Mohon tunggu...
danisworo
danisworo Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Patriot

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kedaulatan Energi dan Pangan di Indonesia dalam Persaingan Global Ditinjau dari Geopolitik, Geoekonomi, dan Geostrategi

13 Oktober 2020   11:38 Diperbarui: 13 Oktober 2020   11:52 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Padahal bila dimaknai secara mendalam hakekatnya impor yang dilakukan oleh pemerintah itu hanya sebuah cara yang bertujuan untuk menstabilkan harga-harga ketika biaya hidup sudah mencekik leher rakyat, jadi (impor) bukanlah merupakan bagian dari geostrategi dari pemerintah yang selalu harus dijalankan sepanjang masa.

Atau boleh jadi tanpa disadari (atau sadar namun pura-pura tak sadar), kita justru telah larut pada skema asymmetric (jerat impor) yang hakikinya merupakan penerapan geostrategi dari pihak asing di negeri ini.

Yang menjadi pertanyaan lebih lanjut sekarang adalah dapatkah kita mengurangi impor, atau mampukah Indonesia menghilangkan ketergantungan? Jawabannya Bisa. Sekali lagi, BISA!

Contohnya bisa kita ambil dari masalah pangan misalnya, bukankah semua komoditi pangan yang kini impor justru sebenarnya melimpah ruah di negeri ini? Tinggal bagaimana political will elit-elit politik dan political action para pengambil kebijakan di republik tercinta ini. Kebutuhan akan energi di sektor migas pun juga sama.

Selama ini kita tak pernah (mau) lebih membahas secara mendalam, kenapa lifting minyak terus menurun di tengah melimpahnya pasokan berbagai jenis tambang namun kenyataannya malah dikuasai (80%) oleh asing; adakah penggelapan data (dark number) atas data-data migas? 

Kita juga tak pernah jauh beranjak dari isue klasik dan kebijakan pencabutan subsidi, mafia migas, penambahan kilang dll. Tapi pada sisi lain, Natuna adalah penghasil gas terbesar di Asia Tenggara, apakah hasilnya mengalir ke Indonesia? Hasil dari sebuah diskusi kajian yang pernah diselenggarakan oleh sebuah lembaga riset dalam peluncuran journalnya, mencatat pointers, "Bahwa yang menikmati gas Natuna justru Malaysia, Singapura, dll yang dialirkan melalui pipa!" Belum lagi gas Papua yang dijual murah ke Cina sejak zaman Presiden Megawati. Ujung-ujungnya Indonesia malah mengimpor gas. Itulah ironi geopolitik. Sementara itu kita hanya ditempatkan sebagai buffer zon (wilayah penyangga/dan penyuplai) dalam geoposisi silang.

Di tengah pelemahan dan berkurangnya nilai-nilai kedaulatan pangan dan energi bila ditinjau dari sudut pandang geopolitik terutama yang terkait masalah Ketahanan Nasional baik aspek pancagatra (ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan) juga aspek trigatra (geografi, kependudukan dan SDA), maka sisa aset yang belum dilemahkan oleh asing dan hanya sedikit tergerus oleh globalisasi adalah (geo) posisi silang Indonesia yang berada di antara dua samudera dan dua benua. Inilah aset tak ternilai.

Bila kondisi ini bisa dimaksimalkan keberadaannya melalui kajian secara geostrategis dimana kapal-kapal dagang dan migas yang melintas perairan kita diwajibkan harus membayar tol pada pintu ALKI I, II, III dan/atau ALKI III-A, III-B dan III-C termasuk juga keberadaan wilayah udara bisa saja akan dapat menambah pemasukan bagi negara dan sekaligus menggantikan devisa yang telah tergerus oleh adanya impor energi (migas) dan pangan.

Dalam rangka mewujudkan hal itu secara geostrategi perlu adanya sebuah regulasi yang jelas terkait aturan UU yang secara tegas, keras dan lugas yang mengaturnya. Kemuadian yang menjadi pertanyaannya sekarang adalah "Apakah ada geostrategi kita yang secara defensive mengarah kesana?"

Atau jangan-jangan Kita selama ini hanya gaduh dan asyik sendiri soal HAM, kebebasan, demokrasi, intoleransi, dan sebagainya yang diduga justru menjadi bagian (asimetris) geostrategi asing untuk merongrong kedaulatan negara terutama dilihat dari sisi kebutuhan enegi dan pangan".

 Untuk itulah maka sudah saatnya perlu adanya penanaman indoktrinasi kepada segenap anak bangsa yang wajib ditanamkan sedini mungkin dari tingkatan yang dasar bahkan hingga ke tingkat perguruan tinggi tentang bagaimana konsep pandangan atas diri dan lingkungan baik wilayah darat, laut dan udara sebagai kesatuan bulat dan utuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun