Mohon tunggu...
Fatchurrachman Soehari
Fatchurrachman Soehari Mohon Tunggu... -

Fatchurrachman, lahir di Purwokerto 16 Februari 1950, aktif menulis terutama tentang spiritual dan humanisme setelah pensiun tahun 2006, setelah aktif selama 36 tahun di RRI. Selain menulis di blog pribadinya http://fatchurrachman.blogspot.com dan blog berbahasa Banyumasan http://blangkon.kecut.blog.plasa.com, aktif berceramah tentang spiritualisme, humanisme dan kesetaraan. Tinggal di desa Purwosari, Kecamatan Baturaden, Banyumas.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kang Doko Mencari Tuhan (18)

29 November 2009   22:48 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:08 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah sebulan lebih Kang Doko selalu menyambangiku setiap malam, sekaranglah waktunya aku mengantarkan Kang Doko kepada seorang hamba Allah yang diisyaratkan dalam Al Qur’an sebagai seorang hamba di antara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan rahmat kepadanya dari sisi Kami dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. (QS 18:65).

” Kang, ini adalah episode yang paling penting dalam hidup sampeyan,” kataku pada Kang Doko. ” Coba saja Kang Doko baca dalam Al Quran kisah Nabi Musa as mencari ilmu di surat ke-18 Al-Kahfi mulai ayat 60, nanti sameyan akan semakin sadar bahwa betapa pentingnya seorang manusia – seperti kit ini – berjuang mencari dan menemukan seorang penunjuk jalan. Nabi Musa as mencarinya dan bertemu sehingga dia mendapatkan ilmu yang paling bermanfaat.”

Kang Doko mengangkat muka,” ilmu yang paling bermanfaat?” tanyanya.

” Silakan baca Al Quran surat ke-18 ayat 66, Kang, bagaimana Musa meminta kepada hamba itu.”

Kang Doko langsung membaca : Musa berkata kepada Khidr ”bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu ?” (QS 18:66).

” Bukankah permintaan Musa itu sangat jelas, Kang. Dia meminta diajarkan ilmu yang benar. Bukankah itu adalah ilmu yang paling penting ? Musa sadar di antara ilmu-ilmu yang telah dia pelajari dan dia ajarkan kepada murid-muridnya, belum ada satu pun ilmu yang benar, sehingga dia mengatakan kepada murid-muridnya akan melakukan perjalanan jauh dan bertahun-tahun untuk mencari seseorang yang dapat mengajarkan kepadanya ilmu yang benar (lihat QS18:60). Nah, itu juga membuktikan betapa pentingnya orang mendapatkan ilmu seperti yang dicari dan didapatkan oleh Musa dari seorang guru yang disebut sebagai bernama Khidr.”

Tidak seperti biasanya, kali ini Kang Doko lebih banyak diam. Tetapi ia tetap mendengarkan, bahkan amat berminat.

” Kang,” kataku melanjutkan. ” Ada beberapa hal yang harus aku sampaikan kepada sampeyan, sebelum aku mengantar sampeyan kepada seorang penunjuk jalan hamba Allah yang telah mendapat rahmat dari sisiNya dan telah mendapatkan ilmu dari sisiNya. Dia seorang manusia yang sama sekali tidak terkenal, jauh dari hiruk pikuk keramaian orang-orang yang mencari popularitas. Tetapi dia adalah seorang yang amat tawadhu. Dia selalu menolong orang-orang yang membutuhkan pertolongan dengan ihlas dan tanpa pamrih sedikit pun.”

Kang Doko mengangguk.

