Mohon tunggu...
Ewin Suherman
Ewin Suherman Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Idiot Virgin

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dendam

22 Desember 2011   11:27 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:54 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terdengar seolah ada bunyi ranting kayu patah. Sejurus kepanikan meremang di wajah ibu. Kuamati dan terus meninggi. Sementara bunyi itu menghilang, terdengar bunyi burung kedasih. Bunyinya lemah.

“Tutup telingamu!” perintah ibu sebelum kemudian berlari menuju pintu dapur. “Pergi!!” teriak ibu sembari menyebar garam kesegala arah. “Pergi!!”

Aneh. Aku sama sekali tak melihat apa pun. Tapi ibu bagitu ketakutan. Wajahnya. Matanya. Semua meneriakan ekspresi yang sama dengan alur sebelum kematian ayah.

Tiba-tiba..

Braakk… !! entah apa yang mendorongnya ketika ibu jatuh terpental. Menimpa kursi rotan dan menjadikannya patah. Kuhampiri ibu dan menyeka darah yang mengalir dari sudut bibirnya. Aku mencoba mendukung ibu berdiri kala aku merasakan sesuatu menarikku dari belakang. Menghempasku hingga aku berjuntal mengenai tembok. Kesakitan itu menyorongku tersungkur kedalam ruang gelap. Sementara aku mendengar teriakan ngilu ibu.

happy
happy
happy
happy
happy
happy

Darah itu masih mengalir dari luka robekan di punggung tanganku. Entah apa yang menyebabkannya demikian. Dokter sendiri kebingungan. Kata dokter, aku sudah menginap di rumah sakit selama hampir tiga hari. Tapi aku tak tahu dimana ibu berada. Polisi hanya memberiku beberapa foto yang memperlihatkan penganiayaan terhadap ibu dan aku. Menanyakan siapa wanita berpakaian putih dan berambut panjang di dalam foto itu. Aku hanya menggeleng. Karena aku sama sekali tak tahu siapa dia.

Saat kamar ini sepi. Aku mencium bau anyir. Kupikir ini wajar, karena ini rumah sakit. Tapi ketika angin mendesir pelan, aku tak bisa menyangkal akan bulu kudukku yang meremang. Saat bersamaan, kurasakan ada yang bergerak dari kolong tempat tidurku. Lantas, sosok berambut panjang mengenakan gaun putih menjuntai itu kini merayap di atas tubuhku.

“Fukushū wa shortchanged mae ni watashi wa itsumo, anata ni shitagaimasu.”

Dan semuanya menjadi gelap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun