Mohon tunggu...
Excel Philosophy
Excel Philosophy Mohon Tunggu... lainnya -

http://xcelphilosophy.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Mengenai Golden Rules atau Aturan Emas

26 Maret 2015   08:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:59 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini saya ambil dari blog pribadi saya, Excel Philosophy


...

..

Sebelumnya, saya ingin menjelaskan apa definisi landasan moral universal yang saya maksudkan disini. Landasan moral universal, berarti standar yang digunakan dalam bertindak dan berlaku sama bagi setiap manusia yang ada.

Dalam lingkungan masyakat, terdapat aturan-aturan yang dijadikan landasan dalam bertindak. Namun, aturan-aturan seperti ini hanya berlaku di sekitar lingkungan masyarakat itu saja, karena aturan ini juga dibuat berdasarkan budaya setempat dan kesepakatan masyarakat tersebut. Sehingga, aturan di daerah A belum tentu sama dengan aturan di daerah B dan bahkan bisa saja bertentangan. Dengan begitu, antara satu orang dan orang lainnya bisa saja saling melabeli 'tidak bermoral', karena landasan yang dianutnya saja bertentangan.

Pada skala yang lebih umum, landasan moral yang seringkali digunakan adalah sebuah agama. Hampir semua (atau semua) ajaran agama mengajarkan ke arah kebaikan. Karena ajaran agama di klaim berasal dari entitas yang disebut Tuhan, maka tak jarang ajaran agama mengklaim bahwa nilai-nilainya bersifat universal. Namun pada praktiknya sendiri, masih sering terjadi konflik horizontal antara satu penganut agama dan penganut agama yang lainnya.

Sebenarnya, konflik atas nama agama terjadi juga bukan murni karena pengaruh agama. Ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi seperti faktor ekonomi, sumber daya, wilayah, dll. Sehingga wajar jika sebagian besar penganut agama mengatakan bahwa konflik agama itu sendiri disebabkan oleh 'oknum'.

Tetapi, disinilah kelemahan dari agama. Karena agama dianggap memiliki pengaruh besar bagi sebagian besar manusia, maka nilai-nilai agama menjadi rentan 'diperkosa' oleh orang-orang yang dianggap oknum. Jika ini terjadi terus menerus, maka nilai-nilai yang telah 'diperkosa' tersebut bisa saja di doktrin kan kepada orang-orang, sehingga nilai universal agama hilang dan menjadi tidak kompatibel lagi di zaman sekarang.

Berdasarkan hal ini, kita bisa simpulkan bahwa selamanya tak ada landasan moral yang berlaku universal jika hanya mengandalkan faktor-faktor yang berada di luar manusia seperti agama, budaya, adat, dll (setidaknya untuk saat ini).

Jika seperti itu, berarti kita harus melihat kembali ke dalam diri manusia, yang sesuai dengan hakikat manusia sebenarnya. Sebagai manusia, kita memiliki apa yang disebut sebagai instrumen berpikir dan nurani. Instrumen berpikir, berfungsi untuk mengolah informasi-informasi yang datang dari luar diri manusia. Namun, jika memutuskan apa yang baik dan buruk hanya dengan menggunakan instrumen berpikir, maka hasilnya akan relatif bagi setiap orang, karena kemampuan berpikir setiap orang tentu saja berbeda.

Satu-satunya alasan mengapa konsep luar saja tidak bisa dijadikan landasan yang universal, bahkan konsep agama yang katanya di klaim sebagai wahyu Tuhan, itu karena manusia perlu mempersepsikan kembali informasi yang datang dari luar. Karena kemampuan persepsi setiap orang itu relatif, maka informasi tersebut bisa saja berlaku bagi sebagian orang saja, sehingga hal itu tidak bisa berlaku universal.

Maka dari itu, manusia memiliki nurani. Tetapi, nurani tidak bisa bekerja sendirian. Nurani perlu konsep luar yang sebelumnya telah diolah oleh pikiran manusia untuk diolah kembali menjadi sebuah konsep baik dan buruk. Karena nurani setiap orang itu sama, maka tak ada kebaikan dan keburukan yang bersifat relatif.

Mengutip dari Winda Ohyver, "manusia tanpa 'tahu' (pengetahuan; instrumen berpikir) tidak lebih dari primata yang tak berakal. Dan manusia tanpa nurani (akhlak; pekerti) tidak lebih dari primata yg notabene adalah binatang."

Dari konsep inilah, muncul apa yang disebut sebagai golden rule atau aturan emas yang berbunyi "perlakukan orang lain sebagaimana kamu ingin diperlakukan". Golden rule adalah cara melakukan moral yang lahir berdasarkan landasan nurani dan pikiran manusia. Jika ini diberlakukan, maka manusia tidak perlu lagi menganggap agama sebagai landasan moral tertinggi sehingga harus dibela. Mungkin konflik akan tetap ada dan akan selalu ada selama masih ada manusia yang memiliki kepentingan. Tapi setidaknya dunia akan menjadi lebih tenang..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun