A. Membedakan Kemarahan Positif dan Kemarahan Destruktif
Saya melihat video Sang bupati yang lagi marah, semarah-marahnya sampai seperti kelihatan kehilangan kesabaran. Uniknya pak bupati ini sedang menggenggam tasbih di tangannya.Â
Mengapa unik? Karena orang yang rajin bertasbih itu sepengertian saya berarti orang yang sedang membangun / menyusun kesabaran demi kesabaran, ketabahan demi ketabahan, kelapangan kalbu sampai selapang-lapangnya biar nanti seberat apapun masalah dan tantangan hidup, kelapangan hati kita mampu menampungnya.Â
Jadi jika pemimpin sekelas bupati marah bahkan sampai mengatakan kritik terlalu pedas 'maaf sebaiknya tidak ditulis," terhadap orang lain tentu alasannya akurat alias pemicunya sangat kuat hingga menjebol kelapangan hati seorang pemimpin yang bertasbih.Â
Pemimpin sah saja kalau marah, kan? Jika begitu mari kita simpulkan kemarahan bupati ini pasti kemarahan yang positif.Â
Bukankah marah juga harus ada tolok ukur positifnya. Iya tidak? Kira-kira dapat dibedakanlah kemarahan seorang tokoh/pemimpin dengan kemarahan (destruktif) di jalanan yang banyak kali tak jelas takaran atau asal-usul alias ke-logikaan-nya.Â
Kemarahan di jalanan adalah kemarahan liar dan tidak intelek dan Banyak kali 'Jaka Sembung bawa golok' alias tak nyambung atawa motif acheavement-nya sama sekali tak beralasan.Â
Bayangkan saja ada orang membunuh hanya karena bersenggolan atau dipelototin di jalanan oleh sesama pengendara atau pejalan kaki lain. Lalu timbal baliknya dihukum sampai 7 tahun atau mungkin lebih. Ini jelas-jelas tak logis.Â
Koq bisa ya hal secuil itu membuat orang rela menghilangkan nyawa sampai menukar kebebasannya dengan hukuman kurungan. Ini pangkal pemikirannya bagaimana ya?Â
Ini... Istilah kemarahan jalanan yang saya pakai ini juga membackup begitu banyak atau berbagai kasus pembunuhan yang sifatnya diawali dengan kemarahan yang tidak logis alias destruktif. Aneh gitu.
Ada juga kejadian dua orang pria gaek saling bunuh karena sistem irigasi di sawah. Inikan pangkalnya dari hati. Awalnya logis saja. Artinya kedua-duanya berpikir bahwa air itu sangat penting untuk mengairi sawahnya masing-masing agar padinya tumbuh subur, segar lalu panen dan berkah. Kalau berkah berarti itu berguna bagi kehidupan keluarga kedepan.Â