Mohon tunggu...
Fachmy Casofa
Fachmy Casofa Mohon Tunggu... -

Co-Founder Institut Penulis Indonesia (InstitutPenulis.id) | Founder Enxyclo Brand Therapist (www.enxyclo.com) | Berprofesi sebagai penulis dan digital marketer. Temukan lebih lengkapnya di www.fachmycasofa.com

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Creative Writing #6: Propaganda

26 Mei 2011   07:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:12 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Hitler, secara lihai menghadirkan propaganda secara lengkap dan detil untuk memengaruhi. Ia menggagaskan adanya keharusan sebuah simbol bagi perjuangan partai Nazi. Fungsinya sebagai perwakilan simbol perjuangan, kebangkitan semangat, kepercayaan diri, dan penggalangan kekuatan massa secara massal. Dalam Mein Kampf-nya pun dinyatakan seperti itu, bahwa tidak akan diperoleh banyak pengikut melalui sekadar penjelasan dan instruksi, akan tetapi ada dua hal pokok yang dapat menggerakkan massa: kesetiaan emosional dan histeria. Jadilah perangkat-perangkat propaganda diluncurkan. Logo swastika akhirnya dipilih karena legendanya dan keberadaanya yang familiar selama ribuan tahun. Logo itu selalu mewakili ‘kebesaran’ dalam peradaban kuno. Tapi Hitler memodifikasinya, swastika ia balik ke arah kanan. Untuk warna dalam bendera pun ia tak main-main. Merah adalah sosialisme, putih nasionalistis, dan hitam pada logo swastika adalah kemenangan dan kemurnian. “Keserasian warna paling brilian yang pernah ada,” pujinya pada pemilihan warna itu.

Tak cukup sampai di situ, Kementerian Propaganda diadakan. Segala poster, surat kabar, karya cetak dan seni, semua diberdayakan sebagai senjata propaganda. Media massa bahkan mengalami naasnya: setiap pagi, pemimpin redaksi harus menghadiri rapat untuk ditanya berita apa yang akan disajikan. Film pun juga dibuat. Triumph of Will yang disutradarai Berta Helene Amalie Riefenstahl bahkan diganjar sebagai salah satu film untuk kepentingan propaganda terbaik.

***

Setiap penulis, selalu menghadirkan pesan dalam tulisannya. Kadang yang langsung nampak, terkadang butuh beberapa waktu untuk memahami bahwa ada pesan hebat di dalamnya. Semuanya bisa disampaikan dengan teknik yang berbeda-beda terserah kepada penulisnya. Karena di posisi ini, sang penulis adalah penyebar propaganda dan pembacanya adalah massa. Dan setiap penyebar propaganda, selalu berusaha untuk memengaruhi massa. Tentu saja, ini terlepas dari baik dan buruknya pesan yang ingin ia sampaikan. Akan tetapi, bayangkan bila penyebar propaganda kebaikan memiliki teknik paling apik dalam propaganda. Tentu kemudian banyak massa yang akan membawa aksi-aksi brilian perubahan untuk dunia.[]

Fachmy Casofa
Menteri Kepenulisan Republik Indonesia
http://creativewrithink.wordpress.com/


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun