Mohon tunggu...
Evy Fitria
Evy Fitria Mohon Tunggu... Guru - Pelajar

Hobi saya membaca dan belajar. Ingin terus belajar hingga akhir hayat. S1 di Universitas Mataram, S2 di Universitas Pendidikan Ganesha. Doakan saya untuk lanjut S3. Mengajar adalah profesi saya dan sebagai ladang pahala buat orangtua saya.

Selanjutnya

Tutup

Roman Pilihan

Kehidupan Setelah Menikah (Part 4)

23 Juli 2024   17:25 Diperbarui: 26 Juli 2024   06:21 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Roman. Sumber ilustrasi: pixabay.com/qrzt

Kurang dari 20 menit, mobil berhenti di sebuah jalan yang terasa tidak asing bagi Via. Konon katanya kehidupan yang akan kita jalani di dunia sudah diperlihatkan semuanya ketika masih menjadi janin di dalam rahim. 

"Paman azam sudah datang, paman azam datang membawa pengantin" teriak beberapa bocah yang umurnya sekitar 7-10 tahun. "Yeeeee, paman sudah datang" Via seperti kebingungan melihat banyaknya warga yang sudah menungggu kedatangannya. "Kenapa mereka se antusias ini?" tanyanya dalam hati. Sampai tidak dirasakan, tangan mungil dan gemuk meraih tangan Via "Nak, ayo ibu temani" Sapa seorang wanita tua. 

"Aku mau dibawa kemana, mereka semua kenapa begitu bahagia?" Pernyataan yang sudah menumpuk dipikiran Via. Ia layak ikan cupang yang kelihatan bingung dengan pikiran tak menentu. "Nak, itu rumah Azam" Ucap Ibu Azam sembari menunjukan rumah yang belum jadi, temboknya masih belum dipoles sempurna. "Mari lewat sini saja" Ucap Ibu Azam sambil mengajak Via ke dalam rumahnya.

Rumah yang sangat luas namun terlihat berantakan, tidak higienis. Sangat jauh berbeda dengan rumah Via. Ibu Ernia yang dikenal pembersih itu memang tidak ada dua nya. Keramik putih yang menjadi lantai rumah Via sangat kinclong, tidak ada debu sedikitpun, "Sangat berbeda dengan rumah ini" Gumam Via dalam hati. 

Wajar saja, mungkin karena Azam adalah anak terakhir dari tiga bersaudara, satu-satunya cowok dan memiliki orangtua yang sudah menua. Mungkin orangtua Azam tidak sempat membersihkan rumahnya, ditambah ketika pandangan Via menuju ruang jahit. "Ternyata orangtua Azam adalah penjahit" Gumam Via dalam hati. 

"Mungkin orangtua nya sibuk bekerja jadi tidak ada waktu untuk membersihkan rumah seluas ini". Pikirnya. Ibu Suriyanti juga menunjukkan kamar azam, dan ruang kamar lainnya. "Nanti malam, nak Via tidur disini saja, kamar nak Azam, nanti nak Azam tidur di kamar sebelah" Ucap ibu Suriyanti halus. 

Via hanya terdiam seribu bahasa.

Warga di gubuk kecil tersebut mulai berdatangan, Via merasa seperti artis yang tersesat masuk ke desa pedalaman. Semua orang meminta salaman kepada Via. Via menyalami dengan mencium punggung tangan mereka.

" Hahahaha" Mereka dengan serentak tertawa terbahak bahak. "Kenapa mereka menertawanku? aku hanya salaman dan mencium punggung tangan mereka." Gumamnya dalam hati.

"Nak, dia itu adik misan dan keponakanmu semua, kenapa kamu mencium tangannya?" Ucap salah seorang wanita tua yang berdiri di depan Via. 

"Kenapa, aku merasa sangat asing disini.." Gerutu Via dalam hati. Wajahnya memerah dan biibirnya mengerucut. 

"Gak masalah, aku masuk dulu untuk merapikan pakaianku" Via lansung masuk kamar dan membenamkan wajahnya pada bantal dan guling. Ia dipenuhi dnegan kebingungan. Entah kehidupan apa yang sudah ia pilih sekarang ini.

.........

Rasa sesak di dada sangat terasa sakit, hembusan nafas kasar terasa lepas begitu saja melihat keluarga Azam yang begitu perhitungan. "Padahal anaknya menikah adalah keinginan mereka dari dulu, namun kenapa ketika kedua orangtuaku meminta hak nya, mereka malah sangat memperhitungkan segalanya" Gerutu Via dalam hati. "Aku menyesal telah mengambil tindakan bodoh ini, aku mencintai mas Azam tapi aku benar benar mengaku salah telah mengambil jalan ini" sambil menangis dan menjambak rambutnya.

Beberapa hari sudah Via melewati kehidupan di rumah tersebut. 

Diluar sana, sudah terlihat keluarga Azam berdiskusi terkait pengeluaran yang akan dikeluarkan, mahar atau maskawin, Pisuke (sejumlah uang yang diberikan keluarga mempelai laki-laki pada keluarga mempelai wanita), biaya selamatan pernikahan dan sebagainya. Terlihat panjang lebar sekali diskusi tersebut namun di akhir diskusi "Aku hanya punya 5 juta, untuk membayar Via, tanyakan Via berapa maskawinnya!" Ucap lelaki yang bertubuh besar, dia adalah Zainudin, Bapak kandung Azam. "Mungkin kita bisa membicarakan hal ini dengan orangtua Via" Ucap Ali, kakak ipar Azam. Bapak Ali merupakan bapak Nida. 

Azam hanya terdiam

Bapak Ali meminta Azam menelpon ibu Via. Dengan mukaddimah yang begitu panjang, terdengar jawaban ibu Ernia lewat telepon seluler tersebut "Kalian menganggap anak saya seperti binatang?, tak usah panjang lebar dalam membicarakan sesuatu. Katakan saja apa point nya?" Mendengar suara ibu Ernia di telepon, Via tidak bisa menanhan tangis di kamar. Seakan dunia sudah runtuh. 

Via melihat keluarga Azam begitu harmonis, begitu halus dalam berkata, sawah dimana mana. Namun kenapa urusan uang yang harus diberikan kepada keluarga mempelai wanita, mereka sangat teliti. Via tau bahwa di daerahnya, wanita janda saja diberi uang dari mempelai lelaki minimal 10 juta dan beras 1 ton. Sedangkan dia sekarang, bukan janda, bukan juga bekas siapapun, Via adalah  wanita yang masih original, wanita yang berasal dari keluarga  baik-baik. Ditawar bak ikan dan sayur di pasar. 

...........

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun