Karena kemampuan kususnya bisa melihat yang tak kasatmata, membuat sebagian orang memandang anak-anak indigo sebagai individu-individu yang istimewa. Terutama tentunya para anak indigo itu sendiri yang menganggap dirinya spesial. Namun dalam kenyataanya, menjadi indigo adalah sebuah kutukan.
Seorang anak yang terlahir di tengah-tengah keluarga yang tertutup, hanya berinteraksi dengan orang yang meimiliki hubungan famili, dan kurang bersosialisasi dengan warga sekitar, tentu akan sulit mendapat teman bermain. Saat masuk sekolah pun ia akan canggung untuk bergaul dan tidak mudah diterima oleh kawan-kawan sekelasnya. Â
Bila orang tua dalam interaksinya yang terbatas dengan kerabatnya selalu bercerita hal-hal mistis, peristiwa-peristiwa ajaib, maka si anak akan terobsesi memiliki kekuatan super. Bisa berkomunikasi dengan sosok-sosok astral.
Keinginannya yang besar untuk memiliki teman bermain berpadu pengaruh ceirta mistis orang tuanya, mendorong si anak berhayal memiliki sahabat dari dunia lain. Semakin sering ia berhayal, maka bayangannya semakin kuat, hingga suatu saat -dengan dorongan kekuatan gaib yang ada di sekelilingnya-  bayangan itu terlihat nyata dan juga bisa diajak berbicara. Pada titik inilah fenomena anak indigo pada dasarnya sama dengan orang yang mengalami penampakan, yaitu halusinasi.  Terutama dengan orang yang mengalami penampakan karena disengaja, yakni orang-orang yang mempelajari dari guru-guru mistis yang suka melakukan ritual untuk memanggil  dan berkomuniukasi bersama roh-roh orang yang mati.
Mistisisme
Meskipun tanpa melakukan ritual, tidak melewati proses belajar, melainkan kekuatan gaib itu datang dengan sendirinya, fenomena indigo ini termasuk mistisisme atau klenik. Sebab pada level berikutnya si anak akan dengan sengaja menggunakan kekuatan itu untuk kepentingannya.
Setelah untuk pertamakalinya muncul, lalu muncul lagi berikutnya, dan seterusnya, maka si anak akan menyadari bahwa keingininannya selama ini untuk mendapat teman astral terkabulkan. Kemudian saat ia menginginkan keajaiban yang lain, dan keinginan itu terwujud, maka timbullah kepercayaan diri, hingga ia merasa sebagai pribadi yang istimewa.
Seiring bertambahnya usia, kepercayaan diri itu mendorong ia untuk terbuka dalam pergaulan dan mencoba untuk mendapatkan teman di dunia nyata. Misalkan saat masuk sekolah menengah pertama, ia akan mencari teman, terlebih yang punya ketertarikan pada hal-hal ajaib. Di sanalah ia mempunyai 'kesempatan' untuk menunjukan kemampuannya yang tak biasa, seperti menggambarkan sosok-sosok mistis yang ada di sekolah maupun di sekitar rumah temannya.Â
Semakin dewasa, pikirannya akan semakin liar. Ia mencoba 'menggunakan kekuatan yang menyertainya' untuk hal-hal yang lebih besar, seumpama meramalkan masa depan, menyembuhkan teman yang sakit, atau semacamnya. Dengan motivasi, agar dirinya diakui atau dikagumi oleh orang lain. Berhasil satu kali, ia akan mengulanginya, sampai menjadi kebiasaan, dan tanpa disadari membuatnya ketergantungan. Di situlah dia jatuh ke dalam jurang mistisme. Â
Kutukan