"Bambu seharusnya tidak dilupakan, tetapi digarap serius karena tanaman ini merupakan tanaman masa depan. Bambu berjasa dalam memerdekaan bangsa Indonesia, tetapi sekarang dilupakan. Cenderung menjadi tanaman liar, belum ada perkebunan, padahal bambu adalah tanaman masa depan. Kelak pakaian kita terbuat dari serat bambu, seperti yang sudah diteliti di Jepang, kualitasnya lebih baik. Tanaman ini ada ribuan manfaatnya, tapi sayang kita tidak tahu ada berapa hektar tanaman bambu di Indonesia. Kita tidak tahu bagaimana cara menanamnya. Kita tidak tahu bagaimana industrinya. Kita tidak tahu apa yang kita punya". (Jatnika Nanggamiharja)
Kutipan diatas adalah keresahan  dari seorang Jatnika Nanggamiharja,  aktivis lingkungan yang selama hidupnya didedikasikan untuk melestarikan bambu. Dia menyayangkan kondisi bambu yang saat ini cenderung diliarkan alias tidak dipedulikan. Masyarakat kurang tanggap bagaimana menjadikan bambu sebagai sebuah hal yang berguna dan bermanfaat, padahal bambu mempunyai ribuan manfaat mulai dari manfaat budaya, ekonomi, dan lingkungan. Khusus dalam hal ekonomi, bambu selalu bisa membuktikan sebagai bahan baku yang dapat diandalkan dalam berbagai aplikasi praktis. Perhatian terhadap produksi bambu mulai meningkat di semua benua baik Asia, Afrika, maupun Amerika. Permintaan bambu secara global juga tumbuh lebih cepat dari tingkat ketersediaannya, sehingga  bambu akan terus menjadi komoditas industri yang semakin berharga dan diperhitungkan.
Mungkin kalau saya diberi kesempatan untuk bertemu dengan Pak Jatnika, Saya akan ajak jalan-jalan beliau untuk mengobati keresahannya dengan mengunjungi salah satu perusahaan kerajinan bambu yang produknya sudah terkenal sampai ke mancanegara. Pabriknya tidak berada di tengah kota atau di pinggir jalan raya, tapi di sebuah dusun. Dari sanalah berbagai macam produk kerajinan bambu hasil karya warga sudah berhasil di ekspor ke eropa, amerika, asia, dan australia. Nama perusahaan tersebut adalah Tunggak Semi, tempatnya terletak di Dusun Malangan, Desa Sumberagung, Kecamatan Moyudan, Kabupaten Sleman.
 Beberapa waktu yang lalu, tepatnya pada hari Sabtu 11 Maret 2017, saya bersama teman-teman blogger dan kompasianer jogja diberi kesempatan untuk bisa mengunjungi desa tempat pabrik kerajinan bambu itu berada. Membutuhkan waktu sekitar 35 menit dari pusat kota untuk bisa sampai ke desa tersebut. Sejak tahun 1998, Dusun Malangan memang sudah ditetapkan oleh pemerintah setempat sebagai salah satu desa wisata di Kabupaten Sleman. Potensi kerajinan bambu yang sudah mendunia adalah salah satu alasan mengapa malangan dijadikan ikon sebagai desa wisata di Sleman.
Selamat datang di Desa Wisata Malangan (dokpri)
Berkunjung ke desa wisata malangan terasa asyik karena saya diberi kesempatan untuk mengelilingi desa sambil bersepeda. Ngontel sambil menyapa masyarakat dan mengunjungi tempat-tempat yang menarik tentu sangat mengasyikkan, karena jarang-jarang saya melakukan aktivitas seperti ini. Sehabis istrahat sejenak dan makan siang, saya beserta rombongan pun diajak ke pabrik kerajinan bambu Tunggak Semi. Untuk menuju kesana kita jalan kaki, karena tempatnya cuma di seberang sekretariat pokdarwis desa wisata malangan. Pabrik tunggak semi siang itu sangat sibuk dengan aktivitas para pekerjanya, di luar para ibu-ibu terlihat menjemur semacam tali tambang yang terbuat dari serutan bambu.
Suasana di luar Pabrik (dokpri)
Masuk ke dalam pabrik, saya semakin menemukan kesibukan puluhan para pekerja baik laki-laki maupun perempuan yang terlihat fokus menggarap pekerjaannya masing-masing. Ada yang mengayam bambu, mengamplas, memotong dan melakukan pewarnaan. Semuanya dilakukan dengan sangat detal dan rapi. Melihat kerajinan bambu tunggak semi semakin membuat saya kagum akan kreasi dari warga malangan. Beragama macam produk sudah diciptakan, mulai hal yang sederhana seperti besek, keranjang sampai dengan perabotan rumah tangga dengan berbagai macam bentuk. Meskipun lahir dari tangan-tangan orang desa, jangan anggap karya mereka sebagai hasil yang murahan. 95% pemasarannya sudah sampai ke mancanegara, jadi bisa dilihat sendiri harga yang mahal bisa tercipta dari produk-produk yang dihasilkan mereka.
