Di tengah kemerlap lampu-lampu Stasiun Bandung, cerita cinta Lyra dan Marko terukir dalam angan-angan mereka. Jarak dan waktu, seperti benang tipis, menghubungkan hati mereka. Lyra, perempuan cantik dari Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat, dan Marko, lelaki tanggung dari Tasikmalaya, telah menjalin hubungan yang tak lazim selama lima tahun, namun tak pernah bertemu.
Hari itu adalah hari yang dinanti-nanti. Lyra duduk di kursi bangku stasiun dengan hati berdebar-debar. Punggungnya menyentuh dinginnya kursi, namun ia merasa hangat oleh kehadiran Marko dalam hatinya. Mereka telah saling mengenal melalui kata-kata dan mimpi-mimpi, tetapi belum pernah satu sama lain memandang mata.
Saat kereta pertama berhenti, hati Lyra berdebar lebih kencang. Ia memegang sepucuk surat yang telah ia tulis dengan penuh harap. "Marko, cintaku," begitu bunyi kalimat pertama surat itu. Dalam surat itu, Lyra menuangkan segala rasa dan impian mereka. Ia bercerita tentang bunga-bunga di kebun belakang rumahnya yang akan mereka lihat bersama, tentang senja di hamparan sawah yang akan mereka saksikan bersama-sama.
Waktu berlalu, dan kereta demi kereta berlalu begitu saja. Detik demi detik, menit demi menit, harapannya menciut. Lyra mulai merasa ragu, apakah cerita cinta mereka hanya sebuah angan-angan belaka?
Suasana sore di depan Stasiun Kereta Bandung begitu sibuk. Orang-orang bergegas, sementara Lyra menunggu dengan hati yang berdebar-debar. Di kejauhan, ia melihat sosok Marko mendekat.
Lyra: (dengan senyum gugup) Marko! Akhirnya kita akan bertemu!
Marko: (tersenyum hangat) Lyra, rindu ini tak terkira. Bagaimana kabarmu?
Lyra: Kabar baik, terutama setelah tahu kita akan segera bersua. Apakah perjalanannya lancar?
Marko: Alhamdulillah, semua baik-baik saja. Aku tak sabar melihat wajahmu.
Lyra dan Marko berjalan menuju stasiun dengan tangan dalam tangan, tak ingin melepaskan saat-saat berharga ini.