Pendapat itu bisa terjadi jika pada bukan perkawinan campur dan kejadiannya akan berbeda jika terjadi perkawinan campur. Demi menghargai suku bangsa tiap-tiap menantu yang berbeda satu dengan yang lain, ibunda penulis memilih menggunakan bahasa Indonesia pada setiap percakapan dalam acara keluarga. Dari lima menantu, ibunda mempunyai menantu dari daerah yang beragam, yaitu Pekanbaru, Bukittinggi, Surabaya, Jakarta, Gorontalo. Oleh karena itu, pemberdayaan bahasa daerah sulit didapatkan oleh tiap-tiap anak, juga tiap-tiap cucu.
Pemberdayaan bahasa daerah sebenarnya sudah lama dilakukan, yaitu sejak Seminar Bahasa Daerah yang dilaksanakan di Yogyakarta, 19—22 Januari 1976. Mansoer Pateda dalam Sosiolinguistikmengungkapkan bahwa bahasa daerah adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat di daerah tertentu untuk berkomunikasi antara sesama mereka. Mansoer mengatakan pula bahwa yang dimaksud dengan bahasa daerah ialah bahasa yang di samping bahasa nasional, dipakai sebagai bahasa perhubungan intradaerah di wilayah Republik Indonesia, misalnya Bahasa Batak, Gorontalo, Jawa, Kaili. Jadi, kegalauan penulis tentang pemberdayaan bahasa daerahnya, bahasa Jawa, amatlah beralasan.
Seperti yang telah dikemukakan di awal, ada beberapa kosakata bahasa daerah Jawa yang sudah tidak asing lagi kita dengar, yang digunakan sebagai nama jenis makanan. Misalnya, sego kucing, wedang jahe, atau tempe mendoan.
Sego kucing. Sego artinya nasi. Sego kucing artinya kuliner yang menyajikan nasi dan lauk pauk, tetapi nasinya sedikit seperti hendak memberi makan untuk kucing. Menu sego kucing menjadi menu favorit bagi pencinta kuliner lesehan (=makan sambil duduk bersila tanpa kursi). Selain sego kucing, ada megono (nasi dengan lauk pauk lengkap khas Pekalongan), sego goreng (nasi goreng), sego kuning (nasi kuning), dan sego gurih (nasi gurih/nasi uduk jakarta).
Dari sego kuning, kita dapat mengembangkan kosakata tentang warna. Untuk kosakata warna, kita menggunakan untuk memilih warna kudapan tertentu, misalnya untuk kue yang berwarna hijau atau merah, kue mangkok ijoabang, brongkos ijo,atau sego ireng.
Tempe mendoan. Kata mendoan dianggap berasal dari bahasa Banyumasan, mendo yang berarti setengah matang atau lembek. Mendoan berarti memasak dengan minyak panas yang banyak dengan cepat sehingga masakan tidak matang benar. Bahan makanan yang paling sering dibuat mendoan adalah tempe dan tahu. Mendoan adalah salah makanan khas Jawa Tengah daerah Banyumas. Banyumas yang terkenal dengan wisata alam Baturaden, terkenal dengan mendoan. Mendoan dibuat dari tempe yang cukup lebar, kemudian dilumuri dengan tepung yang sudah dicampuri bumbu khas, lalu digoreng tidak sampai kering atau mendo. Biasanya mendoan disajikan dengan sambal khas atau cukup dengan cabe rawit.
Untuk mengenali jumlah dan harga, kita dapat mengembangkan kosakata tentang kata bilangan. Kosakata ini amat penting untuk kegiatan jual-beli, misalnya, siji, loro, telu. Misalnya dalam percakapan, “Tempe mendoanne pinten?” “Rongewulimangatus.” “Kulo bade tumbas sekawan.”
Selain itu, kita juga bisa menambah kosakata Bahasa daerah Jawa dari kuliner jenis sayur dan lauk. Dalam nama kuliner ini terdapat kosakata bahasa daerah Jawa. Kita dapat bertanya kepada narasumber bahasa daerah Jawa atau membuka kamus bahasa Jawa-Indonesia agar pengetahuan kita tentang kosakata bahasa daerah Jawa bertambah. Misalnya, ayam ingkung, brongkos daging, botok teri,mie jowo, atau serundeng.