” Oleh karena itu, Kang, nanti kalau sampeyan aku antar menemuinya, aku minta Kang Doko selalu bersikap sabar. Rundukkan ego sampeyan, Kang, dan jujurlah pada dirimu. Dihadapan seorang seperti dia, maka hendaklah sampeyan tidak usah banyak bertanya, dengarkanlah dengan saksama apa yang dikatakannya. Banyak bertanya yang tidak perlu menunjukkan sikap kekanak-kanakan. Pada waktunya nanti, dia akan menerangkan apa yang dilakukannya dan apa yang diperintahkan untuk sampeyan lakukan. Karena itu, jika dia memerintahkan sesuatu, kerjakanlah, tidak usah bertanya. Nanti dia akan menerangkan. Jika dia menanyakan sesuatu, dan sampeyan tidak tahu jawabannya, katakanlah secara terus terang bahwa sampeyan belum tahu. Artinya, dihadapan dia, sampeyan jangan sok tahu.”

Kang Doko memperhatikan kata-kataku dengan seksama. Dia benar-benar tidak seperti biasanya. Keseharian Kang Doko adalah seorang yang selalu jenaka. Selalu saja ada ide untuk menjadikan pembicaraan menjadi menarik, lucu dan segar. Dia seorang pekerja yang serius dan menghadapi hidup dengan penuh perjuangan. Walaupun begitu, dia selalu dalam memandang keseriusan hidupnya itu dari sisi yang jenaka dan menyenangkan. Jarang sekali ia kelihatan begitu serius seperti saat ini.

” Kang,” kataku lagi. ” Jika nanti sampeyan bertemu dengannya, artinya sampeyan akan mengadakan pembicaraan khusus dengannya. Sampaikanlah kepadanya apa yang sedang Kang Doko butuhkan secara terus terang. Tidak usah berbicara melingkar-lingkar. Dihadapan seorang hamba Allah yang telah mendapat rahmat dari sisiNya dan telah memperoleh ilmu dari sisiNya, tidak usahlah berbicara masalah keduniaan. Kakang tidak perlu mempertontonkan kepandaian dihadapannya. Sebaliknya bersikaplah faqir. Dia menghendaki orang yang jujur, orang yang egonya mapan, dan orang yang mau berjuang keras melaksanakan perintah Allah.”

” Tetapi, kamu kan ikut mengantar, Ji ?” tanya Kang Doko.

” Kang, aku akan mengantarkan sampeyan kepadanya. Tetapi aku tidak akan ikut dalam pembicaraan itu. Ini antara Kang Doko, dia dan tentu saja Tuhan. Aku hanya ikut menyaksikan.”

Kang Doko menghela nafas beberapa kali.

” Tidak usah terlalu banyak pikiran dan perasaan, Kang,” kataku. ” Semuanya akan baik-baik saja.”

Aku dapat merasakan apa yang sedang berkecamuk dalam diri Kang Doko, karena aku pernah mengalami hal serupa. Sebuah pergulatan yang benar-benar membutuhkan kesabaran dan ketabahan. Aku yakin, Kang Doko akan mampu melewatinya dengan baik karena dia seorang yang tabah dan berkemauan kuat.

Walaupun begitu, tak urung aku ikut merasa tegang juga mendampingi Kang Doko yang duduk berhadapan dengan hamba Allah yang telah mendapatkan rahmat dari sisiNya dan yang telah menerima ilmu dari sisiNya. Aku hanya dapat berdoa kepada Allah agar Dia memberikan apa yang sedang dibutuhkan oleh Kang Doko.

*

Ketika semuanya telah berakhir, Kang Doko memelukku erat sekali. Sangat erat. Aku tidak dapat berbuat sesuatu selain menepuk-nepuk punggungnya seraya memberikan ucapan selamat kepadanya.

” Terimakasih, Ji,” katanya dengan suara bergetar.

” Bersyukurlah kepada Allah, Kang, karena Dia telah menunjukkan kebesaranNya untuk sampeyan,” kataku.

Kang Doko mengangguk.

” Itu semua adalah pemberian Allah untukmu, Kang,” kataku. ” Nikmatilah dan simpanlah baik-baik. Lalu, diamlah dan jagalah amanah besar itu dengan hati-hati.”

Kang Doko menghela nafas panjang. Pandangannya menerawang jauh.

” Alhamdulillahirobbil’alamin,” bisiknya. ” Akhirnya aku menemukan apa yang kucari dalam hidupku.”*****

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun