Pernah nggak, kalian duduk di malam pergantian tahun, bukan sambil bakar-bakaran atau nonton kembang api, tapi ngobrol soal filosofi hidup dengan mama? Kalau belum, coba deh sesekali. Percayalah, pengalaman ini lebih seru daripada menonton ayam bakar jadi arang karena kelamaan dipanggang. Ya, ayam bakar itu penting, tapi obrolan sama mama bisa bikin hidup kalian "matang" dengan cara yang lebih bermakna.
Dua hari di Kerinci, saya akhirnya punya momen langka ini. Tepat di malam pergantian tahun, hanya saya dan mama duduk berdua. Ngobrol, tertawa, dan sesekali mendebat, tapi dengan penuh cinta. Percakapan kami malam itu bukan hanya soal euforia tahun baru, tapi tentang bagaimana hidup ini sebaiknya dijalani.
Euforia Tahun Baru: Refleksi di Tengah Kemeriahan
"Mama, dari kapan sih tahun baru dirayakan seheboh ini?" saya membuka percakapan sambil menatap kembang api yang berseliweran di langit.
Mama tertawa kecil, "Sepertinya sejak ayam mulai ikut-ikutan ngerayain dengan berkokok lebih keras di malam tahun baru. Tapi serius, ini cuma fenomena budaya yang berkembang. Dulu, orang nggak seramai ini merayakannya. Sekarang, hiburan semakin mudah diakses, jadi pesta makin meriah."
"Tapi, Ma, kita kok nggak pernah heboh kayak orang-orang? Apa kita terlalu santai atau terlalu serius?" saya menggoda.
"Santai itu penting, Nak," mama menjawab sambil tersenyum, "Tapi bukan berarti kita nggak menikmati hidup. Kita cuma memilih untuk nggak ikut-ikutan euforia. Buat mama, setiap hari adalah istimewa kalau kita mengisinya dengan kebaikan."
Filosofi Hidup ala Mama: Ayam dan Hari Baru
Mama memang punya gaya unik menjelaskan sesuatu. Kali ini, ayam jadi analoginya.
"Coba lihat ayam," kata mama, "Setiap pagi dia berkokok, nggak peduli hari apa. Buat ayam, setiap pagi adalah awal yang baru. Kita bisa belajar dari ayam, Nak. Bukan soal berkokoknya, tapi soal konsistensinya. Nggak perlu menunggu momen besar untuk bersyukur atau memulai sesuatu."