Ditetapkannya Salatiga menjadi Stadsgemeente (kotapraja dengan otonomi terbatas) pada tahun 1917 menjadi tonggak awal transformasi menjadi kota yang modern mengikuti pola pembangunan kota di Eropa masa itu. Kelak pada tahun 1926 statusnya ditingkatkan menjadi Gemeente (kotapraja dengan otonomi penuh). Latar belakang pentingnya wilayah ini karena peran Salatiga sebagai kota bermukim warga Belanda, kota perkebunan dengan ditetapkannya afdeeling untuk mendukung sistem cultuurstelsel dan kota militer dengan dibangunnya benteng pertahanan serta penempatan pasukan militer infantri, kavaleri dan artileri Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger (KNIL).
Atas dasar penetapan tersebut, berbagai fasilitas dan infrastruktur dibangun untuk mendukung mobilitas fungsi kota. Termasuk jalan umum, jaringan transportasi yang terintegrasi dan terminal sebagai pusat konektivitas. Awal abad 20, Salatiga telah memiiki autostandplaats atau terminal perdana yang sederhana namun strategis karena berdampingan dengan pasar sebagai pusat perekonomian di Soloscheweg (Jalan Jenderal Sudirman saat ini). Terminal tersebut menampung angkutan umum bermotor seperti bus, mobil sewa dan oplet maupun angkutan umum tidak bermotor yakni dokar dan pedati.
Bertambahnya kuantitas layanan angkutan umum di Salatiga mendesak dibangunnya terminal baru yang lebih representatif untuk meningkatkan pelayanan sektor perhubungan yang telah dirintis Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Pada tahun 1955 dibangunlah terminal baru tak jauh dari lokasi sebelumnya yakni 100 meter dan tetap berada di Jalan Jenderal Sudirman. Terminal baru tersebut dibangun oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan kajian mendalam yang memperhatikan aspek fungsional, kenyamanan, estetika dan ketahanan struktur bangunan berkaca dari terminal sebelumnya yang kurang memperhatikan aspek-aspek diatas.
Cekungan Bekas Telaga Disulap Jadi Terminal
Topografi cekungan bekas telaga yang mengering dan panorama kemegahan Gunung Merbabu menjadi inspirasi utama perancang terminal baru Salatiga. Arsitektur bangunan dirancang menyesuaikan dengan karakteristik lokasi yang unik. Fisik bangunan berada lebih rendah dari jalan raya karena memanfaatkan karakteristik cekungan yang terbentuk secara alami.
Bangunan utama terminal dibangun bertingkat dua serta dilengkapi dengan pelataran diatas selter bus untuk memfasilitasi siapapun yang ingin menikmati panorama alam yang membentang di sekitar terminal. Konstruksi dibangun menggunakan beton dengan kombinasi dinding berbahan diplester halus dan dekorasi batuan alam. Enam pasang pilar beton di lantai pertama dan sepasang pilar beton di lantai kedua menopang kokohnya bangunan terminal. Tembok melingkar dibangun sebagai pembatas area terminal dengan area kebun binatang di sisi utara dan area pemukiman di sisi timur.
Fasilitas
Lantai pertama terminal difungsikan untuk selter kedatangan dan keberangkatan bus dan parkir kendaraan. Ruang tunggu penumpang disediakan khusus dengan deretan kursi jati yang tertata rapi untuk memberikan kenyamanan pengguna jasa transportasi yang menunggu kedatangan maupun keberangkatan bus. Kantor Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya tersedia di ujung barat bangunan utama terminal sebagai otoritas pengelola terminal.
Naik ke lantai kedua, pengguna jasa transportasi akan disuguhkan fasilitas rumah makan dan toko souvenir. Salah satu rumah makan legendaris di terminal ini adalah Rumah Makan Noes yang menyediakan masakan Padang. Lagu Padang selalu mengiringi rumah makan ini ketika beroperasi, sehingga indra pendengaran ikut selaras dengan indra pengecap untuk merasakan suasana kehangatan Padang. Terdapat fasilitas umum lain untuk menunjang kebutuhan pengguna jasa transportasi, antara lain toilet umum dan pedagang asongan.
Keistimewaan utama di terminal ini terletak di lantai dua berkat kecerdasan perancang yang visioner memanfaatkan kondisi lokasi unik. Atap beton di lantai dua difungsikan sebagai pelataran untuk menikmati panorama alam mulai dari Gunung Merbabu dan Telomoyo di sisi selatan dan kebun binatang di sisi utara. Terdapat akses langsung berupa jembatan bercabang dua dari lantai dua maupun ruang tunggu penumpang menuju ke jalan raya yang diujung jalannya terdapat pangkalan dokar untuk mengakses angkutan antarmoda.
Terminal ini menyediakan 10 selter keberangkatan bus, dengan 5 selter di sisi utara dan 5 shelter di sisi selatan. Shelter di sisi utara masing-masing melayani tujuan Semarang dengan 2 ruas selter, Magelang 1 ruas selter, Bringin 1 ruas selter, dan Ambarawa 1 ruas selter. Sedangkan di sisi selatan tersedia tujuan Surakarta 2 ruas selter, Karanggede 1 ruas selter, Suruh 1 ruas selter, serta 1 ruas selter netral. Seluruh infomasi tersebut tersedia di papan informasi terminal yang dibuat oleh otoritas pengelola terminal.
Manajemen Operasional
Manajemen operasional terminal diselenggarakan dengan optimal dan efisien oleh otoritas terminal. Catatan administrasi kedatangan dan keberangkatan bus terdokumentasi dengan baik dan terstruktur, kondektur bus yang baru tiba melapor ke kepala kantor untuk menyerahkan dokumen perjalanan. Kemudian kondektur akan mendapat jadwal keberangkatan kembali yang di informasikan melalui pengeras suara terminal. Awak bus yang tidak disiplin mematuhi jadwal keberangkatan akan dikenakan sanksi berupa denda.
Operator perusahaan otobus yang ingin menggunakan selter terminal wajib mengajukan permohonan kepada Dewan Pemerintah Daerah Kota Kecil Salatiga melalui otoritas Inspeksi Lalu Lintas Jawa Tengah yang berkedudukan di Semarang. Izin tersebut berlaku untuk satu bulan dan setiap armada otobus yang menggunakan setiap selter terminal dikenakan retribusi sesuai dengan regulasi.
Berdasarkan regulasi yang ditetapkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sementara bertanggal 6 Agustus 1951, otoritas terminal berwenang untuk (1) Mengatur dan mengawasi jam keberangkatan dan kedatangan otobus, (2) Mengatur dan memberikan petunjuk mengenai manajemen penempatan selter berdasarkan trayek, (3) Mengawasi manajemen penerimaan penumpang, (4) Membuat laporan administrasi jam keberangkatan dan kedatangan otobus serta pelanggaran trayek yang terjadi, (5) Membuat proses verbal pelanggaran, dan (6) Memberikan izin teknis pemanfaatan selter terminal dan menarik retribusi sejumlah Rp. 2,5 untuk otobus dan truk, Rp. 2 untuk kendaraan bermotor, dan Rp. 0,5 untuk dokar dan pedati.
Operator perusahaan otobus yang berpangkalan atau memulai awal perjalannya di terminal ini, diperbolehkan menjual tiket penumpang maksimal 30 menit sebelum keberangkatan. Sedangkan bagi operator perusahaan otobus yang tidak berpangkalan atau hanya lintas di terminal ini diperbolehkan menjual tiket penumpang ketika armada bus sudah memasuki selter. Jika terjadi keterlambatan kedatangan, armada otobus dilarang mengambil penumpang dan diharuskan segera melanjutkan perjalanan.
Arsitektur modern berlantai tiga yang megah masa itu diselaraskan dengan panorama Gunung Merbabu yang indah dan serta mempertahankan topografi cekungan bekas telaga yang mengering membuat Terminal Salatiga ini menjadi istimewa. Hal tersebut yang melatarbelakangi pandangan bahwa terminal ini merupakan terminal bus terindah di Indonesia pada masanya. Bahkan terdapat kajian ilmiah yang menominasikan Terminal Salatiga menjadi terminal yang terindah mencakup kawasan Asia Tenggara pada masa tersebut.
Pelayanan Jasa
Berbagai layanan jasa juga tersedia di terminal Salatiga untuk memudahkan operasional baik dari untuk pengguna jasa transportasi umum maupun untuk operator transportasi umum. Layanan jasa yang ditawarkan antara lain jasa porter, jasa pengisi air radiator dan jasa slinger. Para pelaku penyedia jasa menerima upah sesuai dengan kapasitas dan kuantitas pekerjaan yang mereka selesaikan dalam satu hari.
Jasa porter terminal yang tersedia menyasar target pengguna jasa transportasi yang membawa dimensi barang yang besar dan banyak. Umumnya porter dibutuhkan untuk memindahkan barang dari kendaraan angkutan umum ke selter terminal atau sebaliknya untuk pengguna jasa transportasi yang telah menyelesaikan perjalanannya di Salatiga. Adapun porter juga memindahkan barang dari kendaraan angkutan umum ke angkutan umum lain bagi pengguna jasa transportasi transit yang akan melanjutkan perjalanan menggunakan moda atau trayek lain. Para pedagang juga banyak menggunakan jasa ini untuk membawakan stok barang dagangannya untuk dijual ke pasar.
Pada masa tersebut, bagasi bus letaknya berada di atas kabin kendaraan, sehingga banyak atau tidaknya jumlah muatan bagasi bus sudah nampak dari luar. Bus yang membawa banyak bagasi diatasnya menjadi objek yang berkah bagi porter karena memperbesar peluang para pengguna jasa transportasi membutuhkan jasanya untuk membantu memindahkan barang. Porter terminal selalu sigap dan ramah dalam memberikan pelayanan terbaiknya, mereka bersiap dan mendekati kendaraan angkutan umum yang baru tiba maupun akan berangkat melakukan perjalanan.
Mengingat teknologi dan kemampuan mesin kendaraan di masa tersebut yang masih terbatas, memunculkan peluang jasa yang dibutuhkan. Kenaikan suhu mesin bus masa tersebut lebih cepat, sehingga membutuhkan perlakuan khusus untuk melakukan perawatan saat operasional. Mesin bus dimatikan untuk menurunkan suhu dan mendinginkan, agar ketika melayani operasional berikutnya, mesin bus tidak kelebihan panas diatas normal (overheat). Saat mode pendinginan ini, penyedia jasa pengisian air radiator menawarkan jasanya untuk memastikan sistem pendinginan mesin bus yang berbasis air tetap beroperasi optimal sesuai dengan prosedur.
Ketika bus akan beroperasi melayani pengguna jasa transportasi, bus mesin harus dinyalakan kembali setelah proses pendinginan. Teknologi mesin bus yang masih sederhana masa itu dilakukan dengan memasukan dan memutar besi engkol slinger ke mesin bus untuk memacu putaran mesin kembali. Proses ini membutuhkan tenaga ekstra dan teknik yang mumpuni agar mesin dapat beroperasi dengan cepat. Oleh karena itu, muncul penyedia jasa slinger atau zwengel yang menawarkan jasa menghidupkan mesin bus.
Akhir Operasi
Saat ini peninggalan fisik terminal terindah ini telah tiada, dalam catatan sejarah terminal terakhir beroperasi pada tahun 1979. Sekarang lokasi tersebut menjadi Tamansari Shopping Centre dengan mempertahankan topografi cekungan, selain itu terdapat Terminal Tipe C Tamansari yang melayani angkutan kota. Sedangkan terminal utama dipindahkan ke daerah Soka, pada tahun 2000 terminal kembali dipindahkan ke daerah Tingkir dengan status Terminal Tipe A hingga saat ini. Lokasi Tingkir sangat strategis karena dekat dengan akses Gerbang Tol Salatiga dan Jalan Lingkar Selatan (JLS). Jejak kemegahan terminal masih dapat ditelusuri melalui dokumen literatur sejarah masa kolonial Kota Salatiga dan dokumentasi foto terminal dari berbagai sudut masa itu.
Terminal Salatiga yang modern dan indah pada masa lampau menyiratkan pesan kemajuan Salatiga yang telah dicapai telah unggul dan menjadi rujukan wilayah lain di bumi Nusantara. Saat ini perannya telah diwariskan kepada Terminal Tingkir dengan arsitektur megah dan modern khas estetika peradaban Jawa. Gunung Merbabu konsisten menjadi latar belakang eksotisme fisik bangunan terminal. Terminal tak hanya dipandang sebagai tempat datang dan pergi, tapi sebagai ruang interaksi publik yang mengkoneksikan berbagai kepentingan dan harapan setiap insan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H