Mungkinkah? Omzet naik bisnis malah jadi seret?
Bisa saja...Ini sedikit share "kisah nyata" pengalaman si Ibu Pebisnis Catering...
Diawali niat mulia membantu suami, si ibu mulai mengumpulkan modal membeli perlengkapan catering. Memang bukan kebetulan si Ibu berbisnis catering, selain pandai memasak, tempat tinggalnya dekat dengan area kos-kosan para pekerja pabrik. Dengan cepat si ibu mulai memiliki banyak pelanggan setia...
Kebetulan, saat itu saya masih bekerja disalah satu pabrik, mendengar kabar bahwa ada ibu catering disekitar lokasi pabrik, yang lezat masakannya. Singkat cerita, setelah sampel masakan dicicipi,  dan tawar-menawar mengenai harga cocok, si Ibu dengan bahagia pulang membawa kontrak "perjanjian", berisi  kesepakatan harga dan tempo pembayaran satu bulan. Bayangkan, dari usaha rumahan lompat menjadi supplier catering Pabrik.
Sudah terbayang juga oleh si Ibu, keuntungan yang didapat bakal berlipat ganda. Karena tidak cuma satu Shift, bahkan hingga karyawan Shift 3, yang bekerja tengah malam-pun, bakal mendapat jatah catering sang Ibu. Sebulan lebih berlalu, tidak ada keluhan dari karyawan. Adanya cuma pujian atas masakan si Ibu yang katanya lezat dan kreatif dalam memutar pilihan menu.
Namun tidak sampai Dua Bulan, mendadak ada telepon dari si Ibu catering minta ketemu. Begini ceritanya:
"Pak, saya kelihatannya mau brenti aja supply catering ke pabrik sini.."Katanya dengan wajah bingung.
"Lho kenapa Bu?" tanya saya penasaran.
"Abis semenjak saya supply ke pabrik, saya jadi susah Pak, gak ada untung"
Lho kok bisa, gitu tanya saya lagi....apa Ibu salah hitung sebelumnya? "Perhitungan saya sih jelas untung, tapi nyatanya saya susah nih sekarang" begitu jawab si Ibu..
"Saya sekarang udah nunggak sama semua tukang sayur dan warung di daerah saya, malu saya sama mereka"..
"Belum lagi tukang gas, tambah lagi listrik saya belom bayar bulan kemarin"...lanjutnya memelas."Saya sekarang dikejar-kejar utang Pak.....Saya berenti aja ya Pak"...lanjutnya mantap.
Walaahhhh kagett juga mendengarnya, setelah kesulitan cari catering yang disukai karyawan kok malah pingin berhenti nih si Ibu...Bagaimana bisa? Apa solusinya?
Pentingnya Manajemen Cash-Flow
Si Ibu, berdasarkan perhitungan sederhana, modal, omzet dan untung tidak diragukan lagi. Misalnya modal bahan-baku satu porsi cuma 6.000, disepakati oleh pabrik dibeli 10.000, harusnya punya untung (kotor) paling tidak 4.000, sebelum dipotong biaya bulanan sang Ibu.
Apalagi bila dihitung dalam sehari si Ibu memasak untuk 500 porsi, 3o hari dalam sebulan (= 500x30 = 15.000 porsi) dikali profit (4.000), = 15.000 x 4.000, harusnya punya untung kotor 60 juta sebulan! . ..Bayangin 60 juta! kalo dipotong biaya2 gas, bulanan, tukang2 masak, harusnya sangat lebih dari cukup. Â Lalu mengapa jadi kesusahan begitu?
Ada satu perhitungan modal yang si Ibu lupa hitung, yaitu modal kerja (working capital). Selain segala belanja perlengkapan catering, sebagai modal awal berupa aset  (Capital expenditure), si Ibu harus memperhitungkan berapa modal yang diperlukan untuk bekerja, hingga diterima pembayaran satu bulan kemudian (sesuai perjanjian)
Untuk itu diperlukan modal kerja (bahan baku saja) paling tidak : 6.000/porsi x 15.000 porsi (1 bulan) = 90 juta!
Nah makanya utang si Ibu banyak, dimana-mana sampai gak sanggup bayar. Modal kerja satu bulan melebihi untung kotor yang dia dapatkan. Sehingga bahkan usaha yang harusnya untung malah jadi seret...
Solusinya mudah, si Ibu harus mendapat modal kerja sebesar nilai bisnis sebulan (sesuai tempo pembayaran). Ataupun untuk mengurangi modal kerja si Ibu memang harus ngutang juga  sama semua suppliernya, dan tentu dengan nilai bisnis segitu, si Ibu mestinya tidak lagi belanja sama tukang sayur  & warung kecil yang harus bayar cash.
Itulah manajeman cash-flow, mengatur aliran cash, duit keluar sebisa mungkin lebih lambat dari duit masuk...
Jadi  ada gak bisnis yang gak perlu modal kerja?
Ada bisnis Retailer...dapat duit cash dari pelanggan yang bayar di cashier, sementara mereka berhutang sama supplier bisa lebih dari 2 bulan bahkan sampai 3 bulan. Ini praktek semua retailer besar, hypermarket hingga minimarket. Ini bahkan sama saja berbisnis dimodali supplier....hehe
Selamat berbisnis...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H