Kalau saja aparat di Indonesia bekerja secepat yang kita lihat sejak berita pelecehan seksual terhadap anak TK di Jakarta International School keluar, mungkin semua penjahat di negara ini sudah tertangkap, dan yang bukan penjahat pun kalau sial tertangkap.
Selang beberapa hari saja setelah mendapat laporan ibu korban, polisi menangkap dua tersangka. Lalu polisi dengan cepat bisa mendapatkan pengakuan dari dua tersangka tersebut.
Polisi menyatakan kepada media bahwa kedua korban mengaku melakukan kejahatan mereka tanpa bantuan orang lain. Tetapi kemudian cerita berubah—mereka menangkap empat tersangka lagi.
Malahan salah satu tersangka mengakui melakukan kejahatan yang sama terhadap anak lain.
Jadi publik harus percaya bahwa ada tersangka yang ditangkap tanpa bukti untuk satu kejahatan, dan saat diperiksa polisi, tersangka tersebut kurang lebih bilang “dan bukan cuma ini loh Pak, korban saya masih ada yang lain lagi.”
Kemudian hari Sabtu 26 April, tersangka bernama Azwar yang baru ditangkap hari itu, dikabarkan bunuh diri di kamar mandi Polda Metro Jaya.
Berikut keterangan polisi seperti dilansir beberapa media:
- setelah diperiksa beberapa jam, sekitar jam 12 siang tersangka minta ijin ke kamar kecil, kemudian diantar oleh polisi ke kamar kecil
- setelah beberapa menit polisi menggedor pintu karena mendengar suara seperti orang mengorok
- polisi menemukan tersangka tergeletak di lantai dengan mulut berbusa dan ada botol obat pembersih yang terbuka di sebelahnya
- tersangka diberikan pertolongan pertama
- 15 menit kemudian tersangka dibawa ke rumah sakit
- jam 6 sore polisi mengumumkan ke media bahwa ada tersangka yang bunuh diri, diduga karena malu atas perbuatannya
Dari jam 12:15 siang sampai jam 6 sore apa yang polisi perbuat ya? Yang jelas, pengacara tersangka tidak dikabarkan sampai sekitar jam 5 sore. Padahal sekitar jam 3 sore, polisi mengadakan konferensi pers yang menampilkan lima tersangka. Nama Azwar sama sekali tidak disebut, apalagi disebut sebagai tersangka yang berusaha bunuh diri saat sedang diperiksa.
Lebih aneh lagi, kemudian diketahui bahwa cairan pembersih yang katanya diminum Azwar bukan dari kamar mandi Polda. Lalu dari mana orang yang sedang diperiksa polisi berjam-jam memperoleh sebotol cairan pembersih?
Tidak berhenti di situ, polisi pun mengatakan kepada media bahwa tersangka lainnya, Zainal, pernah menjadi korban pemerkosaan saat berusia 14 tahun, dan pelakunya adalah seorang bule.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Rikwanto mengatakan saat melihat foto William James Vahey, Zainal menunjuk itu pelakunya.
Seperti dilansir di situs FBI, Vahey adalah buron pedofil internasional yang pernah mengajar di JIS tahun 1992-2002, dan bunuh diri bulan Maret lalu setelah dikejar FBI.
Kalau pernyataan Zainal dan Rikwanto benar, apakah Zainal atau Rikwanto berani menghubungi FBI sesuai yang dianjurkan di situs fbi.gov berikut ini:
If you have information about the ongoing investigation regarding William James Vahey, or believe you may have been victimized by him, please complete ourconfidential questionnaireor submit a confidential email to:HOvictimassistance@ic.fbi.gov. You can also contact yourlocal FBI officeor the nearestAmerican Embassy or Consulate.
Sementara kalau benar seperti yang dikatakan ibu korban dan polisi bahwa korban telah diperkosa lebih dari satu kali di kamar mandi JIS, bagaimana mungkin guru di kelas anak tersebut tidak melihat apapun yang janggal? Tentu anak tersebut terlihat habis menangis, stress, atau ketakutan?
Tetapi sampai sekarang, hampir tidak ada pernyataan polisi tentang pemeriksaan terhadap guru tersebut. Bukankah guru tersebut seharusnya adalah salah satu saksi kunci? Dia seharusnya bisa mengatakan berapa kali korban kelihatan habis menangis saat kembali dari toilet. Atau kalau dia tidak bisa mengatakan apa-apa, bukankah harus dicari tahu, bagaimana perhatian guru tersebut saat mengajar? Atau adakah kemungkinan bahwa sebenarnya tidak ada pemerkosaan di toilet seperti yang dituduhkan orang tua korban?
Pertanyaan terakhir mungkin membuat banyak orang tidak suka karena masyarakat sudah terlanjur terpancing emosinya terhadap JIS dan ISS. Tetapi saya berharap pertanyaan tersebut paling tidak sempat dipertimbangkan oleh polisi, karena untuk mencari fakta, tentu semua kemungkinan harus ditelusuri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H