Dengan potongan sebesar 2,5% dari UMP plus 0,5% dari sumbangan negara, dapatkah program Tapera benar-benar membantu membangun sebuah rumah ketika seseorang berusia 60 tahun?
Tapera, atau Tabungan Perumahan Rakyat, adalah program yang diinisiasi pemerintah dengan tujuan mulia untuk membantu masyarakat memiliki rumah sendiri.
Di tengah perubahan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2024 yang telah ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan, program Tapera menjadi sorotan penting. Nilai rata-rata UMP tahun 2024 adalah Rp3.113.359,85.
Kritik terhadap Tapera menjadi relevan karena program ini melibatkan dana besar dan berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat.
Dalam konsepnya, Tapera dirancang untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat, terutama pekerja berpenghasilan rendah, agar dapat memiliki hunian layak dengan menabung dalam jangka waktu panjang. Dengan potongan sebesar 2,5% dari UMP, dana yang terkumpul dari gaji seorang pekerja akan disalurkan untuk pembangunan atau pembelian rumah di masa depan. Misalnya, seorang pekerja yang kini berusia 30 tahun dan memiliki gaji sesuai UMP akan menyisihkan sekitar Rp77.833,99 setiap bulan untuk Tapera. Selama 30 tahun hingga usia pensiun 60 tahun, jumlah yang terkumpul adalah sekitar Rp28.020.236,40 tanpa memperhitungkan bunga atau keuntungan investasi.
Namun, apakah dana sebesar itu cukup untuk membeli rumah? Di banyak daerah di Indonesia, harga rumah sederhana bisa mencapai ratusan juta rupiah. Jadi, meskipun program ini diharapkan dapat meringankan beban masyarakat, kenyataannya dana yang terkumpul mungkin jauh dari cukup untuk membeli rumah, apalagi jika harga properti terus naik.
Kebermanfaatan Tapera menjadi pertanyaan besar. Kritik utama adalah program ini tidak efisien dan tidak tepat sasaran. Banyak yang merasa bahwa potongan gaji sebesar 2,5% bisa digunakan lebih efektif jika dikelola secara mandiri atau melalui investasi lain yang lebih menguntungkan. Selain itu, ada kekhawatiran bahwa dana yang dikelola oleh Tapera tidak akan diinvestasikan secara optimal, mengingat pengalaman buruk beberapa program pengelolaan dana sebelumnya di Indonesia.
Program Tapera Tidak Tepat Sasaran
Masalah yang muncul dalam pelaksanaan Program Tapera adalah ketidaktepatan sasaran. Banyak penerima manfaat Tapera bukan dari golongan masyarakat berpenghasilan rendah yang benar-benar membutuhkan. Sebagai contoh, banyak pegawai dengan pendapatan menengah hingga tinggi yang justru menerima manfaat dari program ini, sementara mereka yang benar-benar memerlukan bantuan, seperti buruh dan pekerja harian lepas, sering kali terabaikan.
Sebagian besar dana Tapera disalurkan kepada pegawai negeri dan karyawan perusahaan besar yang sebenarnya memiliki akses lebih baik terhadap kredit perumahan komersial. Sementara itu, kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah, yang seharusnya menjadi target utama program ini, justru kesulitan memenuhi persyaratan administratif dan mendapatkan informasi yang memadai tentang program ini.
Implikasi dari ketidaktepatan sasaran ini sangat signifikan. Tujuan utama Tapera untuk membantu masyarakat miskin memiliki rumah tidak tercapai. Alih-alih membantu mereka yang paling membutuhkan, program ini justru memperluas kesenjangan sosial dengan memberikan manfaat lebih besar kepada mereka yang sudah relatif mapan. Hal ini menimbulkan ketidakadilan dan mengurangi efektivitas program sebagai alat untuk mengurangi ketimpangan sosial.
Dengan demikian, ketidaktepatan sasaran dalam Program Tapera menunjukkan bahwa perlu ada evaluasi menyeluruh mengenai kriteria penerima manfaat dan mekanisme penyaluran dana. Hanya dengan cara ini, tujuan mulia dari program ini untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah dapat tercapai dan memberikan dampak positif yang nyata bagi kesejahteraan mereka.
Kritik Terhadap Program Tapera: Tinjauan Efektivitas dan Implikasi Kebijakan
Program Tapera telah menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat akhir-akhir ini. Banyak yang meragukan efektivitasnya, merasa bahwa program ini tidak tepat sasaran dan justru menambah beban finansial bagi masyarakat. Tinjauan kembali atas argumen-argumen utama ini menunjukkan bahwa Tapera tidak memenuhi tujuannya dan malah merugikan masyarakat.
Pertama-tama, ada keraguan tentang efisiensi Tapera. Meskipun program ini didesain untuk membantu masyarakat dalam mempersiapkan kepemilikan rumah di masa depan, namun hemat saya bahwa besarnya potongan gaji untuk Tapera tidak sebanding dengan manfaat yang diperoleh. Dalam situasi di mana biaya hidup semakin meningkat, setiap rupiah penghasilan yang dipotong untuk Tapera dirasakan sebagai beban tambahan yang tidak diinginkan.
Kemudian, masalah ketepatan sasaran juga muncul. Ada keraguan apakah program ini benar-benar membantu mereka yang membutuhkan. Bagi sebagian masyarakat dengan penghasilan rendah, setiap potongan gaji kecil dapat berdampak besar pada kebutuhan sehari-hari mereka. Dalam kasus ini, mereka mungkin merasa bahwa Tabungan Perumahan Rakyat justru menjadi prioritas yang kurang mendesak dibandingkan dengan kebutuhan mendesak lainnya.
Selain itu, ketidakjelasan tentang bagaimana dana Tapera diinvestasikan dan berapa besar pengembalian yang dihasilkan juga menimbulkan pertanyaan. Masyarakat ingin memastikan bahwa tabungan mereka dikelola dengan baik dan menghasilkan keuntungan yang cukup untuk membantu mereka membangun rumah di masa depan.
Dalam refleksi atas argumen-argumen ini, terlihat bahwa Tapera tidak hanya menjadi perdebatan kebijakan publik, tetapi juga mempengaruhi kesejahteraan masyarakat secara langsung. Implikasi dari posisi ini sangat serius. Jika program ini terus berjalan tanpa perbaikan, dana publik akan terus terbuang dan tujuan penyediaan perumahan yang terjangkau tidak akan tercapai. Oleh karena itu, reformasi menyeluruh atau bahkan penghentian program Tapera perlu dipertimbangkan untuk menghindari kerugian lebih lanjut.
Signifikansi dari topik ini juga tidak bisa diabaikan. Efektivitas program publik seperti Tapera sangat penting untuk kesejahteraan masyarakat. Kritik terhadap Tapera juga mencerminkan kebutuhan akan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana publik, yang merupakan isu yang sedang hangat diperbincangkan dalam tata kelola pemerintahan saat ini.
Dengan demikian, dalam menghadapi tantangan-tantangan ini, langkah-langkah konkret perlu diambil untuk memastikan bahwa program Tapera benar-benar memberikan manfaat yang diharapkan bagi masyarakat.Â
Penutup
Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) merupakan inisiatif pemerintah yang bertujuan membantu masyarakat memiliki rumah sendiri. Namun, dalam konteks perubahan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2024, Tapera menjadi sorotan penting. Meskipun dirancang dengan konsep memberikan kesempatan kepada masyarakat, terutama pekerja berpenghasilan rendah, untuk memiliki hunian layak dengan menabung dalam jangka waktu panjang, kritik terhadap program ini menjadi relevan karena melibatkan dana besar dan berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat.
Kritik utama terhadap Tapera adalah ketidaktepatan sasarannya. Banyak penerima manfaat bukan dari golongan masyarakat berpenghasilan rendah yang seharusnya menjadi target utama. Sebagian besar dana Tapera malah disalurkan kepada pegawai negeri dan karyawan perusahaan besar yang sebenarnya memiliki akses lebih baik terhadap kredit perumahan komersial. Hal ini menimbulkan ketidakadilan dan mengurangi efektivitas program sebagai alat untuk mengurangi ketimpangan sosial.
Dalam refleksi terhadap argumen-argumen tersebut, terlihat bahwa Tapera tidak hanya menjadi perdebatan kebijakan publik, tetapi juga mempengaruhi kesejahteraan masyarakat secara langsung. Implikasi dari posisi ini sangat serius, di mana dana publik akan terus terbuang jika program ini terus berjalan tanpa perbaikan. Oleh karena itu, langkah-langkah konkret perlu diambil untuk memastikan bahwa program Tapera benar-benar memberikan manfaat yang diharapkan bagi masyarakat.
Dengan demikian, evaluasi menyeluruh mengenai kriteria penerima manfaat dan mekanisme penyaluran dana perlu dilakukan. Hanya dengan cara ini, tujuan mulia dari program ini untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah dapat tercapai dan memberikan dampak positif yang nyata bagi kesejahteraan mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H