“Imagine a city where graffiti wasn’t illegal, a city where everybody draw whetever the liked. Where every street was awash with a million colours and little phrases. Where standing at a bus stop was never boring. A city that felt like a party where everyone was invited, not just a estate agents and barons of big business. Imagine a city like that and stop leaning against the wall –it’s wet.”
-- Bansky
Dia disebut-sebut sebagai kesatria dunia stencil legendaris asal Inggris. Uniknya, hingga sekarang, tak ada satu pun yang mendata nama aslinya, selain also known as-nya saja, yaitu ‘Bansky’. Di awal tahun 90-an, berbekal spray cans aerosol, ia menggoresi tembok-tembok merana menjadi lebih bernyawa dengan karya yang berbau satir dan penuh humor yang menyentil isu politik dan sosial. Di waktu-waktu itu, karyanya dianggap sebagai vandalisme. Tapi di waktu-waktu sekarang, bahkan Brad Pitt, Angelina Jolie, hingga Christina Aguilera ikut mengapresiasi acara pelelangan karyanya itu. Di tahun 2007, karyanya yang bertitel Bombing Middle England terhargai 100 ribu poundsterling. Di tahun berikutnya, untuk karyanya yang ‘hanya’ menampilkan seekor monyet mengenakan papan bertuliskan: laugh now, but one day we will be in charge terhargai 200 ribu poundsterling. Apa yang membuatnya begitu kesatria dalam berkarya? Tampilan karyanya yang sederhana dipadu dengan pesan yang mengena.
Seorang kawan saya mempunyai ide tentang proyek yang dinamainya little message. Gerak operasinya adalah dengan membuat pola kecil dari kertas karton yang dilubangi, kemudian di-spray dengan aerosol di aspal lampu merah sebanyak mungkin. Tak usah besar-besar. Kecil saja seukuran kartu nama. Tapi jika banyak disemprotkan di pemberhentian strategis macam lampu merah, lama-kelamaan orang-orang akan bertanya-tanya, “Ini apa sih?” Dan itulah misi dari little message.
Bila bomb adalah istilah untuk kegiatan ataupun proses yang sedang dilakukan ketika membuat grafiti, maka sang pembuatnya disebut dengan bomber. Lalu, ada istilah untuk penanggungjawab pembuatan yang disebut dengan tagging. Taki 183 disebut-sebut sebagai pihak paling menginspirasi dalam ide tagging ini. Namanya Demetaki, seorang Yunani yang tinggal di New York. Ia bekerja sebagai kurir. Taki merupakan kependekan namanya, sedangkan 183 adalah alamat tempat tinggalnya. Sebagai kurir, tentu saja ia harus menjelajah jalanan. Oleh itulah, ia sering iseng untuk menuliskan jejak dirinya yang mengejawantah dalam tulisan ‘Taki 183’ di mana-mana. Coretan khasnya menggunakan piloks banyak ditemukan di pelosok kota, mulai dari tiang listrik, tembok, kolong jembatan, dan banyak lagi. Bahkan, banyak rumor yang mengisahkan bahwa ia sempat melakukan tagging di patung Liberty dan di beberapa mobil Secret Service America. Ulahnya yang fenomenal itu kemudian menyulut anak-anak muda kota New York melakukan hal serupa. Pesannya yang sederhana dan berkarakter telah membuat karyanya meraja seluruh kota.
Pernah melihat poster kampanye Barack Obama yang hanya bertuliskan: Hope, Change, atau Progress? Frank Shepard Fairey yang membuatnya. Seniman asal Paman Sam yang lulusan Bachelor of Arts in Illustration dari Rhode Island School of Design ini juga penggagas dari Obey the Giant. Walaupun posternya hanya diselesaikan oleh Fairey dalam satu hari, tapi poster kampanye Obama tersebut sangat ikonik. Kesederhanaan pesan yang disampaikan pun langsung menerkam para pelihatnya. Wajah Obama yang dibalut dalam nuansa campuran warna merah, biru pastel, biru tua, dan putih gading ini benar-benar berhasil dalam menyampaikan pesan kampanye. Padahal, jika dilihat lebih seksama, poster-posternya sangat rapi, detil, dan rumit. Tetapi, Fairey hanya menyelesaikan posternya dalam waktu satu hari, dan membuatnya menjadi sangat digemari. Fairey benar-benar seorang Jedi dalam karya stencil.
Ah, apa hubungan semua ini dengan menulis?
Kesederhanaan pesan dalam tulisan.
Yah, pada praktiknya kesederhanaan pesan seringkali menghadirkan efek yang jauh lebih membahana. Sebagaimana kita ketahui, para penulis yang hebat menyederhanakan hal-hal sulit menjadi lebih gampang dicerna. Sedangkan para penulis sok hebat menyulit-nyulit hal yang sederhana agar kelihatan karya luar biasa. Bila kesederhanaan pesan adalah anak panah, maka cara mengomunikasikannya adalah busurnya. Keberhasilan komunikasinya terletak pada bagaimana cara memegang dan memposisikannya. Di ruang komunikasi itulah kita bermain-main dengan tata bahasa. Dan aturannya, kita boleh bermain-main tata bahasa, tapi tidak untuk pesan utamanya.[]
Fachmy Casofa
Menteri Kepenulisan Republik Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H