Dalam dunia yang terus berubah, memiliki pola pikir yang adaptif menjadi sangat penting. Salah satu pendekatan yang sering dibicarakan adalah growth mindset, atau pola pikir bertumbuh. Growth mindset adalah keyakinan bahwa kemampuan dan kecerdasan dapat terus dikembangkan melalui usaha, strategi yang tepat, dan pembelajaran dari kesalahan.
Sebaliknya, fixed mindset adalah pola pikir di mana seseorang percaya bahwa kecerdasan dan kemampuan bersifat tetap, tidak dapat diubah, dan bakat adalah segalanya. Di lingkungan sekolah, kedua pola pikir ini sangat berpengaruh terhadap bagaimana siswa dan pendidik merespons tantangan, usaha, dan keberhasilan orang lain.
Growth Mindset Itu Apa, Sih?
Menurut Carol Dweck, profesor di Stanford, Growth Mindset itu percaya kalau kemampuan dan keadaan bisa berkembang lewat usaha, kerja keras, dan belajar. Sebaliknya, fixed mindset ngerasa kemampuan dan keadaan itu sudah paten, tidak bisa diubah. Seseorang dengan growth mindset selalu percaya kalau usaha keras dan kemauan belajar bakal bikin mereka berkembang terus, kapanpun dan dimanapun.Â
Dampak pada PembelajaranÂ
Penelitian (Yeager dan Dweck, 2012) menunjukkan bahwa siswa dengan pola pikir growth mindset mencapai prestasi akademik yang lebih tinggi. Pada aspek lainnya pola pikir bertumbuh juga dinilai mampu menurunkan angka putus sekolah. Hal ini dikarenakan mereka cenderung lebih mampu bertahan dalam menghadapi kesulitan dan tantangan dalam proses pendidikan yang mereka lalui.
Ciri-ciri Growth Mindset vs Fixed MindsetÂ
Carol Dweck dalam bukunya yang berjudul Mindset!, menyebutkan 5 ciri growth mindset dan perbedaannya dengan fixed mindset. Berikut adalah ciri dan perbedaannya :
1. Menghadapi tantangan.
Siswa dan guru yang memiliki growth mindset cenderung terbuka terhadap tantangan. Mereka melihat tantangan sebagai kesempatan untuk belajar dan berkembang. Sementara Guru dan siswa yang memiliki cara berpikir fixed mindset cenderung menghindari tantangan karena takut gagal dan khawatir terlihat tidak memiliki kemampuan. Mereka lebih nyaman di zona aman menghindar dari tantangan.
2. Bertemu hambatan.
Guru dan siswa dengan growth mindset ketika dihadapkan pada hambatan, mereka akan terus mencari solusi, belajar dari kesalahan, dan tidak mudah menyerah. Adapun Guru dan siswa dengan fixed mindset lebih mudah menyerah dan menganggap hambatan sebagai tanda bahwa mereka tidak berbakat di bidang tersebut.
3. Memandang Kritik dan Saran.
Guru dan siswa dengan growth mindset lebih terbuka terhadap kritik dan masukan. Mereka melihatnya sebagai peluang untuk memperbaiki diri. Sebaliknya, Guru dan siswa yang memiliki fixed mindset cenderung defensif dan menganggap kritik sebagai ancaman, bukan sebagai sarana pembelajaran.
4. Melihat Keberhasilan Orang Lain.
Siswa atau guru dengan pola pikir growth mindset merasa terinspirasi oleh keberhasilan orang lain. Mereka percaya bahwa mereka juga bisa berhasil dengan usaha yang tepat. Berbeda dengan Guru dan siswa dengan fixed mindset merasa terancam oleh keberhasilan orang lain dan cenderung membandingkan diri dengan orang lain secara negatif.
5. Bakat atau Usaha?Â
Guru dan peserta didik yang memiliki growth mindset cenderung lebih menghargai kerja keras dan percaya bahwa usaha adalah kunci keberhasilan. Sedangkan Guru dan siswa yang memiliki fixed mindset cenderung meremehkan usaha, berpikir bahwa jika harus berusaha keras, berarti mereka tidak cukup berbakat.
Manfaat Growth Mindset
Pola pikir growth mindset memberikan manfaat bagi pribadi guru dan siswa itu sendiri maupun bagi sekolah. Siswa yang memiliki growth mindset cenderung lebih percaya diri dan gigih. Mereka tidak takut mencoba hal-hal baru dan dapat belajar dari setiap pengalaman, baik yang menyenangkan maupun yang sulit. Guru dengan pola pikir growth mindset juga akan lebih kreatif dan inovatif dalam mengajar. Adapun bagi sekolah budaya growth mindset menciptakan suasana yang mendukung kolaborasi dan semangat belajar antara siswa dengan siswa maupun siswa dengan guru. Semua warga sekolah, mulai dari kepala sekolah, guru, hingga siswa, dapat bersama-sama menciptakan lingkungan yang saling mendukung.
5 contoh kebiasaan untuk melatih Growth Mindset di Sekolah
1. Diskusi tentang menghargai proses belajar.
Siswa dan guru membahas bagaimana proses mereka belajar yang mereka lakukan, bukan hanya berorientasi pada hasilnya. Fokus pada usaha dan strategi belajar yang telah diterapkan.
2. Memberi umpan balik yang positif.Â
Guru memberikan apresiasi dan umpan balik yang mendorong siswa untuk terus mencoba dan memperbaiki diri, bukan memberikan sekadar penilaian pada kapasitas dan kemampuan yang mereka miliki.
3. Bahasa yang Menginspirasi Perkembangan.
Mengganti kata-kata seperti "Aku tidak bisa" menjadi "Aku belum bisa" untuk menanamkan keyakinan bahwa kemampuan bisa terus berkembang.
4. Merayakan usaha, bukan hanya hasil.Â
Penghargaan tidak hanya diberikan kepada mereka yang meraih nilai tertinggi, tetapi juga kepada mereka yang menunjukkan peningkatan usaha dan semangat belajar.
5. Membangun rasa ingin tahu.Â
Mendorong siswa untuk bertanya, mengeksplorasi ide-ide baru, dan merasa bahwa sekolah adalah tempat untuk terus berkembang dan berinovasi.
Apakah Anda 100% Growth Mindset?
Tidak semua orang memiliki growth mindset sepenuhnya. Terkadang, kita mungkin memiliki pola pikir yang bercampur, misalnya semangat menghadapi tantangan tetapi merasa kurang nyaman saat menerima kritik. Hal ini sangat wajar, terutama dalam proses belajar. Yang terpenting adalah kesadaran kita untuk terus mengembangkan pola pikir kita secara bertahap.
Mari bersama-sama menciptakan lingkungan sekolah yang mendukung pertumbuhan, di mana semua orang dapat menjadi versi terbaik dari diri mereka, lebih fleksibel, dan siap menghadapi perubahan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI