Kedua, yang harus benar-benar di perhatikan adalah mens rea (tindakan jahat). Penting untuk dibuktikan bahwa tindakan yang dilakukan terhadap warga sipil Gaza adalah tindakan terstruktur yang memang diniatkan (dolus specialis) untuk menghabisi warga sipil Gaza secara keseluruhan maupun sebagian.
Membuktikan mens rea (tindakan jahat) memang bukan merupakan hal yang mudah, terutama dalam kejahatan genosida. Hakim pada Pengadilan Pidana Internasional untuk Rwanda (Internatioan; Criminal Tribunal forr Rwanda/"ICTR") menyatakan bahwa untuk dapat dituntut atas kejahatan genosida, sebuah perbuatan harus dilakukan terhadap satu atau orang beberapa orang, karena orang tersebut adalah anggota dari suatu kelompok. Alasannya harus spesifik karena mereka bagian darri kelompok tersebut. Jadi, korban dipilih bukan karena identitas individunya, melainkan karena keanggotaannya dalam suatu kelompok (etnis,ras, agama, kewarganegaraan).
Dipengadilan yang sama, hakim berpendapat bahwa mens rea (tindakan jahat) untuk melakukan kejahatan genosida, apabila tidak diakui oleh pelaku, dapat disimpulkan dari sejumlah perbuatan, di antaranya yaitu fakta jika terdakwa sengaja dan secara sistematis menargetkan serangan terhadap korban berdasarrkan kenanggotaan mereka dalam suatu kelompok, dan membiarkan orang-orang yang bukan merupakan bagian dari kelompok tersebut.
Melihat dari perbuatan yang dilakukan oleh Israel pada saat ini seharusnya diadili melalui Pengadilan Pidana Internasional sebagai kejahatan luar biasa, namun saat ini sulit untuk menyeret penjahat Israel ke Mahkamah Pidana Internasional. Walaupun sejumlah fakta yang ditemukan telah membuktikan bahwa israel telah melakukan pelanggaran berat terhadap perang. Karena Israel bukan negara yang meratifikasi Statuta Roma sehingga tidak dapat diadili di hadapan Mahkamah Pidana Internasional, Apabila melihat peristiwa di Palestina sebagai konflik agama, Palestina bersama Negara-Negara  Mayoritas Muslimlainnya meminta pertanggungjawaban kejahatan luar biasa Israel atas warga sipil Gaza di Mahkamah Pidana Internasional dengan cara mengajukan pengadilan Ad-Hoc, kemungkinan sangat kecil terjadi mengingat Amerika Serikat (AS) selalu melindungi Israel dan memiliki hak veto yang pasti akan digunakan pada saat pembentukkan pengadilan Ad-Hoc tribunal diajukan.
Walaupun sebelum-sebelumnya telah dilakukan beberapa upaya non-litigasi seperti negosiasi, yang menghasilkan gencatan senjata, namun bukan menjadi solusi bagi warga Gaza untuk terhindar dari kekejaman yang dilakukan oleh Israel.
Upaya saat ini yang dilakukan oleh Palestina yaitu dengan metode penyelesaian internasional secara kekerasan yang tetap berdasarkan aturan internasional, seperti pertikaian senjata, retorsi, blokade damai, dan yang saat ini dilakukan oleh Palestina yaitu reprasial yang dimana pembalasan yang dilakukan oleh suatu negara terhadap tindakan yang melanggar hukum dari negara lawan dalam suatu sengketa. Namun bisa dilihat bahwa kekuatan militer yang dimiliki oleh Palestina berbanding jauh yang dimiliki oleh Israel yang selalu dapat sokongan persenjataan dari Amerika Serikat (AS) dan negara-negara yang pro terhadap Israel.
Palestina bisa saja mendapat bantuan armada militer dari negara-negara Mayoritas Muslim, namun mengingat saat ini negara Mayoritas Muslim bagaikan anak ayam yang kehilangan induknya, tanpa komando, tanpa arahan, tanpa pelindung (Junnah), sehingga negara-negara Mayoritas Muslim yang lain seolah menutup mata karena tidak ada pimpinan Muslim dapat didengar untuk membantu sesama negara Mayoritas Muslim lainnya ketika membutuhkan bantuan seperi negara Palestina.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H