Mohon tunggu...
Rezha Nata Suhandi
Rezha Nata Suhandi Mohon Tunggu... Penulis - Rezha

Mencintai senja kala biru, kegaduhan imajinasi lambang superioritas intelektual.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilkada Kabupaten Bekasi 2017: Pertaruhan Kondisi dan Realisasi

10 Januari 2017   17:18 Diperbarui: 10 Januari 2017   17:27 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beberapa waktu lalu saya sempat membuat chirpstory dari kumpulan cuitan saya di twitter. Chirpstory yang saya beri judul sama dengan tulisan saya ini memuat tema yang sebetulnya umum dan general bagi publik. Tema besarnya masih soal Pilkada Kabupaten Bekasi 2017, namun saya mengkhususkan untuk menagajak publik Kabupaten Bekasi rasional dalam menentukan pilihan. Chirpstory sendiri adalah sebuah aplikasi yang mendukung di twitter untuk merangkum cuitan kita dalam satu kesatuan yang utuh, sehingga memudahkan kita membaca. Berikut merupakan link chirpstory yang juga akan saya kembangkan menjadi tulisan ini

Dengan tulisan yang demikian adanya, saya juga menyempatkan diri dalam membuat metode komparasi atau perbandingan. Karena jagoan saya dalam Pilkada Kabupaten Bekasi 2017 kali ini adalah Obon-Bambang, maka saya menjadikan mereka sebagai contoh kasus untuk melengkapi tulisan ini.

Kenapa saya memilih mendukung Obon-Bambang? Karena mereka memenuhi syarat umum agar saya dan masyarakat yang rasional nan waras mau memilih berdasarkan pada pertimbangan logis. Pertimbangan logis tersebut didasarkan pada 3 hal yang bagi saya amatlah substantive dan mendasar. Yaitu, latar belakang, rekam jejak dan visi misi juga program kandidat.

Hal yang pertama saya bahas mengenai pertimbangan saya dalam memilih ini adalah soal latar belakang. Berkenaan soal latar belakang ini Obon-Bambang untuk Kabupaten Bekasi yang merupakan daerah industri bahkan yang terbesar se-ASEAN saya rasa merupakan kombinasi yang paling tepat.

Mengapa demikian?

Karena latar belakang keduanya yang berkait secara langsung selama ini terhadap situasi industri Kabupaten Bekasi. Toh memang masalah daerah industry tidak akan jauh dari masalah ketenagakerjaan\perburuhan. Dilihat dari perspektif tersebut, Obon Tabroni yang merupakan aktivis buruh sudah pasti mendalam wawasan pengetahuannya mengenai masalah tersebut dan lazim bersentuhan langsung dengan persoalan ketenagakerjaan/perburuhan secara komprehensif. Sementara pasangannya Bambang Sumaryono yang merupakan eks manajer salah satu perusahaan di Kabupaten Bekasi. Sehingga secara pasti ilmu manajerial dan pengelolaannya mumpuni untuk mengatasi berbagai persolan di Kabupaten Bekasi.

Sementara itu, masalah perburuhan atau ketenagakerjaan tidak akan jauh dari soal kesejahteraan, soal hak bekerja dan lebih jauh daripada itu soal kelayakan hidup yang manusiawi. Bukan maksud saya untuk membuat stratifikasi sosial atau bahkan melekatkan identitas ini pada Obon-Bambang, namun realitas yang sekarang ada di depan mata berkenaan dengan hal tersebut. Sebagai penegasan nanti saya akan buat tulisan lanjutan yang membahas Obon-Bambang pemimpin bagi semua kalangan, bukan hanya buruh.

Melanjutkan idiom kesejahteraan yang hari ini bagi Kabupaten Bekasi adalah sebuah kata dan istilah yang mahal bahkan mewah. Bekasi hari ini jauh dari kata benar secara pengelolaan dan baik bagi masyarakatnya. Saya bisa katakan jika Bekasi salah urus atau bahkan tidak diurus sama sekali.

Sebagai contoh pada beberapa kasus soal akses pendidikan di Kabupaten Bekasi yang terasa masih sangat sulit, mulai dari permasalahan bangunan roboh, honor guru yang kecil bahkan sampai ada guru yang rela ingin menjual ginjalnya karena tidak terpenuhinya kesejahteraan bagi mereka dan masalah lainnya. Ini miris bagi daerah dengan sumber daya dan pendapatan melimpah seperti Kabupaten Bekasi. Berikut saya sajikan link berita kasus guru jual ginjal di Kabupaten Bekasi itu hanya satu kasus di dunia pendidikan, belum lagi masalah kesehatan, infrastruktur bahkan kesejahteraan.

Pantaslah jika Obon Tabroni berangkat dari keresahan melihat kondisi masyarakat Bekasi yang seperti ini mengeluarkan pernyataan seperti ini, “Kalau Kabupaten Bekasi pengelolaannya benar, saya ga akan mau dicalonin. Kalau masyarakatnya gampang cari kerja, gampang dapat akses kesehatan, enggak macet, enggak banjir, kebijakannya berpihak pada rakyat, pokoknya sejahteralah. Ngapain kita harus ngerepotin diri untuk pencalonan di Pilkada. Udah aja kita dukung yang udah ada. “ Begitulah ujar Obon terhadap kondisi Kabupaten Bekasi yang antah berantah ini.

Kembali pada 3 hal dasar pertimbangan dalam memilih. Hal kedua yang saya cermati adalah tentang rekam jejak si kandidat. Soal rekam jejak, Obon-Bambang juga memenuhi standart saya terhadap pemimpin. Saya menelusuri rekam jejak keduanya melalui selancar di internet, hasilnya adalah, Obon Tabroni dan Bambang Sumaryono memiliki rekam jejak yang BERSIH. Memiliki rekam jejak yang bersih bagi seorang bakal calon pemimpin adalah hal yang sangat penting. Karena mereka akan dititipi anggaran pembangunan yang tak kecil jumlahnya, anggaran dari rakyat dan akan dikembalikan kepada rakyat guna meningkatkan kesejahteraan.

Jika kita berharap pada pemimpin yang memiliki rekam jejak tercela, maka bukan tak mungkin suatu saat dia akan mengkhianati amanah rakyat untuk memuaskan hasrat pribadi dan golongannya.

Lalu bagaimana dengan title bersih yang disimbolkan melalui rekomendasi BPK berkenaan dengan pelaporan keuangan daerah, akrab kita sebut sebagai opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)???

BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) sendiri menolak jika opini WTP yang diberikan terhadap satu daerah tidak berkorelasi atau berhubungan langsung dengan tindak pidana korupsi di daerah tersebut. Berikut link lengkap penjelasan BPK terhadap WTP dan indikasi korupsi di daerah. Bahkan justru tak jarang daerah yang mendapat predikat WTP, kepala daerah atau penyelenggara pemerintahannya terlibat korupsi, bisa saya berikan contoh, sebut saja Gatot Pujo Nugroho (Gubernur Sumut), Nur Alam (Gubernur Sulawesi Tenggara) dan Yan Anton Ferdian, Bupati Banyuasin yang mendapat predikat WTP 3 kali berturut-turut.

Oleh sebab itulah bagi saya predikat WTP tidak terlalu penting. Bagi saya lebih urgent membahas masalah serapan anggaran bagi satu daerah. Mengapa?? Karena penyerapan anggaran satu daerah bisa dikatakan sebagai indikator prestasi daerah tersebut dalam melakukan pembangunan untuk kepentingan masyarakat.

Penyerapan anggaran inilah yang disoroti salah satu media nasional dalam menuliskan beritanya mengenai Kabupaten Bekasi. Berikut saya ambil kutipannya. “Selama menjabat bupati, Neneng belum dapat menyelesaikan sejumlah masalah yang kini masih membekap Bekasi. Dalam laporan keterangan pertanggungjawaban Bupati Bekasi untuk APBD 2015, misalnya, DPRD Kabupaten Bekasi mencatat adanya 174 permasalahan yang berbuah rekomendasi. Salah satu yang disorot adalah rendahnya penyerapan anggaran karena terdapat sisa lebih pembiayaan anggaran (silpa) hingga Rp 860 miliar dari total APBD Rp 4,5 triliun. Sebagai gambaran, Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi hanya mampu menyerap 47,3 persen dari total Rp 202,6 miliar. Selain itu, terdapat Rp 43 miliar bantuan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk pelayanan kesehatan warga miskin juga tidak tersalurkan. (dikutip dari Harian Kompas, 29 Oktober 2016)”.Bahkan untuk anggaran tahun 2016 saja penyerapan anggaran masih berkisar di angka 40%. Berikut saya sajikan link beritanya

Dan yang terakhir mengenai pertimbangan logis untuk memilih adalah, visi misi dan program. Bagi saya, jika kedua hal diatas, latar belakang dan rekam jejak sudah memenuhi harapan saya, visi misi dan program merupakan bonus. Bukan berarti tidak penting, namun saya sengaja menempatkannya di akhir karena visi misi dan program sebagai penunjang kekuatan figure dalam memimpin, bukan penopang utama. Namun masih menarik untuk dibahas.

Bagi Obon-Bambang, dalam untaian kalimat yang disebut visi ada prioritas yang dikedepankan. Berikut visi dari Obon-Bambang, “Terwujudnya Bekasi Sehat, Berkarakter, Berkreasi Dengan Pemerintahan yang Bersih dan Berkeadilan.”

Dari kalimat tersebut dapat kita simpulkan jika bidang kesehatan dan pembentukan karakter melalui pendidikan adalah hal yang menjadi prioritas dan diutamakan. Hal ini bukan tanpa dasar karena Obon-Bambang berdasar data dan kajian yang strategis telah berkesimpulan, hal tersebutlah yang paling dibutuhkan masyarakat Kabupaten Bekasi. Dari visi itu juga Obon-Bambang membuat 11 misi sebagai turunan mengenai bidang yang akan dikembangkan. 11 misi Obon-Bambang akan saya sajikan dalam video youtube berikut ini.


Demikianlah tulisan antah berantah saya yang mungkin tak berguna ini. Besar harapan saya jika publik Kabupaten Bekasi tak mempertaruhkan masa depan Bekasi dengan pertimbangan yang tak rasional seperti bujuk rayu politik uang atau intimidasi ala premanisme dari oknum yang tak bertanggung jawab. Sebaliknya, masyarakat Kabupaten Bekasi mengedepankan rasionalitas nan logis dalam menentukan pilihan, seperti metode yang saya gunakan tadi.

Rezha Nata Suhandi

10 Januari 2017

Dalam lamunan serius tentang khayal dan harap.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun