"Ini tidak mungkin........."
Menangis sejadi-jadinya.
Sebenarnya ibu Ernia merupakan sosok wanita yang sangat jarang menampakkan kesedihannya, apapun kondisi yang dihadapi, sangat tegar, walaupun ujian dan cobaan datang bertubi-tubi, namun kali ini berbeda.
Ibu Ernia merasa harapan nya sudah runtuh. Membayangkan anak pertama yang dibesarkan dengan penuh kasih sayang dan ketegasan, Via memiliki cita-cita setinggi langit dan ingin berwawasan segudang akan mampu di raihnya dengan mudah, Via pasti bisa menjadi kakak andalan, akan selalu mampu membuat orang tua dan keluarga bangga. Namun, malam ini, semua sudah terpatahkan. Tangis derai airmata tak terbendung.Â
Nisa dan adik mungilnya mengingat begitu banyak kesalahan yang pernah diberikan pada Via, kakak tersayangnya. Pekerjaan rumah selalu ditumpahkan pada kakaknya. Hatinya terasa di sayat-sayat, "apakah kakak pergi, karena kesalahanku padanya selama ini" gumam nisa dalam hati.Â
Nisa menyesal telah memperlakukan kakak nya, Via, layak pembantu. Kesabaran Via sebagai kakak pertama sangatlah luas. Via tidak pernah memarahi adik-adiknya sedikitpun Via selalu saja mengalah untuk adik-adik kandungnya itu.Â
Deru tangisan sudah memenuhi rumah kecil nenek Nur..........
Bapak Setyanto pontang panting meminta bantuan warga untuk mengejar Via sebelum sampai tujuan, namun tidak ada satu warga pun yang bertindak. "Kalau Via beneran pergi sama Azam, bapak tenang aja. Azam lelaki yang baik, sopan dan rajin, di kampus dia tidak pernah buat masalah" Gerutu pak Hasbi, salah satu warga depan rumah Via sekaligus dosen Azam di kampus.
............
Dibelahan bumi lainnya......
"Hai..." sapa seorang gadis seumuran Via didepannya. "Idiiih mulai kapan hijrahnya buk?" ledek gadis tersebut sembari memandang via dari ujung kepala sampai ujung kaki. "Ayo masuk, ini kamar ku. Malam ini kamu tidur disini ya" ucap gadis itu seraya membuka pintu kamar dan memberikan selimut pada Via. "Makasi Nida" balas Via senyum.