Mohon tunggu...
Fachrezi Havid
Fachrezi Havid Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah mahasiswa yang aktif dalam organisasi dan suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Influence Politikus vs Influence Pemimpin: Mengenal Retorika Kaum Sophisme & Aristoteles.

29 Maret 2024   23:43 Diperbarui: 29 Maret 2024   23:45 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebaliknya, seorang pemimpin ideal yang menganut pendekatan retoris Aristoteles berupaya mempengaruhi orang secara etis dengan menggunakan prinsip-prinsip kredibilitas, penalaran, dan persuasi emosional. Berdasarkan prinsip yang dianut Aristoteles, pemimpin seperti ini menekankan pada penanaman etos melalui pembentukan sifat dapat dipercaya, integritas, dan karakter moral. Tujuan utama mereka adalah menjadikan diri mereka sebagai penyalur informasi dan penasihat yang dapat dipercaya dan diandalkan. Individu-individu yang dimaksud menggunakan logos dalam pidato dan komunikasi mereka, menggunakan penalaran logis dan bukti-bukti yang mendukung untuk mendukung argumen dan proposisi mereka. Dengan menggunakan pendekatan logis, individu menjamin bahwa komunikasi mereka didasarkan pada informasi faktual dan penalaran rasional, sehingga meningkatkan pemahaman dan kejelasan di antara audiens mereka. Lebih jauh lagi, pemimpin secara efektif menerapkan pathos dengan secara terampil menarik emosi audiensnya dengan cara yang bertanggung jawab dan etis. Alih-alih memanipulasi rasa takut atau amarah, tujuan mereka adalah untuk memperoleh empati, kasih sayang, dan inspirasi. Melalui pemanfaatan nilai-nilai dan tujuan bersama, pemimpin ini secara efektif menumbuhkan rasa kohesi dan arah kolektif, sehingga mendorong keterlibatan dan kolaborasi yang konstruktif. Secara umum, seorang pemimpin yang secara etis memanfaatkan retorika Aristoteles bertujuan untuk membangun kepercayaan, menumbuhkan pemahaman, dan memotivasi transformasi konstruktif, mengarahkan pengikutnya menuju tujuan bersama sambil menjaga standar kebenaran, kejujuran, dan akuntabilitas etis.

Sebuah ilustrasi tentang seorang pemimpin kontemporer yang secara efektif menggunakan prinsip-prinsip retorika Aristoteles untuk mempengaruhi orang lain secara etis dapat dilihat dalam kasus Barack Obama, yaitu dalam pidatonya selama masa jabatannya sebagai presiden. Obama terus mengedepankan etos dengan menampilkan kepribadian yang berkarakter seperti integritas, kecerdasan, dan empati. Orasi pembicara dibedakan dengan pemanfaatan penalaran logis dan argumentasi yang didukung bukti, sehingga mencontohkan konsep logos. Dalam konteks pidato kampanyenya pada tahun 2008, individu tersebut menggunakan bukti empiris dan analisis statistik untuk mendukung usulan kebijakannya, termasuk reformasi layanan kesehatan dan strategi pemulihan ekonomi. Obama dengan mahir memanfaatkan kesedihan, dengan demikian menarik kepekaan emosional masyarakat Amerika melalui narasi yang membangkitkan harapan, memupuk persatuan, dan mendorong inklusivitas. Slogan kampanye, "Yes, we can" secara efektif menarik optimisme dan aspirasi masyarakat, menumbuhkan kesadaran kolektif akan tujuan dan pemberdayaan. Pidato Obama pada masa pemerintahannya difokuskan pada upaya memupuk persatuan dan bukan perpecahan, serta memotivasi jutaan orang dengan visinya mengenai masyarakat yang adil dan tidak memihak. Pidatonya sering kali mendorong pertukaran ide, pemahaman, dan kerja sama, memberikan contoh prinsip moral retorika Aristoteles untuk menumbuhkan transformasi yang bermanfaat.

Kesimpulan:

Pengujian retorika, mulai dari kaum sofis hingga Aristoteles, menyingkapkan pembagian yang jelas dalam penggunaan strategi persuasif dalam ranah politik. Sofisme, seperti yang ditunjukkan oleh tokoh-tokoh terkemuka seperti Gorgias dan Protagoras, memberikan penekanan yang signifikan pada elemen retorika yang pragmatis dan sering kali manipulatif, dengan mengutamakan kemanjuran persuasi di atas prinsip kebenaran dan etika. Ajaran kaum sofis, yang didasarkan pada relativisme dan gagasan bahwa retorika berfungsi sebagai sarana untuk mendapatkan keuntungan pribadi, tercermin dalam politisi kontemporer yang menggunakan strategi serupa untuk mempengaruhi sentimen publik. Contoh yang terjadi di Indonesia dan negara-negara lain menggambarkan bagaimana politisi tertentu memanipulasi informasi, membuat klaim yang berlebihan, dan menggunakan strategi yang menimbulkan rasa takut untuk mempengaruhi masyarakat, yang mencerminkan strategi retoris pragmatis kaum sofis. Sebaliknya, retorika Aristoteles menghadirkan kerangka etika alternatif yang menekankan pada sifat dapat dipercaya, logika, dan daya tarik emosional untuk menumbuhkan pemahaman dan mencapai kebenaran. Para pemimpin yang menganut gagasan Aristoteles, seperti yang dicontohkan oleh Barack Obama, menggunakan retorika sebagai sarana untuk memotivasi dan memupuk persatuan, mengandalkan daya tarik nilai-nilai dan aspirasi kolektif daripada memanipulasi emosi atau memutarbalikkan informasi faktual. Slogan dan pidato kampanye Obama menunjukkan kombinasi harmonis antara etos, logo, dan pathos, dengan tujuan menumbuhkan kepercayaan dan menganjurkan transformasi konstruktif. Ringkasnya, sejarah perkembangan retorika, mulai dari kaum sofis hingga Aristoteles, menunjukkan konflik penting antara penggunaan manipulasi dan persuasi etis dalam bidang komunikasi politik. Meskipun politisi tertentu mungkin menggunakan strategi sofis demi keuntungan mereka sendiri, dampak jangka panjang dari retorika Aristoteles berfungsi sebagai pengingat akan kemampuan para pemimpin untuk mempengaruhi orang lain secara etis, memupuk persatuan di antara komunitas dan memotivasi kemajuan melalui komunikasi yang jujur, penuh kasih sayang, dan logis. Dalam menghadapi dinamika politik kontemporer yang rumit, memahami sudut pandang historis mengenai retorika ini dapat membantu kita dalam mengidentifikasi dan mendukung para pemimpin yang menggunakan bahasa mereka dengan cara yang bertanggung jawab dan etis demi kemajuan masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun