Sekolah, guru, dan murid. Tiga kata ini saling terkait dan saling mengasosiasikan. Sekolah ada karena ada guru dan murid yang bertemu. Guru ada karena ada murid yang belajar bersamanya. Murid ada karena ada guru yang mengajarnya. Ini adalah konsep yang sampai sekarang ini tertanam di benak banyak orang. Namun, di era globlasisasi dewasa ini, di era internet dengan kecanggihan teknologi pada masa kini, masihkah konsep sekolah, guru, dan murid masih tetap sama?
Guru Awal MulaÂ
Kegiatan sekolah sudah ada sebelum Masehi. Hanya saja, kegiatan itu belum disebut dengan nama sekolah. Ketika itu, orang-orang pintar berkunjung ke rumah para bangsawan dan para pejabat. Tujuannya adalah memberikan pelajaran untuk anak-anak mereka. Pemberian pelajaran ini hanya khusus untuk anak laki-laki. Anak perempuan tidak diperbolehkan mengikuti.  Anak perempuan mendapatkan pelajaran dari ibunya tentang menjahit, memasak, dan tata krama. Materi pelajaran yang diberikan oleh cendekia pada anak laki-laki itu adalah filsafat, berdiskusi, dan  berpidato.  Para cendekia itu antara lain  Phytagoras (580-500 SM)  dan Socrates (469-399 SM).
Kemudian, bukan lagi orang-orang pandai yang berkunjung ke rumah-rumah. Sebab, setelah masa ini, lahirlah sekolah. Sekolah berasal dari kata skhole atau schola (Latin), artinya waktu senggang  atau waktu luang. Masyarakat Yunani saat itu, mengisi waktu luangnya dengan mendatangi suatu tempat atau seseorang yang dianggap berilmu. Dalam perjumpaan itu mereka  berdiskusi, bertanya jawab, berdebat, atau sekadar meminta pendapat tentang masalah yang dihadapi. Mereka kemudian menyebut perjumpaan ini dengan nama skhole, scola, scolae, atau schola.  Para cendekia itu adalah guru.
Plato adalah orang petama yang mendirikan sekolah dengan membuat sebuah gedung.  Ia merupakan Matematikawan dan seorang filsuf ternama Yunani. Plato lahir di Athena pada tahun 427 SM. Ia meninggal  than 347 SM di Athena. Ia  merupakan keturunan Aritokrat yang secara turun-menurun memiliki jabatan utama pada pemerintahan Athena.
Sekolah pertama yang dibuat oleh Plato itu bernama Akademia. Nama lengkapnya Park Academy. Di sini terdapat ruang belajar dan lama belajarnya telah ditentukan. Di Akademia ini, Â Plato memberikan materi pelajaran tingkat dasar berupa membaca, menulis, olahraga, budi pekerti, dan kerohanian. Â Pada tingkat lanjut materi pelajaran yang diberikan adalah sastra, ilmu ukur, aritmatika, dan dialektika. Pada dialektika ini diberikan materi debat, Â logika, dasar-dasar ilmu hukum, dan ketatanegaraan. Pembelajaran dilakukan di dalam ruang kelas dan di luar sambil berjalan-jalan di taman sekolah.
Guru dari Plato adalah Socrates. Â Plato sendiri merupakan guru dari Aristoteles. Mereka adalah orang-orang penting dalam sejarah persekolahan. Orang besar atau cendekia menjadi guru dan kemudian murid-muridnya juga menjadi cendekia atau orang besar. Â Di sini, guru pada zaman dahulu memiliki peran besar dalam sistem persekolahan. Socrates, Phytagoras, Plato, dan Aristoteles adalah guru yang memiliki daya tarik yang kharismatik. Mereka memiliki komitmen yang kuat pada pendidikan generasi muda. Mereka berani berjuang dan berkorban untuk kecemerlangan generasi berikutnya, sehinga melahirkan cendekia-cendekia yang berpengaruh besar pada perubahan zaman.Â
Guru Zaman Now
Sekolah zaman sekarang secara umum masih menggunakan pola ajar seperti sekolah zaman dahulu. Gedung sekolah, ruang kelas, materi ajar, guru, murid, dan jenjang masih berlaku.  Namun, telah mengalami perkembangan dengan adanya berbagai jenis sekolah, kurikulum, dan fasilitas belajar.  Sekolah dimengerti sebagai suatu gedung  tempat bertemunya sekelompok orang muda  yang ingin memperoleh ilmu dari guru. Di sekolah, guru dipercaya memiliki ilmu pengetahuan lebih.  Dalam  KBBI disebutkan bahwa sekolah adalah bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar, serta tempat menerima dan memberi pelajaran sesuai tingkatannya.
Namun demikian, pada zaman now ketika globalisasi dan canggihnya teknologi merambah pada berbagai sendi kehidupan, konsep sekolah dan guru pun mengalami transformasi.  Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah memberikan pengaruh besar terhadap sekolah dan  proses pembelajaran. Setidaknya ada lima pergeseran dalam proses pembelajaran yaitu: (1) dari pelatihan ke penampilan, (2) dari ruang kelas ke di mana dan kapan saja, (3) dari kertas ke on line atau saluran, (4) fasilitas fisik ke fasilitas jaringan kerja, (5) dari waktu siklus ke waktu nyata (Dahliana, 2019). Hal ini menjadikan filosofi Ki Hajar Dewantara, pendidik dan pendiri Taman Siswa bahwa " setiap orang menjadi guru dan setiap rumah adalah sekolah" menjadi semakin nyata. Bahkan lebih dari itu, pada zaman now ini murid bisa belajar apa saja, dari media apa saja, kapan saja ,dan di mana saja.  Melalui layar elektronik pada genggaman tangannya tanpa perlu bertemu dengan seorang guru, murid bisa belajar. Â
Guru yang dalam Undang-undang No 14 tahun 2005, adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik, menghadapi tantangan yang berat. Guru harus terus memperbaharui diri agar mampu menjadi  sumber daya pendidikan yang adaptif sehingga mampu menjalankan tugasnya secara baik, benar, dan maksimal. Pada zaman now diperlukan guru profesional yang mampu memanfaatkan kemajuan teknologi agar bisa mendampingi generasi muda menjadi manusia  yang unggul dan berdaya saing tinggi dalam menghadapi kompetisi global. Guru dituntut untuk memiliki kecakapan dan keahlian bukan hanya dalam menyampaikan pesan materi tetapi lebih pada kompetensinya memberikan solusi pada berbagai persoalan dunia pendidikan.