Oleh: Muhammad Fachrul Hudallah (Mahasiswa Universitas Wahid Hasyim Semarang)
"Manusia hanya bisa berdo'a dan berusaha, selebihnya Allah yang menentukan"
Mayoritas orang pasti akan berdo'a agar dapat berpuasa dan lebaran di rumah, terutama bagi perantau. Waktu saya kuliah, puasa dan lebaran ingin di rumah. Saya berdo'a agar puasa dapat pulang ke rumah untuk jualan. Nah, ketika do'aku dikabulkan, Aku malah susah. Ternyata, ada yang perlu direvisi.
Di masa Pandemi, banyak orang yang merasa susah dari mulai buruh pabrik, pedagang, buruh harian lepas, dan sebagainya. Semua nampak susah karena sulitnya mencari mata pencaharian buat hidup sehari-hari. Mereka susah mencati uang, tapi pemerintah cuma memperintahkan di rumah saja dan tidak memberikan bantuan sosial yang tepat sasaran.
Pastinya banyak yang mengalami hal tersebut. Nah saya juga sebagai pedagang kecil juga merasakan hal yang sama. Seolah-olah hidup saya di ambang batas mau sampai kapan hidup ketika usaha sepi dan tidak ada pemasukan di rumah. Kalau ini terjadi, nanti bukan meninggal karena corona, tetapi kelaparan.
Benar pemerintah menerapkan agar di rumah saja, tetapi bagi mereka sebagai tulang punggung keluarga jika masih di rumah saja, keluarganya mau makan apa? Daun?
Banyak masyarakat yang menaruhkan nyawanya di musim corona untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Tanpa uang, mereka tidak bisa makan. Karena makan adalah salah satu kebutuhan selain sandang lan papan.
Mayoritas orang ingin berbondong-bondong dari perantauan untuk berkumpul bersama keluarga agar dapat bertemu dengan sanak saudaranya ketika lebaran. Nah, itu keinginan para perantau. Jika keinginan para pedagang juga hampir sama, tetapi ada yang beda. Pedagang ingin pulang ke rumah untuk jualan atau biasa di sebut "mremo" dalan menyambut lebaran.
Lagi-lagi, jalan sudah seperti kuburan dan pasar juga demikian. Pedagang mengeluh karena mereka tidak memiliki cukup pemasukan. Daripada pemasukannya, pengeluarannya justru lebih banyak. Saya menyaksikan sendiri peristiwa di pasar dan bercengkrama dengan para pedagang. Seharusnya, di bulan ramadhan mereka bisa menabung, tetapi di tahun 2020 ternyata tidak sesuai angan-angan.
Ada yang memiliki impian mau membeli tanah, rumah, toko, atau sekedar menyewa setelah bulan ramadhan ini. Ternyata harapan pupus di tengah jalan karena corona menerjang. Nah bagi rakyat dengan ekonomi menengah ke bawah, saat ini memang benar-benar tenggelam.
Mau keluar ada corona, mau di rumah kelaparan. Hal itu membuat bingung para tulang punggung keluarga. Walaupun hanya memiliki satu nyawa, mereka tetap bekerja demi memenuhi kebutuhan keluarga. Mereka tidak seperti naruto yang memiliki jurus 1000 bayangan. Jadi, mereka satu dan mempertaruhkan hidup untuk keluarganya.
Seorang tulang punggung keluarga itu hebat. Walaupun mereka tidak memiliki jurus seperti di serial naruto, mereka tetap kuat. Mereka mempertaruhkan nyawanya demi keluarga tercinta. Pertanyaannya, jika tidak dia yang mempertaruhkan nyawa buat keluarganya, lalu siapa?
Saya kira tidak hanya pedagang yang mengalami efeknya, tetapi juga yang lain, contohnya buruh pabrik. Pastinya, seorang perantau yang menjadi buruh pabrik ingin pulang ke rumah waktu puasa dan lebaran. Mereka ingin menyenangkan keluarga dan saudara-saudaranya. Tetapi sungguh sama, malang nasibnya. Mereka di PHK karena musim corona. Peristiwa itu hampir sama dirasakan dari segala profesi.
Angan-angan saya waktu kuliah sebelum datangnya puasa kan ada salah satu tradisi yang namanya "Dandhangan." Mungkin orang Jawa Tengah paham tradisi tersebut, terutama Kudus. Saya pernah bicara sama teman untuk mengijinkan kuliah selama 10 hari karena ingin berjualan saat acara dandhangan. Harapanku malah kampus meliburkan mahasiswanya dengan alasan menyambut bulan puasa.
Aku sudah merencanakan strateginya, tetapi meleset. Aduh, udah berdo'a dan bersiap-siap malah pupus. Di acara dandhangan, banyak pedagang kaki lima yang berjualan di kota dan memenuhi ruas jalan. Tidak hanya dari kota asal, tetapi juga kota lain.
Aku menunggu, begitupun juga pedagang lain yang sama sepertiku. Nah-nah karena corona kita tidak bisa berjualan dengan khidmat. Mungkin dapat sedikit dilupakan acara dandhangan, tetapi bekas masih tetap ada. Di masa ramadhan juga sama, pasar seperti kuburan dan toko seperti objek foto yang jarang orang datang.
Ramadhan kali ini sepi, benar-benar sepi. Aku pengen ngeluh mengenai sepinya pasar. Tapi, pasti juga orang lain merasa sedih. Aku dengar berkali-kali keluhan dari mereka. Apalagi, dari mereka dari ekonomi menengah ke bawah. Yang aku rasakan, mungkin banyak orang juga yang merasakan kesedihan ini.
Ini do'aku? ya benar. Do'aku adalah ingin puasa di rumah untuk mremo dan lebaran di rumah. Do'aku bukan didatangkan virus corona. Do'aku memang dikabulkan untuk pulang ke rumah, tetapi aku sama sekali tidak do'a untuk datangnya virus. Andai aku bisa merevisi do'aku yang telah terkirim, pasti akan aku ubah do'aku alias revisi.
Nah-nah balik lagi ke masalah ekonomi. Kalau pendanaan bantuan sosial macet di pemerintah, nasib rakyatnya gimana?
Di Indonesia banyak orang miskin? Banyak. Banyak orang kaya? Banyak. Kan banyak itu jamak yang artinya lebih dari tiga. Nah ketika orang dengan ekonomi menengah ke bawah ini dibiarkan dan tidak diberikan ulur tangan dari pemerintah, akan mengalami kesusahan. Saya juga merasakan hal yang sama. Ayolah pemerintah, berikan bantuan untuk masyarakat.
Ketika pemerintah pusat menurunkan bantuan dana kepada pemerintah daerah, tolong diawasi. Nah apalagi kalau udah masuk ke desa, perlu pengawasan yang ketat. Bisa saja, bantuan itu diberikan kepada orang terdekatnya. Nah itu kan bahaya.
Sebenarnya, Pemerintah itu kan dipilih dari rakyat. Udahlah jangan hanya datang saat pemilu aja. Waktu kontestasi pemilu berbondong-bondong saingan kasih uang, sekarang malah ngilang.
Oh iya maafkan aku Tuhan, mungkin do'aku ada yang salah. Aku ingin merevisinya lagi. Tarik lagi virus corona ini agar semua masyarakat tetap harmonis. Berilah kesempatan agar puasa dan lebaran ini dapat berkumpul dengan keluarga. Jadi, sampai sini mungkin saya bisa menyampaikan keluh kesah. Terimakasih sudah membaca dan semoga kalian kuat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H