Suasana di dalam Pabrik Tunggak Semi (dokpri)
Kesibuka ibu-ibu pengrajin bambu Tunggak Semi (dokpri)
Tunggak Semi adalah filosofi dari tunggak bambu yang bila dipotong akan tumbuh kembali, harapannya usaha yang dijalankan dapat tumbuh dan terus berkembang. Sebuah filosofi menarik dari sebuah perusahaan yang dibesarkan oleh Alm.Bapak Amad Saidi, sejak tahun 1965 beliau mulai mengembangkan Tunggak Semi agar bisa dikenal sampai ke mancanegara. Pada mulanya usaha ini hanya dikembangkan oleh sebatas keluarga, tapi berkat keuletan dan kerja keras dari Pak Amad Saidi, Tunggak Semii bisa  berkembang dan menjadi besar. Puncaknya pada tahun 1974, order pertama dengan jumlah besar datang dari Selandia Baru. Melalui salah satu konsumennya PT.Panca Niaga, akhirnya produk kerajinan bambu tunggak semi sukses di ekspor hingga sampai Selandia Baru. Sejak saat itulah Tunggak Semi perlahan mulai melebarkan sayap dan bisa sukses sampai sekarang. Bapak Amad Saidi sangat berjasa besar mengangkat derajat para pengrajin bambu dari sleman ke tingkat dunia.
Pada tahun 1990 an Kerajinan bambu dari malangan semakin dikenal luas dan sudah di ekspor ke berbagai belahan dunia karena kualitas dan kapasitasnya. Terobosan baru pun dibuat pak Saidi dengan melakukan kerja sama dengan pengrajin daerah, sehingga bisa membuat plasma (anak angkat) yang tersebar di Kabupaten Sleman, Kulonprogo, Bantul, Purworejo, Kebumen, Banyumas, dan Magetan untuk melayanai pesanan dari eksportir. Pak Saidi harus melepas Tunggak Semi pada tahun 2006 karena beliau wafat, tongkat estafet kepemimpinan pun beralih kepada anak ke-3 nya yang bernama Bapak Suryadi. Dengan kepemimpinan Suryadi, Tunggak Semi saat ini sudah bisa melaksanakan kerjasama di Asia, Eropa, bahkan Amerika dengan memperkerjakan sekitar 150 orang di pabrik. Bahkan jumlah pekerja di pabrik bisa bertambah banyak saat permintaan pesanan sedang tinggi.
Salah satu produk kerajinan bambu Tunggak Semi (dokpri)
Siang Itu Pak Suryadi menjelaskan kepada kami tentang perkembangan usaha kerajinan bambu tunggak semi yang sedang dijalankan saat ini.  Beliau banyak cerita tentang pembuatan produknya yang ternyata harus sesuai perminta pelanggan yang kebanyakan tersebar di  Eropa, Asia, Australia, dan Amerika. Para pelanggan tidak memesan lewat online seperti yang sedang ngetrend saat ini, tapi mereka langsung datang ke pabrik dengan membawa model produk yang nanti akan dipesan. Setelah kesepakatan pembuatan produk tercapai, produksi secara massal akan dilakukan dengan melibatkan ratusan pekerja pabrik. Setelah produk jadi, baru akan di ekspor ke negara sang pemesan. 95% produk tunggak semi sudah menerapkan sistem eskpor, omset yang di dapat pun bisa mencapai 150 juta-400 juta setiap bulan.
Pak Suryadi, pimpinan Tunggak Semi saat ini (foto by Mas Nuzulul Arifin)
Setelah puas berkeliling di dalam pabrik dan ngobrol santai dengan Pak Suryadi, saya akhirnya beralih ke sebuah bangunan bercat putih yang letaknya persis di belakang pabrik. Bangunan tersebut adalah showroom tempat menyimpan berbagai produk kerajinan bambu Tunggak Semi. Mata ini seakan tak lelah melihat keindahan seni dan variasi dari produk-produk yang dipamerkan disana, berbagai model kerajinan bambu yang begitu beragam dan mempunyai nilai seni yang sangat tinggi membuat saya semakin semakin kagum dengan kreativitas warga Malangan. Dan yang lebih hebatnya lagi,produk-produk di showroom tersebut tetap kelihatan bagus dan tidak ada cacatnya meskipun sebagian  produk yang ada disana tidak lolos uji kelayakan kualitas ekspor. Produk-produk yang sudah dipamerkan tersebut juga bisa dibeli oleh pengunjung dengan harga yang variatif.
Produk-produk yang dipamerkan di showroom (dokpri)
Berakhir sudah petualangan saya mengexplore pabrik kerajinan bambu Tunggak Semi. Banyak nilai-nilai yang saya dapatkan ketika melihat betapa gigihnya para pengrajin kerajinan bambu dalam menciptakan beragam produk yang sangat berkualitas dan bahkan diakui dunia. Bambu yang semula dianggap remeh dan tidak berharga, bisa menjadi sebuah hasil karya seni luar biasa yang bisa membuat orang asing tertarik untuk memilikinya. Dan sangat disayangkan, usaha seperti ini terlihat belum dihargai di negeri sendiri. Orang di luar negeri sepertinya malah lebih tertarik untuk membayar mahal atas hasil karya yang mereka buat
Lihat Travel Story Selengkapnya