Kadang juga bersama teman-teman berendam berjam-jam sambil melempar macam-macam cerita lepas penuh canda tawa.Â
Sayangnya kini dermaga kayu di Tentena telah lapuk dan mulai rusak.
Di dermaga ini saya sering mengambil ancang-ancang untuk melompat menceburkan diri ke danau.
Di warung-warung makan Kota Tentena tak jarang saya mampir mengisi perut yang kosong. Makan mie ayam di sore hari, atau memesan menu lalapan di sari laut di Mas Joko. Sekali-kali jika sehabis gajian, saya makan di Onggabale dengan menu ikan mujair yang nikmat.
Di malam minggu saya kerap menghabiskan malam dan menikmati musik akustik di cafe Wayout. Kadang ramai-ramai bersama teman, tak jarang juga hanya sendiri nongkrong di sana. Kini sudah banyak cafe-cafe lain yang modern, tapi bagi saya cafe Wayout adalah legend.
Saya sering berbelanja di Trilyun Mart. Toko ini adalah andalan tempat berbelanja keperluan sehari-hari di masa awal saya sampai di Tentena.
Lama-kelamaan, Trilyun Mart meredup. Saya lalu berpindah tempat belanja di Fresh Mart atau di Mulya Mart di samping SPBU yang sering mengantri BBM. Kini sejak dimasuki toko swalayan berdana besar, Alfamart, toko-toko langganan belanja saya tadi mulai sepi.
Saya dan istri sepakat mengangkat Kota Tentena sebagai kota perjuangan bagi keluarga kecil kami. Bagaimana tidak, sehabis menikah saya langsung mengajak istri untuk menetap di Tentena.
Berbulan-bulan kami tinggal dan merasakan keramahan kota ini. Setiap hari setelah saya berangkat kerja, istri saya akan meluncur ke pasar, berbelanja ikan, sayur, dan macam-macam kebutuhan rumah kami. Ia punya beberapa teman dan langganan sayur disini. Hehe
Kota Tentena telah mengisi sepetak kamar kenangan dalam hati saya. Saya mencintai kota ini dan berharap segala hal yang terbaik akan terjadi disini, sekarang dan di masa yang akan datang.
Madago-dago ri jaya, Tentena !