Mohon tunggu...
Evy Ihsani
Evy Ihsani Mohon Tunggu... Lainnya - bismillah

do it now

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Konsep Ekonomi: Hukum Maisir dan Contoh Kasus

17 November 2020   22:10 Diperbarui: 17 November 2020   22:25 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maisir : Contoh Kasus dan  Cara Pandang Islam Terkait Maisir,

Secara bahasa maisir dapat dimaknai dengan memperoleh sesuatu dengan cara yang sangat mudah tanpa adanya usaha maksimal atau mampu mendapatkan keuntungan tanpa harus melakukan suatu pekerjaan. Singkatnya bisnis maisir ini memiliki sistem untung-untungan atau memiliki hasil yang tidak rasional, barang yang ditawarkan baik secara kuantitas maupun kualitas tidak jelas, dan hal semacam ini bisa dikatakan sebagai berjudi.

Di dalam Al-Qur’an telah di katakan bahwa judi merupakan perbuatan yang kotor, dan ciri khas dari amaliah setan (QS. Al-Maidah:90). Judi sering di identikkan dengan kegiatan spekulatif, menebak-nebak sesuatu yang tersembunyi, dan jika sang penebak beruntung maka ia bisa mendapatkan ‘iwad (ganti rugi/keuntungan) dan jika sang penebak gagal maka harta yang ia pasang sebagai taruhan akan diambil oleh pihak lain yang benar dalam menebak. Dan hukum maisir adalah haram sebab menguntungkan satu pihak dan merugikan satu pihak yang lain.

Lalu, bagaimana dengan sebuah perlombaan yang mana semua peserta lomba mengumpulkan barang miliknya yang dipertaruhkan, dan pemenang lomba tersebut berhak mengambil semua bagian yang dikumpulkan tadi sebagai keuntungan/ganti rugi??

Perlu diketahui bahwa unsur judi dalam perlombaan tersebut akan hilang ketika ada salah satu orang dari peserta lomba tersebut berperan sebagai Muhallil (pihak peserta lomba yang keberadaannya sebagai penyebab dihalalkannya ‘Iwadl yang terkumpul. Dengan adanya muhallil maka sifat maisir dalam perlombaan tersebut hilang, dan barang-barang yang di kumpulkan tadi bukan lagi barang taruhan melainkan menjadi barang hadiah.

Dalam contoh lain mislnya saja nomor undian didalam jajanan makanan anak kecil, apakah juga termasuk judi????

Jajanan seperti contoh tersebut dapat di kategorikan masuk dalam  unsur spekulasi, dengan alasan pembeli tidak membeli makanan tersebut melainkan membeli karena menginginkan hadiahnya, atu berorientasi pada hadiah yang menarik. Kemudian pembeli harus memilih yang mana proses memilih ini masuk dalam kategori untung-untungan, karena tanpa adanya pengetahuan sama sekali terkait nomor yang ada dalam makanan tersebut. Selain itu ketika pembeli beruntung maka ia mendapat hadiah, dan ketika ia tidak beruntung maka ia hanya mendapat makanannya saja.

Lalu apakah ada spekulasi yang diperbolehkan dan tidak termasuk dalam judi??

Tentu saja ada, misalnya saja spekulasi petani dalam menanam tanaman yang berdasarkan dengan tren harga pasar, sehingga menyebabkan perubahan pada harga jual hasil tani tersebut yang mungkin menjadi mahal ketika musim panennya, hal tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai judi, meskipun menggunakan unsur spekulasi. Hal yang menjadi dasar hilangnya makna taruhan dalam hal tersebut adalah karena adanya usaha petani untuk merawat tanamannya.

Dalam islam telah diatur beberapa transaksi yang diperbolehkan, maka sudah sepatutnya kita meninggaklan hal yang haram dan melaksanakan hal-hal yang memang diperbolehkan dalam Islam, serta meninggalkan hal-hal yang ragu-ragu.

Wallahua’alam bish shawab.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun