Julukan pink merona cocok untuk gas LPG 3 kg yang berwarna pink. Akan mulai masuk pasar nasional, hal ini dipastikan oleh plt direktur utama PT Pertamina ( Persero) nicke Widyawati,"(Elpiji non subsidi jadi dijual) per 1 juli 2018.
Ujarnya saat ditemui detik dalam acara halal bihalal dikementrian ESDM, jakarta, Jumat (22/6/2018). Nicke katakan, elpiji ini nantinya akan dijual bebas kepada masyarakat penghasilan rendah maupun yang mampu membelinya.
Menurutnya, adalah untuk memenuhi kebutuhan yang mampu khususnya mereka yang tinggal di apartemen dan terbiasa hidup serba instan, meskipun begitu kuota tabung gas subsidi tidak terkurangi. Sungguh luar biasa kreatifitas pemegang pasr bisnis dalam mengatur penjualan energi.
Banyak ragam cara sudah dilakukan dalam pendistribusian energi yang terus menerus membuat masyarakat teeima pasrah. Bahwa energi bukan suatu hal yang murah dan lebih mahal daripada si hijau meroba 3kg.
Jika subsidi menjadi salah sasaran, atau karena kelangkaan energi dst, kenapa tidak di selesaikan dari akar permasalahan dari energinya? Tentang ketersediaan energi, kenapa masyarakat luas justeu dipaksa berpindah ke lpg (liquid petrolium gas) tanpa mempertimbangkan kapasitas kilang minyak yang ada di Indonesia? Sampai mengirim minyak mentah ke Singapura untuk diolah LPG. Sehingga menjadikan harganya mahal.
Kenapa tidak mengembangkan infrastruktur untuk energi? Kenapa tidak mengembangkan energi alternatif baru. Sementara ada LNG (Liquid Natural Gas) yang produksinya setara dengan 700 ribu barel minyak/hari. Dengan proyeksi kebutuhan minyak di Indonesia sebesar 1,2 juta barel/hari.
Faktanya Allah subhanahu wa ta'ala menciptakan berbagai macam bentuk sumber energi di Indonesia dengan deposit yang besar: 1.gas alam 185,8 TCF (1,5% dunia) 2.batu bara 5,7 miliar ton (3% dunia) 3.panas bumi 27.000 MW (40% dunia) 4.minyak bumi 8,6 miliar barel (1% dunia) 5.energi baru/terbarukan: nuklir,surya, mikrohido,ombak, biofuel. (Prof.Fahmi Amhar).
Kesalahan pengelolaan energi di Indonesia adalah ketika policy maker di negeri ini berpandangan ala neoliberalisme. Bahwa semakin kecil intervensi negara, maka akan muncullah produk terbaik dengan harga termurah (invisible hand theory). Teori khayalan yang tidak pernah terbukti.
Pengelolaan bbm diprivatisasi, sementara tidak ada jaminan bahwa perusahaan swasta tidak akan melakukan korupsi. Pihak asing diundang dalam pengelolaan energi di Indonesia, karena meski teknologi belum siap tapi berambisi meraup keuntungan dari energi. Akhirnya 85% lebih tambang migas dikuasai asing, sementara lingkungan rusak parah, transfer teknologi tidak terjadi, hutang makin bertumpuk.
Dalam pengaturan ekonomi syariah, maka pihak yang lemah akan disupport, dipenuhi hak-haknya. Hutan dan tambang merupakan milik umum. Sehingga pengelolaan berbasis swasta yang berorientasi profit harus diganti.
Migas bukan milik negara sebagaimana pasal 33 UUD '45, Â Migas adalah milik umat, sebagaimana hadits Nabi saw yang artinya: kaum muslimin berserikat dalam 3 hal, air, padang gembalaan, dan api.
Butuh mindset baru dalam mengelola energi. Dibutuhkan pandangan bahwa hubungan negara dengan rakyat adalah melayani, bukan berbisnis. Â membuat tata kota dan perilaku yang tidak boros energi. Negara yang aktif mengembangkan riset energi alternatif.
Secara praktis, sikap individu yang berbasis taqwa didorong untuk tidak rakus dan hemat energi. Secara kultural, juga dibangun budaya untuk saling koreksi agar tidak boros energi. Contoh terbiasa menggunakan ac di setiap bangunan, padahal bisa diselesaikan dengan membuat ventilasi dan tata sirkulasi udara yang baik, dst.
Oleh:eva yohana
Mahasiswa program studi ilmu komunikasi.
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H