Pada tahun 2024 ini, Jawa Barat menjadi perhatian publik karena banyaknya kasus jual beli kursi sekolah dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Kejadian ini terjadi di Kota Bandung dan menjadi masalah serius yang membuat khawatir para orangtua murid yang ingin memberikan pendidikan terbaik untuk anak-anak mereka.
Kompas.com melaporkan kasus ini dengan judul artikel: "Pengalaman Orangtua Murid di Bandung Hadapi Praktik Jual Beli Kursi Sekolah" pada tanggal 3 April 2024. Berita ini menggambarkan bagaimana para orangtua di Kota Bandung menghadapi kesulitan dalam mendaftarkan anak-anak mereka ke sekolah negeri. Praktik jual beli kursi sekolah tidak hanya merugikan secara finansial, tetapi juga mengancam keadilan dalam sistem pendidikan.
Dampak negatif dari praktik ini sangat mengkhawatirkan. Pertama-tama, praktik ini menghalangi akses pendidikan yang merata bagi masyarakat. Dengan memasang harga pada kursi sekolah, anak-anak dari keluarga dengan ekonomi rendah kesulitan mendapatkan pendidikan yang setara dengan yang lebih mampu.
Selain itu, praktik ini juga merusak integritas lembaga pendidikan dan sistem PPDB secara keseluruhan. Pendidikan seharusnya bersih dari korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan, tetapi praktik ini menunjukkan sebaliknya.
Praktik ini juga bertentangan dengan prinsip keadilan sosial. Pendidikan seharusnya menjadi alat untuk memperbaiki kesenjangan sosial, tetapi praktik ini justru memperkuatnya.
Oleh karena itu, praktik jual beli kursi sekolah di Jawa Barat harus diberantas segera. Ini bukan hanya masalah administratif, tetapi juga masalah moral dan kemanusiaan yang membutuhkan respons serius dari semua pihak. Dengan mengungkap praktik ini, kita berharap masyarakat akan menyadari pentingnya menjaga keadilan dalam pendidikan dan mengambil langkah-langkah nyata untuk memerangi korupsi dan ketidakadilan dalam sistem pendidikan.
Analisis Kasus
Analisis kasus praktik jual beli kursi sekolah pada PPDB di Jawa Barat, terutama di Kota Bandung, mengungkap berbagai masalah yang perlu dipertimbangkan dengan serius.
Kasus ini mencakup pengalaman langsung dari orangtua murid yang terlibat. Mereka menghadapi tawaran tidak bermoral dari oknum-oknum di sekolah untuk membeli kursi sekolah bagi anak-anak mereka. Contoh dari Anto dan Risbet menunjukkan bagaimana mereka merasa tertekan dan terbebani oleh tawaran tersebut.
Oknum-oknum di sekolah menawarkan praktik jual beli kursi sekolah dengan harga tinggi, yang melibatkan janji kelulusan bagi anak-anak mereka sebagai imbalannya.
Sistem pendidikan yang rentan terhadap manipulasi dan kurangnya pengawasan menjadi faktor utama yang mendorong praktik jual beli kursi sekolah. Hal ini memberikan kesempatan bagi oknum-oknum di sekolah untuk melakukan praktik tidak etis ini.