Andi terjaga hingga larut malam, matanya terpaku pada layar smartphone. Esok paginya, ia mengeluhkan rasa lelah dan sulit berkonsentrasi di kelas. Ini bukan hanya kisah Andi, tetapi fenomena umum di kalangan remaja saat ini. Ketergantungan pada smartphone telah menjadi masalah yang semakin meresahkan, baik bagi pelajar, orangtua, maupun guru.
Sebuah studi oleh Common Sense Media mengungkapkan bahwa 50% remaja merasa kecanduan terhadap smartphone mereka. Waktu yang seharusnya digunakan untuk belajar atau beristirahat, kini dihabiskan untuk bermain game, mengakses media sosial, dan menonton video. Andi, seperti banyak pelajar lainnya, sering kali terjaga hingga larut malam karena asyik bermain game. Akibatnya, prestasi akademiknya menurun drastis karena kurang tidur dan kurang fokus saat belajar di sekolah.
Orangtua memiliki peran penting dalam membimbing anak-anak mereka dalam penggunaan smartphone. American Academy of Pediatrics merekomendasikan agar anak-anak dan remaja tidak menghabiskan lebih dari dua jam per hari untuk hiburan di layar, termasuk smartphone. Di keluarga Budi, misalnya, diterapkan aturan bahwa smartphone hanya boleh digunakan setelah semua pekerjaan rumah selesai dan dibatasi maksimal dua jam per hari. Aturan ini membantu anak-anak mereka belajar untuk memprioritaskan kewajiban mereka terlebih dahulu sebelum menikmati waktu bermain dengan smartphone.
Guru juga memiliki tanggung jawab besar dalam mengedukasi siswa mengenai penggunaan smartphone yang bijak. Sekolah dapat mengadakan seminar atau workshop tentang bahaya kecanduan smartphone dan cara mengelolanya. Sebagai contoh, sebuah sekolah di Jakarta mengadakan program "Digital Detox Day" di mana siswa diajak untuk tidak menggunakan smartphone selama sehari penuh dan terlibat dalam aktivitas fisik dan sosial. Program ini bertujuan untuk menyadarkan siswa akan pentingnya interaksi langsung dan aktivitas di luar layar.
Ketergantungan pada smartphone tidak hanya mempengaruhi pelajar, tetapi juga orang dewasa. Banyak orang yang merasa gelisah jika tidak memeriksa smartphone mereka setiap beberapa menit. Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan di jurnal JAMA Psychiatry, orang yang menghabiskan waktu berlebihan di media sosial memiliki risiko lebih tinggi mengalami depresi dan kecemasan. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan smartphone yang tidak bijak dapat berdampak serius pada kesehatan mental seseorang.
Untuk menghindari ketergantungan, ada beberapa langkah yang dapat diambil:
- Tetapkan Batas Waktu: Batasi penggunaan smartphone untuk aktivitas non-produktif. Gunakan timer atau aplikasi untuk mengingatkan jika sudah melewati batas waktu yang ditentukan.
- Prioritaskan Aktivitas Penting: Selalu utamakan kegiatan yang lebih penting seperti belajar, bekerja, dan berinteraksi dengan keluarga dan teman secara langsung.
- Gunakan Mode Fokus: Banyak smartphone memiliki fitur "Do Not Disturb" atau "Focus Mode" yang dapat membantu mengurangi gangguan saat sedang bekerja atau belajar.
- Aktivitas Alternatif: Cari hobi atau aktivitas yang bisa dilakukan tanpa smartphone, seperti membaca buku, berolahraga, atau berkumpul dengan teman-teman.
Penggunaan smartphone yang bijak adalah tanggung jawab kita semua. Dengan menetapkan batasan, memprioritaskan aktivitas penting, dan mencari alternatif aktivitas, kita dapat menghindari dampak negatif dari ketergantungan smartphone. Mari kita gunakan teknologi ini sebagai alat untuk meningkatkan kualitas hidup, bukan sebagai penghalang. Dengan demikian, kita dapat menciptakan generasi yang lebih sehat, produktif, dan bijaksana dalam memanfaatkan teknologi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H