Pilkada Hijau menawarkan solusi untuk isu lingkungan yang diabaikan, mengedepankan keberlanjutan dalam kebijakan pemilihan kepala daerah.
Isu lingkungan belum menjadi fokus utama dalam berbagai aktifitas harian kita. Hal ini juga nampak terpotret dalam moment pilkada. Para calon kepala daerah tidak mengangkat isu lingkungan dalam visi-misi mereka.
Ada dua pertanyaan yang paling relevan dalam menghadapi kenyaatan ini. Pertanyaan pertama adalah mengapa calon kepala daerah belum menjadikan isu lingkungan sebagai gagasan utama mereka dalam visi-misinya? Dan pertanyaan kedua adalah mungkinkah pada kali ini kita mengedepankan Pilkada Hijau?
Alasan paling masuk akal untuk menjawab pertanyaan pertama adalah pragmatisme politik. Banyak calon kepala daerah lebih memprioritaskan isu-isu yang secara langsung dapat menarik simpati pemilih, seperti ekonomi, pembangunan infrastruktur, dan layanan public. Â Isu-isu seperti ini terlihat lebih konkret dan memberikan hasil cepat. Isu lingkungan sering kali dipandang abstrak atau jangka panjang, dan kurang "menjual" dalam kampanye.
Selain pragmatisme politik ada fator pemicu lainnya. Kurangnya kesadaran dan pemahaman. Sebagian besar pemilih mungkin belum menyadari urgensi isu lingkungan atau menganggapnya tidak relevan dengan kehidupan sehari-hari. Karena itu, calon kepala daerah cenderung merespons tuntutan yang lebih langsung dari masyarakat.
Desakan ekonomi jangka pendek juga menjadi salah satu factor pemicu selain pragmatisme politik, kurangnya kesadaran dan pemahaman. Banyak daerah yang masih bergantung pada aktivitas ekonomi yang tidak ramah lingkungan, seperti eksploitasi sumber daya alam. Kepala daerah sering kali lebih fokus pada pertumbuhan ekonomi jangka pendek dibandingkan investasi dalam keberlanjutan jangka panjang.
Potensi Pilkada Hijau
Pada bagian ini kita akan membahas pertanyaan kedua. Mungkinkah pada kali ini kita mengedepankan Pilkada Hijau?
Pilkada Hijau adalah sebuah konsep yang bisa diusung untuk mendukung kebijakan lingkungan di daerah melalui pemilihan kepala daerah. Ada beberapa strategi yang bisa dilakukan untuk mengedepankan isu ini.
Masyarakat perlu disadarkan akan pentingnya lingkungan hidup melalui edukasi dan kampanye publik, sehingga mereka melihat nilai dalam memilih pemimpin yang peduli terhadap lingkungan.
Pada pihak lain, organisasi lingkungan dan aktivis dapat mengedepankan isu lingkungan dengan melibatkan masyarakat dan memberi tekanan kepada calon kepala daerah untuk memasukkan isu ini ke dalam visi-misi mereka.
Salah satu satu strategi lainnya adalah insentif pemilih. Pada titik ini, para kandidat menunjukkan kepada masyarakat bahwa kebijakan hijau dapat membawa manfaat langsung, seperti menciptakan lapangan kerja di sektor hijau, memperbaiki kualitas hidup, dan menjaga kesehatan masyarakat.
Media dan tokoh juga turut berpengaruh. Mereka dapat memainkan peran besar dalam mengarahkan opini publik agar lebih peduli terhadap lingkungan.
Strategi Kepala Daerah Terpilih
Untuk mengatasi persoalan lingkungan, kepala daerah terpilih perlu mengembangkan strategi-strategi.
Salah satu strategi Untuk mengatasi persoalan lingkungan adalah pengembangan kebijakan lingkungan yang berkelanjutan: Pemerintah daerah membuat peraturan yang melindungi sumber daya alam dan menerapkan kebijakan yang mendorong praktik ekonomi ramah lingkungan.
Selain itu, kolaborasi dengan sektor swasta dan akademisi. Pemerintah daerah menggandeng sektor swasta untuk menerapkan inovasi teknologi ramah lingkungan serta bekerja sama dengan akademisi dalam penelitian yang dapat menjadi dasar kebijakan berbasis data.
Pemberdayaan Masyarakat juga penting. Pemerintah perlu melibatkan masyarakat dalam program penghijauan, pengelolaan sampah, serta inisiatif berbasis komunitas yang mendukung keberlanjutan lingkungan.
Investasi dalam Infrastruktur Hijau juga sangat penting. Kepala daerah dapat memprioritaskan investasi dalam infrastruktur yang mendukung lingkungan, seperti pembangunan transportasi umum, area hijau, dan pengelolaan limbah.
Mengapa Kolaborasi Belum Terwujud?
Kolaborasi antara masyarakat, penggiat lingkungan, dan pemerintah sering kali terhambat. Penyebabnya adalah kurangnya kepercayaan antar pihak: Terkadang terdapat ketidakpercayaan antara pemerintah dan masyarakat, terutama jika kebijakan pemerintah dipandang lebih menguntungkan sektor-sektor tertentu dibandingkan keberlanjutan lingkungan.
Minimnya kapasitas dan sumber daya menjadi salah satu factor penyebab. Â Pemerintah daerah mungkin kekurangan sumber daya atau pengetahuan untuk melaksanakan kebijakan lingkungan yang efektif, dan tidak semua masyarakat atau penggiat lingkungan memiliki akses ke pemerintah untuk berdialog atau berkolaborasi.
Selain itu intervensi kepentingan politik dan ekonomi juga tidak bias dihindari. Sering kali kebijakan lingkungan terhambat oleh kepentingan politik dan ekonomi jangka pendek yang lebih dominan.
Untuk mewujudkan Pilkada Hijau dan mendorong kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan penggiat lingkungan, diperlukan kesadaran bersama, partisipasi aktif, dan upaya kolektif dalam merancang kebijakan yang berpihak pada kelestarian lingkungan hidup.
Penutup
Sebagai penutup, isu lingkungan yang masih diabaikan dalam konteks Pilkada dan aktivitas harian kita mencerminkan tantangan besar yang dihadapi dalam memperjuangkan keberlanjutan di tingkat lokal.
Pragmatisme politik, kurangnya kesadaran publik, serta desakan ekonomi jangka pendek menjadi hambatan utama bagi calon kepala daerah untuk mengangkat isu lingkungan sebagai gagasan utama dalam visi-misi mereka. Namun, di balik tantangan tersebut, Pilkada Hijau tetap mungkin diwujudkan dengan strategi yang tepat.
Kesadaran publik harus ditingkatkan melalui edukasi dan kampanye yang mengedepankan pentingnya kebijakan lingkungan. Organisasi lingkungan dan aktivis juga harus aktif memberi tekanan kepada para calon kepala daerah agar memasukkan isu ini ke dalam platform mereka. Selain itu, insentif pemilih dapat menjadi langkah efektif untuk menunjukkan bahwa kebijakan hijau membawa manfaat nyata, baik secara ekonomi maupun kualitas hidup.
Namun, kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan penggiat lingkungan sering kali terhambat oleh kurangnya kepercayaan, kapasitas yang terbatas, dan intervensi kepentingan ekonomi-politik. Untuk mengatasi hambatan-hambatan ini, dibutuhkan upaya kolektif dalam merancang kebijakan yang berkelanjutan dan berpihak pada lingkungan. Hanya dengan kesadaran bersama dan partisipasi aktif, Pilkada Hijau bisa menjadi kenyataan, dan kita dapat melihat calon-calon kepala daerah yang berkomitmen pada perlindungan dan kelestarian lingkungan hidup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H