Mohon tunggu...
Fachry Hasani Habib
Fachry Hasani Habib Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -

Pencari Momen, Penulis Cerita, Pengejar Khayalan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Umpatan-umpatan Doa

12 Januari 2018   15:43 Diperbarui: 12 Januari 2018   15:47 548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://medium.com/@fachryhabib/umpatan-umpatan-doa-607942468bb9

"Don, ngapain sih lo? Ayo cepat, jangan kelamaan. Nanti ketahuan satpam rumah ini habislah kita." Doni tetap melihat langit kosong berkumat-kamit mulutnya melantunkan doa.

"Don, doa itu harus serius, kalau lo mau berdoa lo harus jadi orang baik, kita kan bukan orang baik Don, sudahlah ayo." Aku tetap berusaha menyadarkan Doni, untuk apa juga berdoa.

Orang-orang seperti Doni ini yang melecehkan maksud dan tujuan berdoa. Kalaupun memang Tuhan melihat, Tuhan juga akan paham orang seperti aku dan Doni tidak perlu berdoa. Mati pun Tuhan juga tidak akan menganggap kami mati.

Kami pun memanjat, mencari celah untuk masuk dari atap. Dengan memanfaatkan denah rumah yang diberikan Bos, kami dengan lancar dapat naik ke atap rumah yang langsung menuju atas langit-langit kamar Si Tukang Utang. Kami berdiri pada pondasi atap rumah. Aku buka sedikit langit-langit kamarnya, Doni mengikuti aku di belakangku. Kamarnya terang, lampu masih menyala, aku melihat ke bawah dengan hati-hati. Tetapi, tidak ada siapapun. Aku heran.

"Ben, ayo turun saja, daripada kelamaan, mungkin dia di kamar mandi." Doni sambil mendorong badanku agar kami turun ke kamar. Tapi aku bingung, biasanya tidak pernah seperti ini. Kami harus menunggu Si Tukang Utang tidur, entah bersama istri, anak, atau wanita lain. Lalu kami masuk, mengancam dengan suara keras, menodong Si Tukang Utang dengan golok dan pistol mainan. Kalau Si Tukang Utang tidak ada di kamar, bagaimana mungkin kami bisa melakukan ini seperti rencana biasanya.

"Gue udah berdoa, tenang aja Ben, pasti lancar kok.", dengan percaya diri Doni selalu mengatakan dia sudah berdoa dan kami akan aman.

"Lo doa apa sih?"

"Ya biar gue selamat Ben, bisa pulang ketemu anak istri, kenapa emang?"

"Lo gak berdoa biar kita selamat?"

"Hmmmm ya kan gue udah berdoa Ben, apa bedanya?"

Idiot juga si Doni ini, apa susahnya berdoa biar pekerjaan malam ini lancar dan kami selamat. Tapi untuk apa juga aku mempertanyakan hal itu, takut? Tentu saja tidak. Entahlah mengapa aku bertanya seperti itu kepada Doni. Setelah berpikir, akhirnya aku memberanikan diri untuk turun ke kamar yang terang itu. Desainnya minimalis, dengan warna kamar putih dan abu-abu muda. Enak juga tinggal di rumah ini pikirku. Doni langsung mengikuti untuk turun. Kami melihat sekeliling kamar untuk beberapa menit. Lalu membuka pintu kamar mandi di dalam kamar tidur, ternyata kosong tidak ada siapapun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun