Mohon tunggu...
Rezha Nata Suhandi
Rezha Nata Suhandi Mohon Tunggu... Penulis - Rezha

Mencintai senja kala biru, kegaduhan imajinasi lambang superioritas intelektual.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tentang Hati yang Telah Memberi Kehidupan

11 April 2018   01:33 Diperbarui: 11 April 2018   01:41 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Adakah yang lebih kelam daripada guratan cahaya siang?

Adakah yang lebih dalam daripada jengkal air di tanah berlumpur?

Atau adakah yang lebih legam daripada kematian tanpa peringatan?

Mereka bilang kami hanya berkata-kata, menggurat sebibir tipis di sehelai putih bergaris.

Melihat sebentar lalu mengiba, bagaimana kami bisa berkata jika cara mu menatap manusia dengan segenggam harga.

Lalu, apakah onggok tanah di peraduan kehidupan bisa mengadu?

Tentang keadilan hidup, tentang perampasan yang tak pernah cukup.

Mati ya?

Ini yang kami nanti.

Menerabas jauh menemui kesejatian diri.

Katanya mati, tapi tak berkata juga mati.

Lalu apa yang mati?

Hanya jasad, toh memang selama ini hanya hidup dengan hati.

Hati yang mana?

Hati yang tak pernah datang mengiba pada besar kepala manusia.

Mas Danarto, karyamu tetap abadi, tak pernah ada yang meninggalkan atau ditinggalkan.

Walaupun para pejalan menyimpan erat kenangan, tapi berkata adalah cara kita berbicara tentang keabadian.

Itu kan harapan mu. Harapan kita. Harapan kami. Atau telah menjadi ratapan mereka?

Dunia terlalu lelah menyimpan kebaikan dan kebersahajaan mu, kesabaran dan niatan baik mu pada hidup.

Maka bangkitlah mas, dimensi waktu berbeda hendak melihat kata-kata itu. Kata-kata yang tak menjadikan mu apa-apa, kata-kata yang hanya membuat masa tua mu berteman dengan koran bekas dan cat lukis dekat kanvas.

Kami berdoa mas, dalam penantian hingga waktu akhir nanti, segala doa tetap iringi perjalanan mu, bersama anak cucu kami yang tetap membaca buku usang mu.

Abadi lah kata-kata.

Abadi lah dalam doa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun