Mohon tunggu...
EVRIDUS MANGUNG
EVRIDUS MANGUNG Mohon Tunggu... Lainnya - Pencari Makna

Berjalan terus karena masih diijinkan untuk hidup. Sambil mengambil makna dari setiap cerita. Bisikkan padaku bila ada kata yang salah dalam perjalanan ini. Tetapi adakah kata yang salah? Ataukah pikiran kita yang membuat kata jadi serba salah?

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyikapi Kekerasan Gender

10 April 2024   07:09 Diperbarui: 12 April 2024   23:04 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penganiayaan. (KOMPAS.com/LAKSONO HARI W)

"Apakah kita pernah menyadari betapa meresahkan ketika kita harus menyaksikan atau bahkan menjadi korban dari kekerasan berbasis gender di dalam masyarakat?"

Saat kita membuka berita atau melihat liputan media sosial, seringkali kita disuguhkan dengan berita-berita tragis tentang perempuan yang menjadi korban kekerasan oleh tindakan yang seharusnya dilakukan dengan penuh kasih sayang.

Betapa sering kita mendengar tentang wanita-wanita yang harus menderita karena penghinaan, pelecehan, atau bahkan tindakan kekerasan fisik, hanya karena mereka perempuan. Namun, kekerasan berbasis gender bukanlah sekadar masalah yang terbatas pada individu atau kasus-kasus tertentu. Ini adalah masalah yang menggerogoti struktur masyarakat kita secara keseluruhan, merusak nilai-nilai kemanusiaan yang seharusnya kita junjung tinggi. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memikirkan dampaknya dan mengambil tindakan untuk mencegahnya.

Kasus kekerasan berbasis gender yang terjadi di restoran cepat saji di Kendari, Sulawesi Utara, adalah sebuah gambaran nyata dari kompleksitas dan seriusnya masalah yang kita hadapi dalam masyarakat kita. Pada tanggal 5 April 2024, seorang pria diduga telah memukul dan meludahi seorang wanita di restoran tersebut. Video kejadian tersebut kemudian menjadi viral di media sosial, mengundang reaksi keras dari masyarakat luas. Wanita tersebut, yang diidentifikasi sebagai IS, diduga telah menjadi korban kekerasan tersebut setelah memprovokasi pria tersebut dengan menyebutnya sebagai "alien". (Kompas.com, 09/04/2024)

Kasus ini, meskipun terjadi di tingkat individu, sebenarnya mencerminkan masalah yang lebih besar dalam masyarakat kita. Kekerasan berbasis gender telah menjadi wabah yang melanda berbagai lapisan masyarakat, dengan dampak yang meluas dan merusak. Ini bukan hanya masalah perempuan, tetapi juga masalah hak asasi manusia yang melibatkan semua pihak dalam masyarakat.

Kasus seperti ini juga menyoroti ketidaksetaraan gender yang masih ada di dalam masyarakat kita, di mana perempuan seringkali menjadi sasaran tindakan kekerasan dan diskriminasi hanya karena mereka adalah perempuan.

Realitas Ini juga menunjukkan betapa pentingnya untuk terus mengkampanyekan kesetaraan gender, mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menghormati hak asasi manusia, dan menegakkan hukum yang melindungi perempuan dari kekerasan dan pelecehan.

Dalam tulisan ini, saya akan menegaskan bahwa kekerasan berbasis gender adalah sebuah pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia dan bahwa upaya pencegahan kekerasan berbasis gender harus menjadi prioritas bagi masyarakat dan pemerintah.

Saya memiliki pandangan ini karena saya yakin bahwa setiap individu, tanpa terkecuali, berhak untuk hidup bebas dari ancaman dan perlakuan kasar hanya karena faktor jenis kelamin mereka. Kekerasan berbasis gender bukanlah masalah yang bisa diabaikan; itu adalah masalah yang menghancurkan, yang merusak kesejahteraan individu dan mengganggu keseimbangan masyarakat.

Kekerasan Fisik sebagai Penyelesaian Masalah

Kekerasan fisik sebagai penyelesaian masalah adalah sebuah tindakan yang sangat tidak etis dan tidak dapat diterima secara moral dalam konteks apapun. Dalam kasus ini, tindakan pria tersebut yang menggunakan kekerasan fisik terhadap wanita sebagai respons terhadap penghinaan yang diduga dilontarkan oleh wanita tersebut, adalah contoh yang sangat mengkhawatirkan.

Kekerasan fisik sebagai cara menyelesaikan konflik menunjukkan bahwa individu tersebut gagal dalam mengendalikan emosinya dan menggunakan kekerasan sebagai alat untuk menunjukkan dominasi atau memperoleh kepuasan atas ketidakpuasannya. Dalam situasi apapun, menggunakan kekerasan fisik untuk menyelesaikan perbedaan pendapat atau konflik adalah tindakan yang sangat tidak bermartabat.

Penyelesaian konflik yang lebih baik dan lebih bermartabat seharusnya dicari melalui dialog yang terbuka, pengertian, dan resolusi masalah yang dilakukan dengan damai. Melalui dialog, individu dapat mencoba memahami sudut pandang satu sama lain, mencari solusi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak, dan membangun hubungan yang lebih baik di masa depan.

Selain itu, jika konflik tidak dapat diselesaikan secara damai, langkah berikutnya adalah melalui jalur hukum yang sesuai. Hal ini memastikan bahwa keadilan ditegakkan tanpa menggunakan kekerasan atau tindakan yang melanggar hak asasi manusia. Penggunaan kekerasan fisik sebagai alat penyelesaian konflik tidak hanya merugikan individu yang menjadi korban, tetapi juga merusak keharmonisan dan kedamaian dalam masyarakat secara keseluruhan.

Dalam konteks kasus ini, tindakan pria tersebut jelas tidak dapat dibenarkan. Penyelesaian konflik harus dilakukan dengan cara yang lebih bermartabat dan sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan.

Perlindungan terhadap Korban Kekerasan

Perlindungan terhadap korban kekerasan, terutama dalam konteks ini seorang wanita, adalah suatu kewajiban moral yang tak terbantahkan bagi setiap individu dan institusi dalam masyarakat. Dalam kasus kekerasan fisik yang terjadi di restoran cepat saji di Kendari, Sulawesi Utara, perlindungan terhadap korban, yang dalam hal ini adalah wanita berinisial IS, menjadi prioritas yang tak terbantahkan.

Pemerintah dan lembaga penegak hukum memiliki tanggung jawab besar untuk bertindak secara tegas demi memastikan bahwa korban mendapatkan perlindungan dan keadilan yang layak. Ini mencakup penanganan kasus secara cepat dan efisien, serta penegakan hukum yang adil terhadap pelaku kekerasan.

Perlindungan terhadap korban kekerasan juga melibatkan pemberian dukungan emosional, psikologis, dan sosial yang memadai bagi korban. Mereka harus merasa aman dan didukung dalam proses pemulihan dari trauma yang mereka alami. Ini melibatkan pelayanan kesehatan mental, konseling, dan dukungan dari keluarga serta masyarakat secara luas.

Selain itu, upaya preventif juga sangat penting dalam melindungi korban kekerasan di masa depan. Hal ini termasuk pendidikan masyarakat tentang pentingnya menghormati hak asasi manusia, mengenal tanda-tanda kekerasan, serta mempromosikan kesetaraan gender dan penyelesaian konflik secara damai.

Dalam kasus konkret ini, kepolisian harus melakukan penyelidikan yang menyeluruh dan memastikan bahwa pelaku kekerasan, dalam hal ini pria berinisial FHT, dihadapkan pada proses hukum yang adil dan tegas sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Hukuman yang diberikan haruslah sejalan dengan keberatan kejahatan yang dilakukannya, sekaligus memberikan pesan yang jelas bahwa kekerasan tidak akan ditoleransi dalam masyarakat. Dengan demikian, perlindungan terhadap korban kekerasan tidak hanya merupakan kewajiban moral, tetapi juga merupakan fondasi utama dalam menciptakan masyarakat yang adil dan beradab.

Hak Asasi Manusia

Hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada setiap individu, tanpa pandang jenis kelamin, ras, agama, atau latar belakang lainnya. Dalam konteks kasus kekerasan yang terjadi di restoran cepat saji di Kendari, Sulawesi Utara, tindakan pria terhadap wanita tersebut adalah sebuah pelanggaran yang serius terhadap hak asasi manusia, terutama hak wanita untuk hidup bebas dari kekerasan dan diskriminasi.

Setiap individu, termasuk wanita, memiliki hak untuk hidup tanpa takut akan kekerasan atau perlakuan kasar dari orang lain. Hak ini merupakan hak yang mendasar dan tak terpisahkan dari martabat manusia. Tidak ada alasan atau justifikasi apapun yang dapat melegitimasi tindakan kekerasan atau diskriminasi terhadap siapapun.

Kekerasan yang dilakukan oleh pria terhadap wanita dalam kasus ini, baik dalam bentuk fisik maupun verbal, menunjukkan sebuah ketidakadilan yang mendasar dan merusak prinsip-prinsip hak asasi manusia. Hal ini tidak hanya merugikan korban secara langsung, tetapi juga merusak integritas dan martabat seluruh umat manusia.

Oleh karena itu, penting bagi masyarakat dan pemerintah untuk bersatu dalam menegakkan prinsip-prinsip hak asasi manusia, terutama perlindungan terhadap wanita dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi. Langkah-langkah konkret harus diambil untuk memastikan bahwa setiap individu, tanpa terkecuali, dapat menikmati hak-haknya yang dijamin oleh hak asasi manusia, serta untuk menegakkan keadilan dan keterbukaan dalam masyarakat.

Dalam kasus ini, penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku kekerasan adalah langkah yang penting untuk menegakkan prinsip-prinsip hak asasi manusia. Hukuman yang sesuai harus diberikan kepada pelaku sebagai bentuk keadilan bagi korban dan sebagai pesan bahwa kekerasan tidak akan ditoleransi dalam masyarakat yang beradab. Dengan demikian, perlindungan terhadap hak asasi manusia, terutama hak wanita untuk hidup bebas dari kekerasan dan diskriminasi, harus menjadi prioritas utama bagi setiap individu dan lembaga dalam masyarakat.

Penggunaan Media Sosial

Penggunaan media sosial sebagai platform untuk menyebarkan video kekerasan seperti dalam kasus ini dapat memiliki dampak yang sangat merugikan, baik bagi korban maupun pelaku. Dampaknya tidak hanya terbatas pada lingkup individual, tetapi juga dapat mempengaruhi masyarakat secara luas.

1. Dampak Terhadap Korban

Penyebaran video kekerasan melalui media sosial dapat menyebabkan trauma yang lebih dalam bagi korban. Melihat diri mereka sendiri menjadi korban kekerasan dipublikasikan secara luas dapat memperburuk rasa malu, rasa rendah diri, dan stres psikologis. Selain itu, eksposur publik yang luas dapat membuat korban merasa tidak aman dan mengalami ketakutan akan ancaman atau pelecehan lebih lanjut.

2. Dampak Terhadap Pelaku

Meskipun pelaku telah melakukan tindakan yang tidak dapat dibenarkan, penyebaran video kekerasan melalui media sosial juga dapat berdampak negatif bagi pelaku. Dalam beberapa kasus, penyebaran luas video kekerasan dapat mengakibatkan stigmatisasi sosial, pembatasan kesempatan kerja atau pendidikan, dan bahkan serangan balasan atau ancaman fisik terhadap pelaku.

3. Dampak Terhadap Masyarakat

Penyebaran video kekerasan melalui media sosial juga dapat mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap kasus tersebut dan topik kekerasan secara keseluruhan. Pemaparan terhadap konten kekerasan dapat memunculkan reaksi emosional yang kuat di antara masyarakat, baik dalam bentuk kemarahan, kebencian, atau ketakutan. Hal ini juga dapat memicu diskusi yang penting tentang perlindungan korban kekerasan, penegakan hukum yang adil, dan tanggung jawab individu dalam menggunakan media sosial.

Oleh karena itu, penggunaan media sosial harus dilakukan secara bertanggung jawab. Video-video yang mengandung kekerasan atau konten berbahaya lainnya sebaiknya tidak disebarkan atau dikonsumsi secara tidak bertanggung jawab. Sebaliknya, masyarakat harus mengutamakan kepedulian terhadap kesejahteraan korban dan melibatkan diri dalam upaya pencegahan kekerasan serta mendukung penegakan hukum yang adil dan berkeadilan. Selain itu, platform media sosial juga harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menghapus konten kekerasan dan melindungi pengguna dari eksposur terhadap konten berbahaya

Pencegahan Kekerasan Berbasis Gender

Kasus ini juga menyoroti pentingnya upaya pencegahan kekerasan berbasis gender melalui pendidikan, kesadaran masyarakat, dan implementasi hukum yang ketat. Kekerasan berbasis gender tidak dapat diterima dalam masyarakat yang beradab dan setiap individu harus berperan aktif dalam mengubah norma-norma yang mendukung kekerasan dan diskriminasi terhadap wanita.

Kasus kekerasan yang terjadi dalam konteks ini memperkuat urgensi pencegahan kekerasan berbasis gender. Pentingnya upaya pencegahan kekerasan berbasis gender tidak bisa diragukan lagi, dan hal ini dapat dilakukan melalui berbagai cara, antara lain:

1. Pendidikan

Pendidikan yang menyeluruh tentang kesetaraan gender, hak-hak wanita, serta pengetahuan tentang kekerasan berbasis gender harus diperkuat di semua tingkatan pendidikan. Dengan menyebarkan pengetahuan tentang pentingnya menghormati hak asasi manusia tanpa pandang jenis kelamin, kita dapat mengubah paradigma dan sikap masyarakat terhadap perempuan.

2. Kesadaran Masyarakat

Program-program kesadaran masyarakat yang menyasar untuk menghilangkan stigma, stereotip, dan norma-norma yang mendukung kekerasan terhadap perempuan sangat penting. Kampanye publik, seminar, lokakarya, dan acara sosial lainnya dapat membantu meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya kesejahteraan perempuan.

3. Implementasi Hukum yang Ketat

Hukum yang melindungi perempuan dari kekerasan harus diterapkan secara ketat dan konsisten. Ini mencakup penegakan hukum yang efektif terhadap pelaku kekerasan serta memberikan dukungan dan perlindungan yang memadai bagi korban.

4. Pemberdayaan Perempuan

Pemberdayaan perempuan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan, ekonomi, dan politik, juga merupakan langkah penting dalam pencegahan kekerasan berbasis gender. Dengan memberdayakan perempuan secara sosial, ekonomi, dan politik, kita dapat mengurangi ketidaksetaraan kekuatan antara perempuan dan laki-laki yang sering menjadi pemicu kekerasan.

5. Partisipasi Aktif Masyarakat

Setiap individu harus berperan aktif dalam mengubah norma-norma yang mendukung kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan. Dengan menjadi agen perubahan dalam lingkungan mereka sendiri, baik dalam keluarga, komunitas, atau tempat kerja, masyarakat dapat membentuk budaya yang lebih inklusif dan menghargai kesejahteraan semua individu, tanpa pandang jenis kelamin.

Kesimpulan

Kekerasan berbasis gender adalah sebuah masalah serius yang meresahkan dan merugikan dalam masyarakat. Meskipun kekerasan tersebut terjadi pada tingkat individu, namun mencerminkan masalah yang lebih besar dalam masyarakat, yaitu ketidaksetaraan gender dan pelanggaran hak asasi manusia.

Kekerasan berbasis gender adalah sebuah pelanggaran terhadap hak asasi manusia yang tidak dapat diterima. Tindakan kekerasan fisik sebagai penyelesaian konflik tidak etis dan merugikan bagi semua pihak. Perlindungan terhadap korban kekerasan, penegakan hukum yang adil terhadap pelaku, dan pencegahan kekerasan berbasis gender merupakan prioritas yang tidak dapat diabaikan dalam membangun masyarakat yang adil dan beradab.

Penggunaan media sosial juga diperhatikan sebagai platform yang dapat memperburuk dampak kekerasan terhadap korban dan pelaku. Oleh karena itu, penggunaan media sosial harus dilakukan secara bertanggung jawab untuk melindungi kesejahteraan individu.

Upaya pencegahan kekerasan berbasis gender melalui pendidikan, kesadaran masyarakat, implementasi hukum yang ketat, pemberdayaan perempuan, dan partisipasi aktif masyarakat juga ditekankan sebagai langkah-langkah yang penting untuk mengatasi masalah ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun