Mohon tunggu...
Muhammad Fachri
Muhammad Fachri Mohon Tunggu... Freelancer - Manusia biasa

Penulis pemula yang masih terus belajar

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Merawat Kesehatan Mental dengan Filsafat

5 Januari 2023   19:53 Diperbarui: 5 Januari 2023   20:00 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Akhir-akhir ini kita sering mendengar cerita tentang orang-orang yang mengalami masalah pada  mental heatlh-nya, entah itu karena stres, depresi, rasa cemas yang berlebih, ataupun menanggapi sesuatu secara lebay. Seiring dengan meluasnya pengetahuan tentang kesehatan mental, kemudian mulai banyak orang yang mulai aware dengan hal-hal yang dapat mengganggu kesehatan mental mereka, dan itu baik. 

Ada sebuah metode atau cara yang kini mulai banyak digunakan oleh orang-orang untuk merawat kesehatan mental, yaitu dengan memisahkan hal-hal yang bisa kita kendalikan dan yang tidak bisa kita kendalikan. Sebenarnya cara ini sudah dikenal sejak sekitar 2000 tahun yang lalu oleh para penganut filsafat stoisisme dengan nama dikotomi kendali. Bagaimana cara filsafat stoisisme melakukan dikotomi kendali?

Dikotomi Kendali

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa dikotomi kendali merupakan pembagian antara hal-hal yang dapat kita kendalikan dan yang tidak dapat kita kendalikan. 

Secara sederhana, hal-hal yang dapat kita kendalikan adalah hal-hal yang berasal dari dalam diri kita, seperti pendapat diri sendiri, tindakan, dan juga persepsi kita terhadap sesuatu, sedangkan hal-hal yang tidak dapat kita kendalikan adalah hal-hal yang berasal dari luar diri kita, seperti apa yang dilakukan orang lain terhadap kita, kebijakan pemerintah, kondisi lingkungan alam di sekitar kita, hingga hal-hal yang baru saja kita alami. Kita perlu mengerti mengapa hal tersebut sangatlah penting.

Selama kita hidup telah banyak kejadian atau peristiwa yang telah kita lewati, dan terkadang kejadian tersebut bisa membuat kita merasa stres, kecewa, atau yang lainnya. 

Contohnya adalah ketika kita terjebak macet di jalan saat berangkat kerja. Kondisi jalanan tidaklah dapat kita prediksi meskipun setiap hari kita melewatinya di jam yang sama. Setiap hari pasti saja ada hal-hal yang dapat memungkinkan terjadinya kemacetan, entah itu perbaikan jalan, penggalian kabel, tumpahan minyak atau pasir, hingga kecelakaan. 

Dari contoh tersebut kita dapat melakukan pembagian dikotomi kendali. Memilih jalan mana yang akan dilalui, jam berapa akan berangkat kerja, dan seberapa kencang laju kendaraan kita adalah hal yang dapat kita kendalikan. 

Namun begitu ketika di hadapan kita tiba-tiba ada kemacetan, itulah hal yang tidak dapat kita kendalikan. Ketika menghadapi yang seperti itu, seringkali reaksi pertama kita adalah marah atau menggerutu. Marah atau menggerutu merupakan reflelks dari ekspektasi kita terhadap jalanan yang lancar namun tidak terwujud. Kita menjadi kecewa terhadapnya, padahal kondisi jalan adalah hal yang berada di luar diri kita yang tidak dapat kita kendalikan. 

Filsafat stoisisme juga mengajarkan untuk tidak meletakkan ekspektasi pada hal-hal yang tidak dapat kita kendalikan, bahkan lebih cenderung untuk mengajarkan untuk mempersiapkan kemungkinan terburuk yang akan terjadi, dan terjebak kemacetan adalah salah satu kemungkinan buruk yang akan terjadi selama kita berada di jalan. 

Ketika kita terjebak di tengah kemacetan, hal yang dapat kita kendalikan adalah persepsi kita terhadap kemacetan tersebut. Orang yang marah, kesal, dan menggerutu ketika terjebak kemacetan pada contoh ini adalah orang yang persepsinya dikendalikan oleh hal lain, entah itu ekspektasi ataupun hal lain, sehingga orang-orang yang seperti ini cenderung lebih mudah untuk merasakan stres, bahkan ketika ia merespon kemacetan ini secara lebay, ia mungkin saja terkena depresi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun