Mohon tunggu...
Fabian Dibya Hernawan
Fabian Dibya Hernawan Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kebudayaan Klaster Melayu

30 Januari 2021   21:25 Diperbarui: 30 Januari 2021   21:24 699
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Apa itu klaster masyarakat? Klaster masyarakat bisa disebut juga dengan klaster budaya, klaster budaya atau cultural cluster merupakan sekumpulan negara atau bangsa-bangsa yang masyarakatnya memiliki hal-hal yang mirip atau bahkan sama dengan negara lainnya. Apa saja sih kemiripan dari negara-negara tersebut sehingga bisa dibilang mirip atau bahkan sama? Lalu di klaster apa Indonesia berada? Siapa saja yang berada satu klaster dengan Negeri kita ini? Yuk simak ringkasanmya di dalam artikel berikut ini.

Persamaan Diantara Negara yang Satu Klaster

            Apa saja sih persamaan negara-negara yang termasuk ke dalam satu klaster? Tentunya jika beberapa negara ada di dalam klaster yang sama, sudah dipastikan bahwa negara-negara tersebut memiliki satu atau lebih persamaan yang memungkinkan mereka menjadi satu klaster. Faktor yang menjadikan mereka satu klaster antara lain adalah budaya dan adat. Dalam konteks Klaster Melayu, mereka memiliki beberapa kesamaan yang menjadikan negara-negara ini satu klaster.

Sejarah Klaster Melayu

Nama "Malayu" berasal dari Kerajaan Malaya yang pernah ada di kawasan Sungai Badanghari Provinsi Jambi. Dalam proses perkembangannya, Kerajaan Melayu akhirnya menyerah dan menjadi bawahan Kerajaan Sriwijaya. Saat wilayah Kerajaan Sriwijaya meluas hingga ke Jawa, Kalimantan dan Semenanjung Malaya, penggunaan istilah Melayu juga meluas hingga ke luar Sumatera. Menurut prasasti Keping Tembaga Laguna, pedagang Melayu berdagang di seluruh Asia Tenggara dan turut serta membawa adat budaya dan bahasa Melayu ke wilayah tersebut. Bahasa Melayu akhirnya menggantikan bahasa Sanskerta sebagai bahasa universal. Zaman Sriwijaya merupakan masa keemasan peradaban Melayu, termasuk Dinasti Serendra di Jawa, kemudian berlanjut ke Kerajaan Dharmasraya hingga abad ke-14, dan terus berkembang pada masa Kesultanan Malaka hingga tentara Portugis menaklukkan kerajaan tersebut pada tahun 1511.

Orang Melayu menyerap kesempatan Islam untuk masuk ke Nusantara pada abad ke-12. Islamisasi tidak hanya terjadi di kalangan masyarakat biasa, tetapi juga telah menjadi ciri khas pemerintahan Kerajaan Melayu. Di antara kerajaan-kerajaan tersebut, Kesultanan Johor, Kesultanan Perak, Kesultanan Pahang, Kesultanan Brunei, Kesultanan Lankat, dan Kesultanan Deli, Seperti halnya Kesultanan Sikh, bahkan Kerajaan Karuaru memiliki seorang raja bergelar Melayu. Kedatangan Eropa membawa orang Melayu ke seluruh nusantara, Sri Lanka dan Afrika Selatan. Di luar negeri, mereka memiliki banyak jabatan di kerajaan, seperti syahbandar, ulama dan hakim. Negara-negara yang termasuk ke dalam klaster Melayu adalah, Indonesia, Malaysia, Brunei, Thailand dan Filipina.

Kesamaan Budaya di Klaster Melayu

          Klaster Melayu terkenal akan budayanya yang kaya dan beragam, namun masih memiliki beberapa kemiripan dengan negara lain di Klaster Melayu, contohnya adalah Bahasa, Bahasa Melayu digunakan oleh berbagai negara di Melayu contohnya Malaysia, Singapura, Indonesia dan Brunei, namun bukan berarti Bahasa yang digunakan sama persis, di setiap negara memiliki ciri khasnya masing-masing sehingga membuat perbedaan yang tidak terlalu ketara. Selain itu ada kesamaan kesenian tradisional, Indonesia memiliki budaya asli yaitu kain yang digambar secara manual menggunakan tinta yang disebut sebagai kain Batik, namun negara Malaysia sempat membuat kontroversi dengan mengkliam budaya Batik sebagai kebudayaan asli mereka.

            Kesamaan selanjutnya adalah ras, Ras Melayu atau Bangsa Melayu adalah paham yang diusulkan ilmuwan Jerman Johann Friedrich Blumenbach yang menggolongkannya sebagai "ras coklat". Setelah Blumenbach, banyak antropolog sudah menolak teorinya mengenai lima ras manusia dengan begitu kompleksnya klasifikasi manusia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun