Mohon tunggu...
Evy Sofia
Evy Sofia Mohon Tunggu... -

seorang manusia biasa yang masih butuh banyak belajar dan ingin dapat berbagi ilmu bagi sesama... \r\n

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengapa Anak Menjadi Underachiever?

4 November 2013   09:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:37 764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terkadang orang tua dibuat heran dengan kejadian seperti ini: Anak saya pintar tapi kok nilainya rendah, sih? Fenomena ini disebut dengan underachiever, yaitu anak yang mememiliki potensi akademis di atas kemampuannya. Jadi ada kesenjangan antara potensi berupa intelegensi yang tinggi dengan prestasi belajarnya yang rendah. Intelegensi anak bisa didapatkan dari alat ukur yang terstandarisasi misalnya WISC, CFIT, dan IST sedangkan prestasi belajar anak bisa didapatkan dari nilai rapor atau penilaian guru di kelas.

Di Amerika prevalensi kejadian underachiever sekitar 15-40% anak berintelegensi tinggi menjadi underachiever. Di Belanda ditemukan sekitar 30% anak sekolah dasar dan sekolah lanjutan yang menjadi underachiever. Untuk prevalensi kejadian di Indonesia adalah sekitar 35% dari anak berintelegensi tinggi.

Lantas, lebih banyak mana antara anak laki-laki atau perempuan yang menjadi underachiever? Sejauh ini ditemukan lebih banyak anak laki-laki yang menjadi underachiever dibandingkan anak perempuan, namun anak perempuan lebih rentan untuk menjadi underachiever di sekolah lanjutan.

Secara umum underachiever disebabkan oleh 4 faktor, yaitu :

Individu

Gangguan penglihatan yang dimiliki anak bisa jadi menjadi penyebab anak menurun prestasinya. Bagaimana anak akan memiliki nilai yang bagus kalau dia sulit melihat tulisan gurunya di papan tulis atau sulit membaca dengan jelas teks di buku pelajarannya. Oleh karena itu orang tua seharusnya tanggap apabila anak mulai mengeluhkan kesulitan melihat benda dengan jelas. Jangan sampai situasi ini diabaikan dan terlambat ditangani. Kasihan sekali bila tahu-tahu ternyata anak memiliki gangguan mata minus yang cukup banyak. Gangguan pendengaran juga seharusnya diwaspadai oleh orang tua. Jangan ragu memeriksakan pendengaran anak agar anak dapat mendengar penjelasan dari guru dengan baik. Kurangnya motivasi belajar juga dikaitkan dengan underachiever.

Di samping gangguan kesehatan dan motivasi belajar, ada hal lain yang terkadang luput dari perhatian orang tua atau guru. Anak bisa menjadi underachiever karena dia takut akan kesuksesan. Kok bisa sih? Begini penjelasannya, bagi anak remaja penerimaan teman sebaya merupakan hal yang sangat penting. Ibaratnya mereka lebih rela dimarahi orang tuanya daripada dimusuhi oleh teman sebayanya. Terlebih lagi pada anak perempuan. Hal ini dapat dipahami karena anak perempuan lebih mudah ‘ditekan’ untuk menyembunyikan kepandaian di antara teman-teman sebayanya. Anak perempuan lebih memilih untuk diterima dalam kelompok sebaya daripada menunjukkan kepandaiannya. Jadi semacam ada kecemasan untuk menunjukkan potensi diri yang sesungguhnya. Oleh karena itu penting bagi orang tua atau guru untuk ikut mengenal dengan siapa anak bergaul agar dapat melakukan intervensi yang diperlukan. Jangan-jangan karena anak berada di antara teman-teman yang tidak menyukai dirinya pandai, maka anak memilih menjadi tidak pandai.

Keluarga

Keluarga terutama orang tua bisa menjadi faktor penyebab anak menjadi underachiever. Orang tua yang berbeda dalam menerapkan standar pola asuh misalnya. Bila ibu sangat menginginkan anaknya belajar dengan baik, namun ayah menganggap belajar itu tidak penting, maka bisa jadi anak akan kebingungan dan cenderung memilih yang enak yaitu tidak belajar dengan baik. Orang tua yang memiliki harapan terlalu rendah pada prestasi belajar anaknya juga memicu anak menjadi underachiever. Anak menjadi tidak memiliki target belajar yang tinggi untuk dicapai karena tidak ada tuntutan dari keluarga. Di sisi lain orang tua yang terlalu menekan anaknya dengan harapan yang terlalu muluk di atas kemampuan anak juga menjadi blunder. Dalam hal ini orang tua hendaknya realistis dalam menetapkan target untuk anaknya. Kenali kemampuan anak dengan baik, itu kuncinya.

Sekolah

Pihak sekolah juga dapat menyebabkan anak menjadi underachiever. Kurikulum yang terlalu kaku membuat anak tidak nyaman dan kehilangan minat untuk belajar. Kondisi kelas yang terlalu tinggi level kompetisinya membuat anak rendah diri dan merasa dirinya tidak mampu untuk bersaing dengan baik. Sebaliknya kondisi kelas yang terlalu santai dan tidak ada kompetisi yang menantang juga membuat anak malas untuk belajar. Ibaratnya dengan kondisi seadanya pun bisa, mengapa harus ngoyo belajar? Oleh karena itu sekolah bisa lebih cerdik dalam menempatkan anak sesuai dengan potensinya. Anak dengan kemampuan tinggi biasanya akan terantang jika berada di kelas yang muridnya memiliki level kemampuan setara. Kompetisi dirasakan lebih funbagi anak yang pandai.

Teman Sebaya

Teman sebaya memiliki pengaruh yang kuat bagi anak. Apabila anak berada di antara teman yang semangat belajarnya kurang, maka anak bisa mengalami penurunan dalam motivasi belajar danketerikatan pada hal-hal yang bersifat akademis.

Bagaimana kalau anak terlanjur menjadi underachiever? Jangan khawatir, underachiever bisa diatasi. Pemberian motivasi pada anak serta melakukan pendampingan dalam belajar akan membantu anak mengatasi masalahnya. Dengarkan apa kata anak karena bisa jadi di situlah inti masalah yang dia alami. Perlu juga ada kerjasama yang baik antara orang tua dan sekolah untuk mengatasi permasalahan belajar anak.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun