Mohon tunggu...
Eko Raharjo
Eko Raharjo Mohon Tunggu... Administrasi - Belajar menulis

Bismillah ...Semoga menjadi jejak dan berbagi bersama

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mampukah Minimarket Bertahan?

25 Juli 2018   09:02 Diperbarui: 27 Juli 2018   03:15 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin jika dicermati, secara sadar ada beberapa perkembangan atau invasi industri yang masuk secara tidak disadari namun memberikan dampak krusial bagi pertumbuhan, gaya hidup dan siklus distribusi yakni hadirnya toko swalayan serba ada minimarket itu.

Minimarket tersebut hadir sebagai konsep swalayan yang teratur,mandiri dan dekat dengan masyarakat. Tak ayal kehadirannya menyasar mulai dari tingkat perkotaan sampai dengan masuk ke tingkat kelurahan. Bak jamur tumbuh di musim hujan.

Awal kehadirannya mungkin menimbulkan polemik yakni disebutkan bahwa kehadiran minimarket ini mematikan pangsa pasar toko kelontong yang ada di sekitaran minimarket itu berdiri.

Dengan penataan dan manajemen cashflow serta inventory yang baik, minimarket menjanjikan pengalaman berbelanja yang nyaman saat itu. Perubahan pola berbelanja dengan dijajakan di rak-rak dan secara mandiri pelanggan tinggal mengambil barang yang diinginkannya lalu tinggal mmbayar di kasir merupakan pengalaman baru di saat itu.

Kini, kehadiran minimarket yang semakin masif telah menjadi gaya hidup masyarakat. Kenyataan itu bertolak belakang dengan hal persaingan antara minimarket yang saat ini terjadi. Persaingan bukan dari sesama pengelola mart mart namun lebih kepada perlawanan toko toko kelontong yang dulunya harus gulung tikar, namun saat ini melawan dengan permodalan skala UMKM yang didapatkan dari perbankan.

Upaya penggelontoran dana UMKN dari perbankan ini disambut sangat baik oleh pelaku UMKM dengan pola industri perdagangan kecil (klontong). Dengan modal awal seratus juta rupiah, sudah dapat mendirikam toko dan berwirausaha sendiri.

Lalu apa tantangan minimarket dengan pelaku toko kelontong ini, pelaku toko ini memanfaatkan harga harga grosir atau harga murah yang ditawarkan oleh minimarket ini. Mereka mengambil barang barang dengam harga murah dari mart mart ini lalu menjualnya dengan selisih harga.

Otomatis, mereka dapat melakukan inventory barang barang secara murah lalu menjualnya dengan pola kelontong. Beberapa pemilik toko kelontong menyebutkan "barang tinggal ambil saat diskon di minimarket, lalu kita jual lagi mas....kan rejeki urusan yang diatas, kita kan sama sama berusaha saja..." Dengan pola mindset seperti itu mereka menjadikan minimarket sebagai pemasok barang.

Dengan penawaran harga murah dari pemilik kelontong tersebutdi tambah lagi dengan pola transaksi di toko kelontong yang mengdepankan ke-tetanggan, mereka lebih dapat menjawab kebutuhan pelanggan.

Kedekatan personal antara penjual dan pembeli serta pmberian "fasilitas"khusus pelanggan untuk berhutang dipandang dari sisi manajemen pemasaran lebih memiliki tahan lama daripada transaksinyang kurang memiliki ikatan tertentu.

Lalu apa yang harus dilakukan minimarket menyikapi barang dagangannya "disikat" dan pangsa pasarnya terus menurun namun biaya operasional terus meningkat. Tidak lain yakni membuat inovasi lain yang menjawab tantangan peningkatan pangsa pasar serta keberlanjutan dan minimalisasi biaya operasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun