Pohon-pohon pinus kokoh berdiri walaupun jumlahnya tidak sebanyak sebelum terkena erupsi. Beberapa pohon yang saya lihat banyak yang berdiri tegak, tapi kering kerontang tak berdaun alias mati.Â
Tapi pohon tersebut tidak dirobohkan karena menjadi rumah idaman bagi sekelompok burung Perling bermata merah. Burung yang sekilas terlihat menyeramkan tersebut bersama koloninya membuat sarang di setiap rongga atau lubang dari pohon pinus yang sudah mati itu.
Kami juga sempat melihat aktivitas si Perling dengan teropong dan monokuler di spot pengamatan burung yang bertempat di dekat gerbang masuk Plunyon.Â
Disana tingkah laku lincah si Perling bisa langsung kami lihat secara jelas, dari mulai keluar masuk sarang hingga ada yang saling bercumbu dengan pasangannya, hehe.. Jujur saja, saya baru pertama kali melihat jenis burung seperti itu, berbulu hitam, bermata merah dan memiliki suara yang khas. sebuah pengalaman berharga yang saya dapatkan dari lembah kalikuning ini.
Menyibak ilalang dan meniti pipa-pipa PDAM yang letaknya tak beraturan harus kami lakukan untuk sampai ke tempat yang ingin kami tuju, di beberapa titik jalan juga menjadi licin karena ada air mancur dadakan yang muncrat dari pipa-pipa air yang bocor.
Setelah melalui berbagai medan jalan yang cukup menyulitkan, akhirnya kami sampai di umbul temanten. Kesegaran semakin terasa karena di umbul temanten terdapat dua mata air, yaitu "umbul wadon" yang memiliki aliran air yang tenang dan "umbul lanang" dengan mata airnya yang mengalir deras.Â
Kedua mata air tersebut menjadi sumber air yang penting karena mengaliri daerah-daerah yang berada di bawahnya. Saya sempat meminum langsung air dari sumber mata air umbul lanang, rasanya terasa segar dan insya Allah aman untuk dikonsumsi.
Walaupun lelah terasa dan tangan agak gatal-gatal karena sibuk buat nyibak ilalang, tapi rasa kebersamaan, kesejukan dan ketentraman yang kami rasakan seakan merontohkan rasa keluh-kesah yang mungkin sebelumnya hingggap dalam diri kami.