai untuk tetap setia menjalani hidup panggilan ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun