Sebuah malam yang tak mungkin saya lupa. Kamis 22 Maret 2012, bersama seorang teman, menonton teater di STAI. Teater adalah hal yang langka bagi kota kering budaya ini. Berharap mendapat sebuah pertunjukkan yang menghibur. Saya justru mendapatkan lebih dari sekedar hiburan. Acara dimualai sekitar jam delapan malam, molor dua jam dari rencana dikarenakan hujan deras. Dimulai dengan pertunjukkan dari MTS Bojonegoro. Cendol penunggu hutan judulnya. Cukup menarik perhatian dengan dialog-dialog jawa yang kental serta kepolosan para pemainnya. Pertunjukkan ini menyisipkan nasihat pentingnya menjaga hutan demi kehidupan kita. Yah, mengingat hutan jati Bojonegoro banyak yang gundul, teater ini sungguh cocok untuk ditampilkan. Pertunjukkan kedua oleh Lumbung Lamongan. Hebat sekali bisa mengajak teater luar Bojonegoro untuk hadir, begitu pikirku. Pertunjukkan diawali dengan semua tokoh berdiri di panggung dengan mimik yang sedih. Kisah tentang takdir yang tak bisa dihindari oleh Oedipus sungguh miris. Begitu banyak bencana-bencana yang dia timbulkan karena keberadannya. Dengan ending Oedipus mati ditangan istri sekaligus ibu kandungnya,Jokasta. Jokasta sendiri menjadi gila. Dari semuanya yang paling memikat hati saya adalah dialog malam setelah pertunjukkan selesai. Di sini saya mengenal para penggiat seni di mana saya tinggal. Sungguh merupakan kegembiaraan tersendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H