Mohon tunggu...
Muhammad Fachri
Muhammad Fachri Mohon Tunggu... Freelancer - Manusia biasa

Penulis pemula yang masih terus belajar

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Tidak Ada yang Benar-Benar Realistis dalam Memilih Pekerjaan

15 Februari 2022   14:34 Diperbarui: 15 Februari 2022   14:52 715
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bagi lulusan baru alias fresh graduated seperti saya, sepertinya membicarakan pekerjaan, entah itu karena bingung mau bekerja di mana ataupun mengeluh tidak lolos tes masuk kerja, adalah hal yang wajib. Sejak lulus kemarin, saya telah membicarakan hal tersebut dengan berbagai macam teman, yang laki-laki, yang perempuan, yang otaknya encer, hingga yang otaknya pas-pasan seperti saya. Namun belum lama ini, saya membahas mengenai "pekerjaan idaman orang tua" dengan seorang teman saya. Dengan segala persepsi saya mengenai lingkungan kerja di sana, kemudian terjadi penggalan percakapan yang seperti ini

"Makanya itu juga yang bikin anak-anak muda sekarang pada mager masuk situu wkwk"

"Gak juga sih. Masih ada yang realistis untuk hidupnya wkwk"

"Realistis kan gak harus kerja di sana wkwk"

Untuk kalimat yang terakhir, saya berpikir bahwa mungkin saja bagi seseorang, ukuran realistis dalam bekerja itu menjadi seorang pedagang atau pengusaha, atau bahkan ada juga yang menganggap realistis itu jika menjadi politisi. Ketika saya pikir-pikir kembali, apakah benar memilih suatu bidang pekerjaan tertentu itu bisa dianggap realistis? Jika iya, lantas mengapa pilihan pekerjaan yang dianggap realistis oleh setiap orang bisa berbeda-beda? Bukankah sebenarnya pilihan mereka itu dipengaruhi oleh impian atau idealisme mereka atas sesuatu yang bisa dicapai pada pekerjaan yang mereka pilih?

Bagi para fresh graduated tentu memiliki impian yang besar mengenai perusahaan mana yang akan menjadi tempat bekerja. Ada yang ingin bekerja di perusahaan-perusahaan besar dan ternama; ada yang ingin bekerja di sekitaran SCBD supaya ingin terlihat keren; ada yang ingin bekerja di perusahaan yang membuka program Management Trainee, termasuk bank, karena katanya jalur karirnya jelas; ada yang ingin bekerja sebagai "idaman orang tua" karena pekerjaannya settle dan masa pensiun yang sudah terjamin; ada juga yang ingin linier dengan jurusannya semasa kuliah karena merasa sayang ilmunya jika tidak diimplementasikan ke dalam dunia kerja; atau bahkan ada yang cita-citanya pernah terhambat sewaktu sekolah, ketika lulus Ia ingin mewujudkan cita-citanya dengan mengikuti pekerjaan tertentu; dan lain-lain. Tentu masih ada impian lain yang tidak disebutkan di sini, tetapi semua itu adalah idealisme seseorang dalam memilih pekerjaan.

Seseorang bisa saja merasa realistis ketika memilih untuk menjadi "idaman orang tua", tetapi itu sebenarnya adalah cara untuk mewujudkan idealismenya tentang pekerjaan dan masa tua. Selain itu, begitu banyak fresh graduated yang kebingungan akan bekerja di mana, pada akhirnya mereka memilih untuk mencoba melamar ke semua jenis pekerjaan. Seorang teman pernah berkata mengenai hal yang seperti itu, "tebar jaring dulu aja, soalnya kan kita gak tau rejeki kita ada di mana". Memang benar, dan mereka yang seperti itu menganggap apa yang mereka lakukan sebagai tindakan yang realistis. Malah terkadang, karena "tebar jaring" tersebut seringkali mereka dihadapkan pada beberapa tawaran pekerjaan yang harus mereka pilih. Dan hal-hal yang seperti itu, menurut saya adalah buah dari idealisme mereka yang ingin segera bekerja di tempat yang ideal bagi mereka ketika baru lulus saja kuliah, entah apa tujuan mereka di baliknya. Padahal bisa saja mereka memilih untuk menganggur setelah kuliah. Tetapi ya itu tadi, ada idealisme yang tidak kita ketahui di balik tindakannya. Mereka yang memilih menganggur dulu dan belajar hal-hal lain sebelum masuk ke dunia kerja juga merupakan buah dari idealisme.

Kalau saya pikir-pikir dari apa yang saya katakan di atas, sepertinya tidak ada tindakan yang tidak didasari oleh idealisme masing-masing orang meskipun mereka menganggap tindakan mereka adalah hal yang realistis. Jika begitu, saya dapat mengatakan kalau hal-hal yang realistis tadi hanyalah realisasi dari idealisme-idealisme yang telah terbangun di dalam benak masing-masing orang, yang entah itu dipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya atau dari pemikiran mereka sendiri. Hal tersebut sesuai apa yang saya pelajari di kampus mengenai perilaku manusia, di mana tindakan manusia dipengaruhi oleh aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek konatif. Aspek kognitif ini berkaitan dengan hal-hal yang diketahui oleh seseorang dari lingkungannya, aspek afektif berkaitan dengan hal-hal yang dirasakan terhadap lingkungannya, dan aspek konatif berkaitan dengan tindakan seseorang dari apa yang ia ketahui dan ia rasakan. Aspek kognitif dan aspek afektif inilah yang menurut saya berkaitan dengan idealisme seseorang, sedangkan aspek kognitif tadi adalah realisasinya. Dari aspek konatif inilah yang menjadikan realisasi idealisme berupa tindakan-tindakan seperti yang telah disebutkan sebelumnya menjadi terasa realistis. Dan saya jadi teringat pada apa yang diajarkan oleh Plato pada kita semua bahwa "ide mendahului realitas".

Ya setidaknya seperti itulah pandangan saya dalam memilih pekerjaan. Mau kamu setuju atau tidak itu terserah kamu, saya tidak akan memaksakannya, yang penting kita semua bisa bekerja dan mendapat penghasilan untuk melanjutkan hidup, hehe. Sekian.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun