"Memberi makanan hari ini bisa mengenyangkan perut, tetapi mengajar orang bagaimana menanam tanaman akan mengenyangkan mereka seumur hidup."
Makan siang gratis bukan sekadar program sosial biasa; ia adalah simbol komitmen untuk mengurangi kelaparan, terutama di kalangan anak-anak sekolah. Namun, di balik tujuan mulianya, program ini menyulut kontroversi karena menuntut biaya besar dari pemerintah, yang dapat mengganggu stabilitas keuangan negara.
Ketika program makan siang gratis Prabowo dibahas oleh Reuters, sebagaimana juga dilansir oleh Tempo.co, sorotan terhadap implikasinya yang luas menjadi semakin tajam. Di artikel berjudul: "Indonesia May Widen Fiscal Deficit to Fund Free School Lunch, Document Shows," jelas terungkap bahwa Indonesia mungkin harus mengorbankan defisit anggarannya untuk mengakomodasi program ini.
Tidak hanya itu, dokumen Reuters itu menyatakan bahwa penerapan program ini dapat mengganggu keseimbangan fiskal negara, memperluas defisit anggaran hingga 0,33 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Namun, meskipun ada risiko finansial, program ini tetap menjadi inisiatif unggulan Prabowo-Gibran, yang menargetkan 82,9 juta siswa dan santri di seluruh Indonesia.
Masih mengutip sumber yang sama, Budiman Sudjatmiko selaku Wakil Ketua Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran, memperkirakan biaya program tersebut mencapai kisaran Rp 100 hingga Rp 120 triliun untuk tahun pertama.Â
Meskipun pemerintah hanya perlu menyediakan sebagian dana misalnya, ada kekhawatiran bahwa program ini dapat menciptakan ketergantungan pada bantuan pemerintah, mengurangi motivasi untuk mencari solusi jangka panjang terhadap kelaparan.
Selain risiko finansial, ada juga kekhawatiran tentang dampak jangka panjangnya terhadap masyarakat, termasuk potensi ketidakseimbangan ekonomi dan stigma sosial terhadap penerima manfaat. Meskipun memberikan manfaat langsung, program ini memunculkan beragam pendapat mengenai efektivitas, kebutuhan, dan pendanaannya.
Namun, di tengah semua kontroversi ini, penting untuk diingat bahwa makan siang gratis memberikan manfaat langsung dalam mengatasi kelaparan. Namun, untuk memastikan keberlanjutan program, penting bagi kita untuk mengembangkan pendekatan yang holistik dan berkelanjutan, yang tidak hanya memberikan bantuan langsung tetapi juga memperkuat kemandirian masyarakat melalui pendidikan, pelatihan, dan pemberdayaan.
Prabowo Subianto menegaskan pentingnya program ini dalam upaya menghapus stunting dan menciptakan generasi yang lebih sehat dan produktif. Namun, untuk mewujudkan hal ini, transparansi dalam pelaksanaan program serta langkah-langkah untuk mencegah konflik kepentingan perlu menjadi prioritas.
Dalam menghadapi kompleksitas masalah kelaparan dan gizi buruk, kita harus mengambil pendekatan yang bijak dan komprehensif. Ini bukan hanya tentang memberikan bantuan langsung, tetapi juga tentang memperhitungkan dampak jangka panjangnya terhadap masyarakat dan menciptakan solusi yang berkelanjutan.