Mohon tunggu...
Muhamad Fachrudin
Muhamad Fachrudin Mohon Tunggu... -

cinta damai

Selanjutnya

Tutup

Money

Essay On The Spot: Globalisasi

23 November 2015   14:27 Diperbarui: 23 November 2015   14:37 1686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pendahuluan
      Alvin Toffler pernah mempredikasi bahwa setelah melewati era pertanian kemudian industri maka selanjutnya adalah era dimana teknologi informasi memiliki peranan yang sangat penting yang disebut era Informasi. Dengan semakin meningkatnya transportasi dan komunikasi antar negara menyebabkan hubungan dan ketergantungan antar bangsa melalui perdagangan, pariwisata, dan investasi menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya antar negara menjadi bias. Hal ini menjadi proses alamiah yang membawa seluruh bangsa dan negara di dunia semakin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru yang bersifat universal atau global yang di identifikasi sebagai Era Globalisasi.


      Di era Globalisasi, semua sistem akan melewati uji kompetisi dan meloloskan hanya satu sistem yang berlaku secara universal. Proses Globalisasi akan menghapus identitas dan jati diri dan menggantikannya dengan ciri universal. Kebudayaan local atau etnis akan ditelan oleh kekuatan budaya global. Globalisasi akan membawa kepada keseragaman (uniform)


Beberapa Fenomena di era Globalisasi


       Hubungan interaksi antara manusia, mempercepat transfer berita, teknologi, budaya, fashion cara berpikir dan ideologi dari negara-negara yang lebih maju kepada negara-negara berkembang.Perdagangan dunia akan semakin effisien dimana spesialisasi produk akan meningkatkan produktivitas ekonomi dunia. Negara-negara berkembang akan lebih cepat menyetarakan ekonominya dengan negara-negara maju. Jepang dan Korea Selatan merupakan contoh negara yang bisa mengambil keuntungan dari globalisasi.

Liberalisasi ekonomi tidak bisa dihindarkan oleh seluruh negara-negara di seluruh dunia. Negara yang mempunyai daya saing tinggi dan sanggup memperluas ekspor akan menjadi negara maju. Negara yang terlibat dalam liberalisasi ekonomi tetapi tidak mempunyai daya saing akan menjadi jajahan ekonomi negara lain. Negara yang menjauhkan diri dari liberalisasi ekonomi dan justru menutup diri dari perdagangan bebas dunia akan terjerembab dalam kemiskinan.


       Ideologi yang menjadi pemenang di era globalisasi akan menjadi ciri ideology dunia yaitu ideology demokrasi. Sistem hukum dunia akan mengarah kepada system seragam mengacu berdasarkan hak azasi manusia (human right). Kebebasan masyarakat dalam berpikir dan berpendapat akan menjadi ciri masyarakat global.


      Persaingan menyebabkan adanya bangsa yang tertekan karena tidak mempunyai daya saing atau tidak mampu bersaing dengan bangsa lain sehingga menutup diri dari arus globalisasi. Untuk mempertahankan pemerintahan dan mendapatkan dukungan rakyat, penguasa akan mempropagandakan anti demokrasi, anti budaya asing dan menumbuhkan chauvinism (nasionalisme berlebihan) yang fasis . Bangsa fasis cenderung reaktif dan bermusuhan terhadap bangsa lain yang pada akhirnya bisa menimbulkan peperangan.

Paradox Globalisasi
      Arus globalisasi sebagai suatu aksi akan mendapat balasan dari suatu reaksi yang menyebabkan terjadinya paradox globalisasi. Kemajuan teknologi komunikasi dan transportasi memang telah membuat jarak antar negara menjadi tidak tak berguna, tetapi pemikiran terhadap fenomena negative globalisasi membuat negara tertentu akan menutup diri dari arus globalisasi.


      John Naisbitt (1988), dalam bukunya yang berjudul Global Paradox, mengemukakan pokok-pokok pikiran tentang paradox globalisasi. Semakin dunia terkoneksi secara global, tindakan sebagian masyarakat justru semakin kesukuan (etnik). Semakin budaya berakulturasi membentuk budaya yang universal, keinginan menunjukkan identitas yang berbeda dengan bangsa lain semakin kuat. Nilai-nilai keagamaan akan semakin kuat dengan munculnya radikalisme.


      Negara Iran di bawah pemerintahan Shah Palevi (1960-an) berkembang menjadi kekuatan besar di timur tengah. Bukan hanya karena kesejahteraan sebagai ekportir minyak, tetapi juga bisa memanfaatkan transfer teknologi dari negara Amerika Serikat sehingga menjadi negara yang lebih maju dibandingkan negara Jepang pada saat tersebut. Tahun 1979 terjadi revolusi rakyat menjatuhkan kerajaan Iran. Negara Iran menjadi negara demokrasi dengan mengadakan pemilihan umum yang terus berlangsung sampai kini. Namun demokrasi di Iran tidak menjadikan masyarakat bebas dalam berpikir dan berpendapat. Hanya dalam waktu satu decade, Negara Iran mengalami kemunduran peradaban jauh tertinggal dibanding Jepang bahkan Korea Selatan.
Fenomena yang terjadi di Indonesia
      Indonesia memasuki masa pertumbuhan ekonomi tinggi ketika jaman orde baru. Pendapatan per kapita mengalami peningkatan dari US$ 70 menjadi lebih dari US$ 600 tahun 1990. Tahun 1995, Indonesia dikategorikan sebagai negara industry baru (NICs). Peningkatan ekonomi pada Pemerintahan orde baru tidak diimbangi pembangunan demokrasi.

Pemerintah hanya mengakui keberadaan 3 partai. Walaupun ketiga partai ini mendapat control dari pemerintah, tetapi pemerintah hanya mendukung partai Golongan Karya (Golkar). Kedua partai lainnya hanyalah sebagai peredam gejolak politik baik dari sayap kanan (demokrasi) maupun sayap kiri (islamis).


      Arus globalisasi sangat terasa ketika Krisis moneter global tahun 1997. Penurunan mata uang bath di Thailand menyeret seluruh mata uang negara-negara Asia yang pertumbuhan ekonominya sangat tinggi. Keseragaman system di era globalisasi yaitu demokrasi akhirnya terjadi di Indonesia dengan diadakannya pemilihan langsung di tahun 1999. Namun dengan demokrasi, Paradox globalisasi terjadi juga di Indonesia. Kesukuan pada masyarakat Indonesia semakin kuat dengan terjadinya konflik-konflik etnik dan agama.

Timor timur melepaskan diri dari negara Indonesia. Gerakan Aceh Merdeka semakin kuat dan diredam dengan dispensasi pemberlakuan hukum syariah. Semakin menguatnya keinginan permberlakuan hukum syariah yang diwarnai adanya perda-perda syariah. Radikalisme pada masa reformasi semakin memiliki peranan dibandingkan dengan masa orde baru.


Kesimpulan
Globalisasi dapat dijadikan peluang apabila bangsa memiliki daya saing kuat. Korea Selatan dapat dijadikan contoh yang siap menghadapi globalisasi dan sanggup mengambil manfaat sehingga dapat menjadi negara maju. Paradox globalisasi dapat menyebabkan suatu bangsa kembali kepada kemunduran.

dikutip dari peserta LPDP

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun