Mohon tunggu...
Farhan Zahid
Farhan Zahid Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa penulis

Mahasiswa di Departemen Statistika IPB

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Konsep Pertumbuhan dan Kesejahteraan dalam Islam

25 Maret 2022   17:35 Diperbarui: 25 Maret 2022   17:38 581
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertumbuhan memiliki beberapa faktor pengukur. Namun, terkadang ada beberapa pertumbuhan yang hanya statistik sederhana yang manfaatnya belum tentu dirasakan seluruh lapisan masyarakat. Terkadang Indikator-indikator itu pula yang sering dikejar oleh pemerintah sehingga seolah-olah negara mendapat Penghargaan "A" Penghargaan "B" padahal rakyat menderita di dalam negeri sendiri. Hal ini juga dapat dilihat di kasus minyak goreng yang sedang trending akhir-akhir ini.

Sistem ekonomi konvensional menjadi makin populer dan "mendewakan" kebebasan sebagai tulang punggung pembangunan ekonomi. Namun, dalam perjalanannya, sistem kapitalisme gagal menciptakan pemerataan dan keadilan pembangunan, sehingga menyisakan ketimpangan yang semakin jauh antarindividu, kelompok, wilayah, bahkan antar negara khususnya negara maju dan negara berkembang.

Islam mengatur mengatur ekonomi umatnya dengan sedemikian rupa, khususnya dalam hal kemiskinan. Banyak faktor yang menyebabkan kemiskinan, di antaranya karena kurangnya distribusi ke kaum yang membutuhkan sehingga mereka terjebak di tempat yang sama Untuk itu, Islam memberlakukan kewajiban untuk membayar zakat sesuai peraturan agar distribusi tersebut berjalan, dan anjuran berinfaq dan bershadaqah sesuai dengan kemampuan sebagaimana yang dulu sahabat nabi lakukan. Mereka bukan lagi sekedar berinfaq "sesuai kemampuan", akan tetapi telah mencapai tahap berinfaq yang melebihi orang biasa. 

Dalam kajian ekonomi Islam, persoalan pertumbuhan ekonomi telah menjadi perhatian sejak dulu oleh para ahli dalam pemikiran ekonomi Islam. Islam mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai perkembangan yang terus-menerus dari faktor produksi yang benar dan mampu memberikan kontribusi bagi kesejahteraan manusia. Dengan demikian, maka pertumbuhan ekonomi menurut Islam merupakan hal yang penuh dengan nilai. Suatu peningkatan yang dialami oleh sebuah faktor produksi tidak melulu dianggap sebagai pertumbuhan ekonomi jika produksi tersebut misalnya malah memasukkan hal-hal yang terbukti memberikan efek buruk dan membahayakan bagi kehidupan manusia (Muttaqin, 2018). 

Pertumbuhan ekonomi dalam perspektif Islam harus memasukkan aspek moral agar pertumbuhan ekonomi tidak hanya diorientasikan kepada kesejahteraan materi saja melainkan memasukkan juga aspek ruhaniyah. Aspek ruhaniyah ini dalam pandangan Islam tidak akan menimbulkan masalah secara sudut pandang matematis, karena sifatnya yang abstrak. Sekalipun ditinjau dari sudut pandang ilmu ekonomi neo-klasik, yang dioptimalisasikan bukanlah sekedar banyaknya konsumsi akan tetapi "nilai guna" yang berkaitan dengannya, yang hal tersebut adalah kualitas yang tidak berwujud.

Selanjutnya, maksimalisasi tingkat pertumbuhan pendapatan nasional perse, tanpa mempedulikan dampak yang dihasilkan atas distribusi pendapatan dan kesejahteraan semua, tidak dapat menjadi tujuan utama dalam perekonomian Islam. Dalam ekonomi Islam pertumbuhan ekonomi yang diingkan adalah pertumbuhan optimal, baik dari kesejahteraan materi maupun rohani, Islam tidak memperkenankan penggunaan modal dan pertumbuhan yang melampaui batas yang memaksakan pengorbanan-pengorbanan yang tidak sehat dan alami bagi manusia. Jadi, menurut Islam, tingkat pertumbuhan yang rendah tetapi diiringi dengan distribusi pendapatan yang merata akan jauh lebih baik daripada tingkat pertumbuhan yang tinggi tapi tidak dibarengi dengan distribusi yang merata kepada semuanya. Namun, yang lebih baik dari keduanya adalah pertumbuhan yang tinggi tanpa mengorbanan hal yang tidak alami dari manusia serta disertai dengan distribusi pendapatan yang merata (Abidin 2006).

Dalam ajaran Islam terdapat dua prinsip utama dalam kegiatan ekonomi yakni, Pertama: Islam melarang satu pihak mengeksploitasi pihak lain. Adab dan etika sangat dijunjung tinggi serta kedermawanan hati nurani sangat dihargai dalam berkegiatan ekonomi. Islam memiliki prinsip bahwa sebanyak apapun harta yang didermakan, Yang Maha Kaya menjamin bahwa harta seseorang tersebut tidak akan berkurang. Kedua: Islam melarang diskriminasi dan mendorong inklusivitas. Islam memandang bahwa umat manusia bagaikan satu tubuh. Oleh sebab itu, setiap manusia memiliki hak, kewajiban, dan derajat yang sama dalam lingkup sosial ekonomi, yang membedakan hanyalah tingkat keimanan dan ketwaaanya kepada Allah SWT. Begitu pun dalam pandangan hukum, setiap masyarakat ekonomi memiliki hak dan perlakuan yang sama dalam setiap kegiatan ekonomi, selama hak itu tidak bertentangan dengan norma-norma hukum yang ada (Suardi 2020). 

Kesejahteraan itu bisa diusahakan di manapun, namun cara mengusahakan tersebut haruslah berdasar pada etika dan tanggung jawab, seperti tercantum pada Al Araf ayat 10

   

 10. Dan sungguh, Kami telah menempatkan kamu di bumi dan di sana Kami sediakan (sumber) penghidupan untukmu. (Tetapi) sedikit sekali kamu bersyukur.

Terlihat jelas bahwa sebenarnya kesejahteraan itu bisa dicari dan ditemukan di segala penjuru Bumi. Namun, kebanyakan dari kita lebih sering rakus dan tidak bersyukur sehingga mencari cara yang haram ataupun berlebihan mengeksploitasi demi memenuhi kebutuhan.

Makna Kesejahteraan Dalam Syariah Islam 

Kesejahteraan ekonomi syariah bertujuan mencapai kesejahteraan manusia secara menyeluruh, yaitu kesejahteraan material, spiritual, dan moral. Konsep ekonomi kesejahteraan syariah bukan saja berdasarkan teori dan textbook dari ekonomi, tetapi juga nilai spiritual dan moral. Konsepsi kesejahteraan dan kebahagiaan (falah) mengacu pada tujuan syariat Islam dengan terjaganya 5 prinsip dalam maqashid syari'ah, yakni terjaganya agama (ad-din), terjaganya jiwa (an-nafs), terjanganya akal (al-aql), terjaganya keturunan (an-nasl) dan terjaganya harta (al-mal). Secara detail, beberapa tujuan ekonomi Islam dapat dijelaskan sebagai berikut:

a.  Kesejahteraan ekonomi mencakup kesejahteraan individu, masyarakat dan negara.

b. Tercukupinya kebutuhan dasar manusia, meliputi Pangan, papan, sandang, kesehatan, pendidikan, keamanan dan sistem negara yang menjamin terlaksananya kecukupan kebutuhan dasar secara adil.

c. Penggunaan berdaya secara optimal, efisien, dan juga tidak mubazir.

e. Distribusi harta, kekayaan, dan hasil pembangunan secara adil dan merata.

f. Kesamaan hak serta peluang.

g. Kerjasama dan keadilan di masyarakat.

Simpulan

Ekonomi konvensional berbasis kapitalisme telah membawa kesejahteraan nominal di sejumlah negara sejak konsep tersebut diterapkan. Dengan berbagai ketimpangan yang timbul baik di dalam negara maupun antarnegara, sejumlah orang mempertanyakan kembali konsep ekonomi kapitalisme. Yang tidak terlihat oleh angka-angka dalam ekonomi hari ini adalah bagaimana pertumbuhan ekonomi saat ini mengorbankan banyak hal: ketimpangan sosial, kerja keras yang dibayar rendah, eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan, kualitas spiritual, hati nurani, bahkan terkadang keadilan. Semua hal tersebut dikorbankan demi "pertumbuhan ekonomi". Ekonomi Syariah mengajak kita kembali kepada ekonomi yang beretika, bermoral, dan berakhlak mulia melalui nilai-nilai Islam. Islam juga tidak mengusung konsep yang utopis, melainkan sejalan dengan fitrah manusia. Dengan ekonomi Islam, pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan dapat diusahakan secara adil, tanpa mengorbankan orang lain maupun mengeksploitasi sumber daya alam yang merupakan titipan Allah subhanahu wa ta'ala untuk digunakan dengan baik dan adil. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun